"Kamu lebih membela gadis yang asal usulnya itu tidak jelas ketimbang Mamah, Daf?!" Desi ikut terpancing, suasana diantara keduanya makin menegang. "Dia!" Desi menunjuk wajah Celine, "pasti cuma mau manfaatin harta kamu aja, buka mata kamu Daf, kalau kamu sebegitu pengennya istri baru Mamah bisa bantu carikan yang lebih jelas bibit, bebet, dan bobotnya!"

Dafa tercengang tak percaya mendengar penuturan Mamahnya, kenapa Mamahnya jadi sekeras ini? Padahal setahunya Mamahnya adalah wanita dewasa yang bijak dan lemah lembut. Dafa sekarang benar-benar merasa bersalah telah mengajak Celine ke tempat ini!

"Aku kecewa sama Mamah!" tukas Dafa dengan tatapan sendunya sebelum menarik pergelangan tangan Celine pergi, seperti tadi Celine kali ini tetap manut ditarik kesana-kemari oleh Dafa.

Mereka masuk mobil dan langsung pergi dari sana dengan suara teriakan tidak terima Desi, wanita paruh baya itu terlihat sangat menentang hubungan mereka. Ayah Dafa sudah meninggal dan ia adalah anak tunggal jadi satu-satunya keluarganya cuma Mamahnya, tapi tak ia sangka Mamahnya akan melakukan tindakan seperti tadi.

"Maaf..."

Celine yang sejak tadi diam tertegun, merasakan kecupan hangat mendarat di punggung tangannya.

"Aku minta maaf buat semua yang Mamah—"

"Gak papa." Celine mencoba tersenyum, yang terjadi hari ini sebenarnya sudah ia perkirakan tapi tidak pernah ia sangka rasa sesaknya tetap menyayat hati. "Aku paham, yang Mamah kamu omongin juga bener."

"Sssst!!" Dafa menggeleng, menghentikan mobilnya di lampu merah, lelaki itu duduk menyerong menatap Celine sepenuhnya. "Itu semua gak bener, yang Mamah bilang semuanya gak bener, tolong lupain aja apa yang Mamah bilang tadi."

Celine kembali tersenyum simpul, dengan ringan mengangguk seperti tak terjadi apapun. "Aku capek, aku tidur dulu, bangunin kalau sudah sampai rumah." Lirihnya perlahan memejamkan matanya, ia takut akan menangis di depan Dafa.

Dafa menatap lekat wajah Celine, kembali mengecup punggung tangan gadis itu. "Maafin aku belum bisa jadi pasangan yang baik buat kamu, Cel." Gumamnya serak menahan pedih.

***

Celine terbangun, namun bukannya di mobil ia ternyata sudah berada di kamarnya, gadis itu melirik jam dinding, sekarang sudah malam hari.

"Haaaah ......" helaan napas panjang keluar dari bibirnya, gadis itu duduk melipat kedua kakinya dan menopang dagunya di atas lutut. "Padahal aku pikir hubungan ini akan lancar ternyata memang takdirku gak seindah itu." Gumamnya dengan mata tiba-tiba mengembun panas, tak butuh waktu lama sampai satu persatu air mata merembes di wajah cantiknya.

Celine menyembunyikan wajahnya di lipatan kaki, sekarang suara isakan-isakan kecil mulai terdengar intens disusul sekujur tubuhnya yang bergetar. Celine benar-benar menangis tak sanggup menahannya lagi, ia tadi tidur agar tidak kelepasan menangis di depan Dafa dan sekarang semua air matanya tumpah disini.

Grep.

Celine terperanjat, berniat mengangkat wajahnya tapi Dafa langsung menahan dan mendekapnya makin kuat. "Aku disini, nangis aja." Bisiknya di telinga Celine.

Gadis itu awalnya menahannya karena tidak ingin Dafa melihat sisi lemahnya, tapi tubuhnya sudah tidak kuat lagi, Celine meremat kaos yang dikenakan Dafa dengan tangisan yang benar-benar meledak kini.

"HIKS HUWAAA .. H-HIK-HIKS!!!"

Dafa memejamkan matanya, menepuk-nepuk punggung Celine lembut. "Sssst."

"S-sakit ... d-dada aku s-sakit ... apa salah a-aku sampai Mamah kamu nolak aku?" Celine mengeluarkan segala keluh kesahnya.

Dafa menggeleng tegas, "kamu gak punya salah."

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang