IKHLAS

30.6K 5.1K 19
                                    

Minggu, 24 Februari 2019.

Hari ini adalah sebuah hari yang spesial. Hari ini adalah hari di mana Dania berulang tahun. Hari ini juga merupakan hari ke-70 gadis itu dikurung di balik jeruji besi ruang tahanan.

Hari-hari Dania selama di penjara, kebanyakan dihabiskan untuk menangis dan bersedih. Sampai saat itu, belum juga ada pertolongan atau bukti yang dapat membebaskannya. Bahkan, tak pernah ada lagi orang yang mengunjunginya setelah kedatangan Althar waktu itu. Baik Bunda, Sri, pengurus Asrama Keputrian, atau Althar sekali-pun.

Hari itu, Dania masih di nobatkan sebagai seorang pembunuh dari seorang gadis bernama Luna, yang merupakan sahabat dari dirinya sendiri.

Tak ada yang mau mendekati Dania di lapas. Begitu-pun dengan teman satu penjara. Pembunuhan bukan sebuah kesalahan yang biasa dan wajar. Hal itu yang membuat para penghuni lapas tak mau mendekatinya. Walau sebenarnya pembunuhan Luna itu adalah sebuah fitnah.

~

"Hai, Dan! Selamat ulang tahun, ya! Ini aku bawain kue buat kamu. Makasih udah bikin aku ngerasain gimana rasanya dapet kejutan ulang tahun. Hari ini aku bakal bales kebaikan kamu itu, Dan. Nih, tiup lilinnya!"

Fiuuuh...
Dania meniupkan lilin.

Deg...
Mata terbuka lebar.

Mimpi bertemu dengan Luna lagi. Hari ini Luna datang di dalam mimpi dengan membawa sebuah kue cokelat, yang berbentuk sama persis dengan kue yang membunuhnya 2 bulan yang lalu.

Dania takut. Rasa bersalah terus menyelimuti hatinya. Walau sebenarnya tak ada kesalahan yang ia lakukan.

"Lun, maafin aku, Lun! Maafin aku..." setetes air mata terjatuh. Dan tak lama kemudian membentuk linangan yang mengalir.

Rasa sakit akan kematian Luna selalu menggenang selama tinggal di lapas. Kematian itu selalu menghantui hati dan pikiran Dania. Hidup 70 hari di penjara membuatnya sangat stress. Kesehatan mental gadis itu menurun drastis. Walau sudah sangat menurun setelah kepergian Veni dan keluarganya dulu—tepatnya setengah tahun yang lalu.

Dania menyandarkan kepala di tembok. Wajah Luna di dalam mimpi menghancurkan benteng kecil yang telah ia bangun untuk memperkuat diri. Tanpa disadari, jari-jari gadis itu perlahan mulai bergerak. Mencakar-cakar tembok tanpa memedulikan rasa sakit.

Gadis itu masih sangat kecewa dengan semesta. Hatinya belum bisa berprasangka baik akan kehendak Tuhan. Hijab-pun tak pernah terpasang kembali di kepalanya. Sholat yang ia lakukan tak pernah dikerjakan sungguh-sungguh.

1 jam mencakar-cakar tembok, darah mengalir dari sela-sela kuku Dania. Gadis itu sungguh mengalami stress tinggi. Rasa sakit pada jari-jarinya tak terasa sama sekali.

Seorang narapidana bernama Wina, yang satu ruang tahanan dengan Dania tak sengaja melihat kelakuan gadis itu. Wina buru-buru mendekati Dania. Menarik kasar tubuh gadis itu, menjauh dari tembok.

"Dek, kamu nggak boleh kaya gitu! Kita ini sama-sama menderita di sini. Kamu nggak boleh nyakitin diri sendiri!" Wina menatap prihatin. Napasnya tersengal-sengal menyaksikan kelakuan Dania.

Gadis yang ditarik Wina menggeleng. Tak peduli dengan apa yang Wina katakan. Dania memberontak, berjalan kembali mendekati tembok, mencakar-cakar lagi.

"DANIA!" Wina berteriak kencang. Menarik kencang gadis itu lagi.

"Istighfar, Dania, istighfar! Saya juga sama kaya kamu! Ngelakuin kesalahan sampe harus dipenjara kaya gini! Bahkan cuma kesalahan kecil, Dania! Hanya karena hal kecil! Saya juga sengsara, Dania, saya juga nggak mau di sini, saya juga stress! Tapi ketika saya ingat sama Tuhan, hati saya selalu damai, Dania! Seluruh rasa gelisah, hancur, sakit di dalam hati saya seketika hilang. Dan ketika saya ingat Tuhan, hati saya terasa begitu ikhlas, pasrah dengan apa-pun yang bakal terjadi sama diri saya setelah ini. Kamu harus inget sama Tuhanmu Dania, inget sama Allah!" Wina memeluk erat tubuh Dania. Berusaha menyadarkan.

