" Hm? Tidak ada hubungannya dengannmu. " jawab Daren dengan nada yang datar.

" Jangan mendekatinya. " Alvan berkata dengan dingin.

" Tidakkah kau terlalu kekanakan Daren? " ucap Arion.

' Kekanakan katanya? Woaahh.. Bagaimana pun aku ini masih bocah berumur 4 tahun. ' -Daren

" Ya.. kau bersikap manja bahkan bertingkah imut? Yang benar saja Dareeenn.. Ini bukan dirimu. " kali ini kakak Daren, Diego yang bersuara.

" Lalu? Apa yang salah dengan itu.. Lagipula itu tidak berpengaruh untukmu. "

Ya. Daren tidak cadel wan kawan. Dia hanya berpura-pura cadel untuk menarik perhatian Leya. Sifat Daren yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan keturunan Hermawan lainnya. Sangat jarang menampilkan ekspresi selain raut datar dan seringai licik.

Makanya kemarin mereka terkejut melihat Daren menampilkan berbagai ekspresi yang berbeda-beda.

" Kau sungguh berbeda dengan dirimu yang biasanya. Sangat acuh. Kejam. Muka datar. Dan tentu saja..... Licik! " ucap Delon.

Mereka semua adalah Mafia, bahkan Daren juga termasuk di dalamnya. Meskipun dia hanya bocah dibawah umur, namun dirinya sudah di didik sangat keras oleh Papa Randi. Hingga masih kecil pun dia sudah berbakat.

Dalam Mafia pun dia sudah lumayan sering ikut terjun menangani kasus. Daren sangat ahli dalam menggunakan senjata jarak jauh. Sangat memungkinkan dirinya sudah membunuh banyak orang dengan keahliannya itu meskipun dia masih belia.

Di sela pembicaraan mereka, datanglah Kakek, Papi Mami, dan juga Papa Mama. Mereka baru datang untuk bergabung dan kini yang mereka lihat malah anak cucu mereka yang saling menatap tajam satu sama lain. Terutama pada Daren.

" Ingat Daren.. Aku sudah memberitahumu. Gadis itu yang sudah membunuh nenek kita. " ucap Dylan dengan menggebu-gebu.

Kini mereka tau. Lagi-lagi pembahasan ini yang muncul di antara mereka.

" Aku tidak peduli. " ucap Daren acuh dengan muka datar andalannya.

" Apa-apaan kau Daren! Harusnya kau membencinya bukan malah mendekatinya dan bertingkah manis dengannya. Kau mau menghianati nenek hah! " marah Dylan.

" Huh!.. Begini....Kau bilang Kak Ale membunuh nenek waktu berumur 5 tahun. Itu jelas bukan dia, jika saja yang melakukan itu adalah aku, maka kalian memang pantas untuk menuduh ku. Karena aku memang sudah berkenal dekat dengan dunia gelap dan tentu saja banyak korban jatuh karena ku. Tapi Kak Ale.. Kalian bilang kalau kalian sama sekali tidak pernah mendidik nya dengan keras ataupun memperkenalkan nya pada kejamnya dunia bawah. Lalu bagaimana dia bisa melakukan itu? " ucap Daren panjang lebar.

" Dengar.. Aku memang masih belum dewasa dibanding kalian. Tapi aku tidak sebodoh itu. Aku tau mana yang benar dan yang salah. " lanjut Daren santai sambil menatap mereka semua yang ada disana.

Para orang tua hanya diam dan menonton. Mereka sudah biasa mendengar Daren berkata kasar bahkan tidak sopan pada mereka yang jelas-jelas orang tua atau pun kakak-kakaknya.

Sedangkan mereka, keenam pemuda itu masih setia menatap tajam Daren.

" Ck. Apa-apa an kau ini. Kita ini lebih tua darimu. Bisa-bisanya mengatai kita bodoh. Ini yang namanya saudara? " sahut Diego.

" Diamlah. Aku tidak memiliki saudara sebodoh kalian. "

Lagi-lagi jawaban Daren membuat keenam pemuda itu geram. Mereka pun serentak maju ke arah Daren dan menyerangnya bersamaan. Mencubit, menjewer telinganya, bahkan menjambak rambut Daren.

Sementara Daren sendiri hanya memasang raut datar biasa saja seperti tidak merasa sakit sedikitpun. Sepertinya dia di didik terlalu keras.

Sedangkan para orang tua hanya menatap jengah pemandangan di depannya. Mereka sudah sering melihat anak cucunya bertengkar gara-gara Daren.

Di tengah-tengah penyerangan, Daren pun melihat kedatangan Leya yang tengah melangkah mendekati mereka.

Dengan cepat dia merubah mimik wajahnya menjadi menyedihkan dengan matanya yang berkaca-kaca bersiap untuk menangis.

Mereka yang melihat Daren pun merasa keheranan. Biasanya meskipun sudah dicubit atau dijambak pun Daren tetap menampilkan raut wajah datar. Namun kini.. Sepertinya Daren belum dapat asupan amunisi hari ini.

Sementara Leya yang kembali dari mengambil camilan dan jus jeruk nya terkejut melihat Daren yang nampak berantakan.

" YAKK!! KALIAN APAKAN DAREN KU YANG IMUT DAN POLOS!! " teriak Leya mengagetkan mereka semua.

Leya langsung saja menghampiri Daren dan memeluknya dengan sayang.

" Huwaaaa.... Kak Aleee.. Meleka membully Dalen hiks.. Meleka bilang hiks..Dalen tidak pintal....meleka menjewel telinga Dalen hiks..dan menalik lambut Daleeenn.. "

Ucap Daren sambil sesegukan. Tentu saja dia harus akting menangis agar Leya semakin iba.
Totalitas ya nak :v

Leya yang mendengar itu pun langsung menatap tajam keenam pemuda di hadapannya. Tanpa berpikir lama Leya pun menjitak mereka satu persatu.

" Aw! Kok lo gitu sama abang sendiri. Jangan percaya sama ni bocil abal-abal. " tunjuk Alvin menatap tajam Daren yang berada di gendongan Leya.

' Pakk! '

" Jangan melototinya!! "

Double kill. Tadi kena jitak sekarang kepala Alvin kena geplak Leya.

Leya pun pergi meninggalkan ruang tamu. Daren yang masih digendong pun menatap kebelakang sambil tersenyum mengejek ke arah keenam pemuda disana.

*

*

" Bagaimana? Apa kau sudah bisa melacak nya? " tanya Kakek Adam.

" Belum kek, setiap kali kita hampir menemukannya.. Titik lokasinya terus berpindah-pindah. " jawab Delon yang nampak frustasi.

" Ini sangat aneh. Dia hanya mengacaukan sistem kita dan memasukkan banyak virus hingga membuat kita kewalahan. Sebenarnya apa yang dia inginkan? Data kita bahkan tidak ada satu pun yang hilang. " jelas Diego.

" Sepertinya orang ini hanya bermain-main. " ucap Alvan.

" Bisa jadi, tapi kita harus tetap waspada. Kita tidak tau siapa dia dan apa tujuannya. " ujar Papa Randi.

*

*

Di suatu ruangan yang remang-remang, terlihat seseorang sedang berkutat di depan komputernya.

Jari-jari itu bergerak lincah diatas keyboard. Susunan kode dan tulisan rumit nampak memenuhi layar komputer di depannya.

" Find me! If you can. " Ucapnya sambil menyeringai licik.

*

*

*

*

*
_Bersambung_

A to BarBarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang