Fakta jika mereka mempunyai sebuah geng motor yang pasti di cap tidak baik oleh semua orang.

Keduanya berjalan melewati koridor sekolah yang jelas-jelas mengundang tatapan tajam dari para siswa.

"Anak baru punya nyali juga ternyata."

"Baru dua harian ini dateng udah bikin kacau gimana selanjutnya."

"Si cupu yang ga pantes sekolah di Kartika."

"Mentang-mentang banyak duit jadi bisa seenaknya."

"Beda banget sama Rey, padahal dia lebih kaya tapi ga sombong kaya si kembar."

Begitulah kiranya sindiran yang dilayangkan kepada Stefan dan Al. Mereka hanya diam tanpa membalas sepatah kata pun.

Stefan masuk ke kelas dengan papan yang bertuliskan XI MIPA 3. Disambut dengan lirikan sekilas oleh seisi kelas terkecuali Reynald. Dia tidak mengalihkan pandangannya terhadap Stefan.

Stefan yang menyadari hal tersebut langsung menghampirinya, "Kenapa?"

Reynald hanya tersenyum miring, "Nyogok lu?"

"Buat apa? Gua emang kaya tapi ga pake cara konyol kaya gitu."

"Shit. Gue dari ruang kepsek dan ketemu bokap lu, sat. Masih mau ngelak?"

"Wih keren, Rey." Rafa bertepuk tangan ria untuk sohibnya yang satu ini.

Rafa kembali menyindir dengan gaya, "Malu ga, Stef? Kalo gue jadi lu, mending pulang terus aduin ke bokap."

Sekelas hanya tertawa keras melihat raut wajah Stefan yang sepertinya sedang menahan emosi atau menahan malu.

"Maklumin aja, anak papi dia."

"Bener banget, yang apa-apa serba papinya."

Brakk

Stefan menggebrak meja dengan sangat keras. "Diem, anjing!" geram Stefan.

"Anjay, singanya marah." Rafa menyenggol lengan Reynald.

"Kalo lu lupa, gunanya mulut buat ngebacot bukan buat diem," tukas Reynald.

Stefan yang mendengar itu langsung berbalik badan dan menarik kerah baju Reynald.

"Gua ingetin. Sekali lagi lu ngomong kaya tadi, Safira gaakan selamat," peringat Stefan dengan penekanan.

Stefan melepaskan cengkraman pada kerah baju Reynald. Dia membawa tasnya kemudian meninggalkan kelas.

"Jantung aman ga, Rey. Di tatap cogan kaya Stefan," goda Rafa.

"Bego."

"Astagfirullah, Rey. Kata-kata lu menyakiti hati mungil gue anjing."

"Terus gue peduli?" jawab Reynald kembali mendudukkan dirinya.

"Unfriend." Rafa mengambil tasnya dan beralih ke tempat duduk milik Stefan yang kosong.

Reynald hanya menggelengkan kepalanya, "Kelakuan."

****

Bel istirahat telah berbunyi 2 menit yang lalu. Namun, semua penghuni kelas XI MIPA 1 masih setia di kursinya masing-masing lengkap dengan buku dan alat tulis. Benar, semuanya sedang mengerjakan ulangan harian matematika.

"Sekarang kumpulkan!" perintah pak Sugiono.

"Bentar pak, 3 menit lagi," tawar seorang siswi yang dikenal rajin.

"Tidak diperkenankan tawar-menawar. Cepat kumpulkan, atau tidak akan saya nilai."

"Bentar pak. Orang sabar disayang Bu Vivi," gurau Joko.

"Maksud kamu apa, Jok?"

"Ngapunten, Joko pak. Bukan jok motor apalagi bapak presiden Jokowi."

Semuanya hanya tertawa lepas melihat tingkah Joko yang semakin menjadi-jadi.

"Anjir. Bisaan bener, Joko," sela yang lainnya.

"Sudah 3 menit. Farrel, kamu bantu kumpulkan."

"Yang lain aja pak. Saya ada urusan." Farrel berlari keluar kelas tanpa memikirkan permintaan pak Sugiono tadi. Bukan apa-apa, Farrel sudah berjanji menemui Farasya di taman saat jam istirahat.

5 menit telah berlalu, Farasya masih menunggu kedatangan Farrel. Dia akan menunggunya sampai jam istirahat selesai.

"Farrel kemana ya?" gumam Farasya.

Dia melihat di sekelilingnya, namun nihil. Farrel tidak juga menemuinya. Apakah kali ini dia harus kembali ke kelasnya?

Saat Farasya hendak berdiri, namun ada tangan yang menutup matanya dari belakang. Dia Farrel.

"Farrel ya?" tebaknya.

"Siapa Farrel?"

"He's mine!" sorak Farasya.

Farrel menyingkirkan tangannya yang menutupi mata Farasya secara perlahan. "Tuhkan bener, apa aku bilang. Aku itu hafal banget Farrel, semua tentang kamu," jelasnya.

Mendengar itu, Farrel hanya menganggukkan kepalanya, "Iya, sayang."

Farasya mengacungkan dua jempolnya seraya tersenyum manis, "Good boy!"

"Maafin aku udah bikin kamu nunggu lama."

"Ngga papa, Farrel."

"Beneran, ga marah?"

"Iya beneran. Engga, Rel."

"Tadi ada cowok yang gangguin kamu ga?"

Farasya menggelengkan kepalanya, "Yang liatin aku aja gaada, Rel. Boro-boro digangguin." Farasya menjeda ucapannya, dia menunduk, "Semua orang tau, aku ini cupu."

"Ngga, Sya. You're so beautiful. Walaupun penampilan kamu di sekolah kaya gini. Kamu tetep aja cantik, lucu, dan gemesin."

"Boong."

"Buat apa bohong?"

"Cantikan aku apa Rahma?"

To be continued

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love Without Signal [ON GOING]Where stories live. Discover now