Detik itu, Dania mulai tersadar. Ia terlalu berlarut dalam kesedihan. Kematian Luna membuatnya lupa akan sifat kebesaran dan keagungan Tuhan.

Jari yang tadinya mati rasa, dengan rasa sakit pada kukunya, seketika kembali lagi. Gadis itu sungguh merasakan sakit yang luar biasa. Ia dengan cepat melangkah mendekati jeruji besi. Menggedor-gedor sangat keras agar mendapat izin menuju kamar mandi.

Seorang penjaga lapas tak lama kemudian datang membukakan pintu. Dania langsung ditemani oleh penjaga lapas tersebut menuju toilet. Mencuci seluruh darah yang mengalir dari sela kuku-kukunya. Sangat amat perih.

Dania dikembalikan ke dalam ruang tahanan. Entah kenapa, hatinya terasa sangat berbeda. Sungguh merasa amat bersalah. Sebuah rasa bersalah dengan Tuhan.

Tak pernah ada sedikitpun rasa cinta kepada Tuhan di hati Dania semenjak dikurung di balik jeruji besi. Dan hari itu, di hari ulang tahunnya yang ke-18, rasa cinta itu tampaknya kembali. Usai mendengar nasihat Wina tadi.

• • •

"Ayo ke masjid, ayo!" Seorang penjaga lapas membangunkan dari balik pagar besi.

Meski melakukan kesalahan, narapidana yang beragama Islam dan yang sedang tak berhalangan, diwajibkan untuk pergi ke masjid lapas untuk melaksanakan sholat berjamaah.

Saat itu Dania sedang tak berhalangan. Gadis itu diwajibkan untuk sholat berjamaah di masjid lapas. Masjid di lapas hanya diisi oleh narapidana perempuan yang beragama Muslim dan para penjaga lapas wanita maupun laki-laki yang juga beragama Muslim.

Dania perlahan memasangkan mukena. Entah mengapa hatinya terasa begitu sejuk. Berbeda dengan 70 hari ke belakang. Sholat baru dimulai. Gadis itu mulai membaca niatnya, kemudian ikut melaksanakan sholat berjamaah. Hatinya terasa sangat ringan, ikhlas, tanpa rasa gelisah.

Pencerahan yang diberi oleh Wina tadi, sangat membuat Dania tersadar. Ia terlalu berlebihan dalam bersedih. Sampai terlupa bahwa yang ditangisinya itu juga kembali kepada Tuhannya sendiri.

Di tengah sholat, air mata kembali mengalir dari pelupuk mata gadis itu. Ia sungguh merasa bersalah dengan Tuhan. Gadis itu terus berdoa dalam sholatnya. Meminta ampun, dan meminta maaf.

"Allah, ampuni aku. Kuatkan aku dari segala ujian yang Engkau berikan. Aku hanyalah manusia biasa. Seorang makhluk lemah, yang jauh dari kata kuat. Letakkanlah rasa sabar yang besar di dalam hatiku. Aku pasrah ya Allah. Ku serahkan diriku ini kepada takdir yang sudah Engkau tetapkan. Jaga diriku ya Allah, jaga orang-orang yang ku sayangi, dan jaga orang-orang yang menyayangiku."

Usai melaksanakan sholat, Dania bangkit dan mengambil sebuah Al-Qur'an. Membaca lembar demi lembar hingga waktu di masjid lapas telah habis.

Seluruh narapidana dituntun kembali ke ruang tahanan. Gadis cantik itu membawa Al-Qur'an yang diambilnya tadi. Di balik jeruji besi, ia membuka kembali kitab sempurna itu. Membaca ayat demi ayat, sampai tak sadar air matanya kembali menetes.

Saat itu Dania mulai mengikhlaskan kepergian Luna. Perlahan luka dan rasa sakit yang menggenang selama ini mengurai bersama ayat-ayat Al-Qur'an yang ia lantunkan. Hatinya terasa sangat damai. Sangat amat damai.

"Dania!" Seorang penjaga lapas berteriak dari luar ruang tahanan.

Membuat Dania yang tengah khusyu membaca Al-Qur'an sedikit terkaget. Penjaga lapas itu berjalan mendekati pagar besi. Mengambil sebuah kunci, dan membuka pintu ruang tahanan.

"Sini ikut!" Penjaga lapas itu melambai.

Ada apa lagi ini? Dania sangat terkejut. Tubuhnya bergetar kecil. Perlahan beranjak, memasangkan hijab yang telah ia lepas 2 bulan yang lalu. Gadis itu kemudian berjalan mendekati penjaga lapas.

2 Polisi tampak berdiri di pintu masuk lapas. Dania lalu diserahkan kepada mereka. Tangannya diborgol ke belakang, kemudian dibawa masuk menuju mobil polisi.

• • •

Penasaran? Skuy lanjut❗️

LAUTAN DAN DENDAMNYA (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang