O C E L A D I S | 43

Start from the beginning
                                    

"Dikumpul minggu depan." Ocean membawa dua piring keramik berwarna putih menuju meja makan, disusul dengan dua gelas air putih.

Geladis melangkahkan kaki dengan ragu mendekati Ocean yang sudah duduk anteng diatas kursinya biasa. Tidak biasanya ia degdegan kalau mau berhadapan dengan seseorang yang berstatus sebagau suaminya.

"Sini Ayis, nungguin apalagi babe?" Ocean melambaikan tangan memanggil.

Geladis mengerjap kaku lalu mendekat dan duduk di kursinya. Aroma nasi goreng masuk melalui indera penciumannya. Tanpa sadar Geladis memejamkan mata keenakan, aromanya saja sudah menggugah selera.

Ocean terkekeh geli melihatnya, "dimakan aja. Tapi jangan lupa baca doa dulu ya,"

Geladis mengangguk semangat. Setelah membaca doa, mereka berdua mulai makan dengan khidmat. Sesekali Ocean mencuri pandang pada Geladis yang serius sekali menyantap bagiannya.

Kapan terakhir kali Ocean merasa bebannya berkurang?

Meskipun kematian Airen belum ada tiga hari, tapi Ocean rasa dukanya sedikit berkurang. Kembalinya Geladis seakan menarik beban Ocean sedikit.

Mengingat adiknya yang telah meninggal mendadak membuat selera makan Ocean tertimbun. Perasaan sesak naik ke permukaan menghantamnya telak.

Geladis yang menyadari perubahaan suasana hati dari Ocean mendongak perlahan, mereka saling beradu tatap sepersekian saat. "Kenapa?" tanya Geladis mencoba membuka obrolan.

Ocean tersenyum pedih, menunduk sedih. "Gimana pemakaman Airen?"

Geladis yang semula mengunyah makanan dengan santai mendadak berhenti, cara pandangnya berubah total kembali menjadi dingin. "Ngapain kamu tanya?" ketus Geladis mencoba menekan jiwa kemanusiaannya.

"Airen adik aku Yis,"

"Lancar. Begitu dinyatakan sama dokter Papa langsung minta dikebumikan." Geladis menelan kunyahannya susah payah, "kamu mau ke makam Airen?"

Sontak saja Ocean terduduk tegap. "Boleh aku ngunjungin adik aku?"

Geladis mengangguk ragu, "rahasia berdua ya?"

Ocean mengacungkan jempol dengan semangat. "Oke Ayis!"

Geladis menghela nafas berat. Dia cukup kasihan pada Ocean yang dibuang semua orang bagai sampah, terutama mengingat cowok itu adalah suaminya.

Geladis tidak tahu apakah mereka bisa disebut berbaikan atau belum, yang pasti Geladis ingin memulai semuanya dari awal.

*

Ocean menatap sendu pada kuburan Airen. Kacamata hitam yang dia gunakan nyatanya tidak dapat menutupi rasa sedih yang membludak.

Geladis berdiri cukup jauh dari Ocean, ingin memberi waktu berdua bagi adik dan kakak itu. Ia memalingkan wajah demi mencegah air mata yang hendak keluar ketika melihat Ocean yang mengenakan pakaian serba hitam jatuh berlutut dihadapan batu nisan Airen.

"Airen, adek..." parau Ocean menyentuh nisan. "Kamu kenapa pergi secepat ini?"

Tidak ada sahutan sama sekali, karena pada kenyataannya Airen telah bahagia di surga.

"Abang belum mati duluan, padahal katanya mau buat pidato yang keren kalau abang mati." Serak Ocean berusaha menahan mati-matian tangisnya.

"Mama sama Papa udah buang abang, mereka nggak nganggep abang sebagai anaknya lagi."

"Abang saudara yang payah ya?" Ocean tertawa parau, "seharusnya yang bunuh diri abang bukan Airen."

Geladis mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya. Demi Tuhan dia tidak sanggup melihat sisi lemah Ocean.

"Abang sama Kak Ayis nggak jadi cerai karena Airen. Makasih banyak adek kesayangan Abang." Ocean Kembali mengusap batu nisan Airen, beranggapan bahwa benda itu adalah wajah chubby adiknya.

"Nanti abang bakal sempatin kesini buat lihat Airen supaya adek nggak kesepian." Ocean membuka kacamata hitamnya, dia menoleh ke arah Geladis, menyuruhnya mendekat. "Sini Yis, doa."

Geladis mendekati Ocean, ikut berjongkok disebelah suaminya. Mereka mulai melapalkan doa.

Setelah selesai Ocean mengusap sekali lagi batu nisan Airen, "yang tenang peri kecilnya Abang."

Mereka berdua bangkit berdiri, mulai meninggalkan makam Airen dalam keadaan hening. Geladis mengusap punggung Ocean sesekali sebagai bentuk perhatiannya.

Begitu memasuki mobil Ocean, cowok itu tidak langsung menjalankannya. Namun dia terlebih dahulu menatap Geladis dalam. "Yis mau ikut aku nggak?"  

haiiii!!! Maaf banget kalian masih nungguin gaya?:)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

haiiii!!! Maaf banget kalian masih nungguin gaya?:)

makasih kalau masih nungguin. Maaf kalau kalian kecewa.

kalian bisa ninggalin cerita ini kalau misalnya kalian merasa mulai kurang asik;) karena ini udh masuk bagian selesainya konflik.

SPAM EMOT 🖤 >>>

SPAM 'HAPPY' UNTUK HAPPY ENDING? >>>

MAU DEBAY NGGA?! >>>

SEBUTIN JUMLAH DEBAYNYA! >>>

SPAM NEXT BIAR LANJUT! >>>

3k komen aja, wkwk. Aku mau rajin rajin update ah.

AYO SCREENSHOT BAGIAN KESUKAAN TERUS MASUKIN INSTASTORY JANGAN LUPA TAG AKUN INSTAGRAM @yohanacancer DAN @ceritayohana YA!

(MINGGU, 14 NOVEMBER 2021)

Tertanda,
Yohana Franklyn-miller ✨
(Bukan Mendes)

OCELADIS || NIKAH MUDA [TERBIT]Where stories live. Discover now