Twenty Nine : Pelukan Hangat

Mulai dari awal
                                    

Kak Adnan mengangkat alis tinggi. Walau berikutnya langsung mengerjap-ngerjapkan mata sambil berdehem menahan senyum yang ku tahu pasti senyuman jahil yang ingin tersungging.

"Yaudah cuma mau ngingetin. Besok jangan lupa temenin kakak ke acara makan malam reuni." Kata Kak Arga kali ini jelas membuatku hampir mencelatkan mata.

"He?? Besok banget? Bukannya masih minggu depan?" Aku beranjak bangkit, meraih ponsel mengecek kalender dan jadwal harianku.

"Kan tanggal 19 Sya... tuh kan pasti lupa deh." Kak Arga mendumel.

Aku mencibir kecil. Tapi melotot ikut terkejut begitu menemukan pengingat acara jadwal yang sudah kucantumkan sejak beberapa minggu yang lalu.

"Ini beneran besok malam? Gak bisa diundur lusa aja Kak?" Pintaku berharap.

Kak Adnan mendengus. "Yang bikin acaranya bukan Kakak. Lagian Kakak udah ngasih tau dari dua minggu lalu. Pokonya gak mau ada alasan gak bisa ya Sya." Kata Kak Adnan memperingati.

"Ada Mbak Luna?" Tanyaku ragu-ragu.

Kak Adnan mengernyit. "Ya ada lah Sya. Kan satu kampus satu angkatan juga. Kenapa sih? Takut ketemu Arga?" Tebak Kak Adnan membuat kepalaku tanpa sadar mengangguk.

"Eh a-anu maksudku... bentrok aja gitu. Malem ini dah cape besok malem ada acara juga." Kataku cepat mengelak.

Kak Adnan terkekeh. "Bukannya harusnya seneng ketemu Arga lagi?" Tanya Kak Adnan mengerling.

Aku mencibir. "Justru karena ketemu Arga lagi aku bingung." Ceplosku begitu saja.

"Loh... bingung kenapa? Ketemu aja kok bingung."

Aku mendecak. "Kak Adnan gak tau kan gimana dia kalau ketemu aku kaya itik ketemu induknya. Ngintil mulu kaya tuyul. Udah gitu aku tuh resah."

"Resah? Rindu sampai gelisah?"

"Bukan!" aku merenggut sebal. Walau Kak Adnan justru terbahak dengan puas.

"Terus? Resahnya karena apa?"

Aku melengos. "Ya karena deg-degan lah!!" Ceplosku tanpa berpikir.

Walau detik berikutnya mataku melotot lebar. Menepuk bibir kecil kemudian menoleh pada Kak Adnan yang mengulum bibir sambil menahan senyum manggut-manggut.

"Owalaaah jadi karena itu." Kak Arga kali ini tak lagi menahan tawanya yang meledak.

Aku merenggut kecil. "Ih tuh kan jangan ketawa."

"Enggak kok gak ketawa. Cuma lucu aja."

"Apanya yang lucu?!"

Kak Adnan mencubit pipiku. "Lucu ngelihat kamu seneng sama orang." Kata Kak Adnan membuatku melotot kemudian menepis tangannya kesal.

"Siapa yang seneng sama orang?!"

"Kamu lah. Emang Kakak diem-diem gak suka merhatiin kamu? Di depan Arga selalu sok galak gara-gara nutupin salting."

"Enggak tuh,"

"Kakak kenal kamu dari kecil ya Sya. Setiap kamu seneng sama sesuatu pasti kamu selalu ngelak di awal. Bilang enggak padahal iya. Ujung-ujungnya nyesel sendiri."

Kalimat Kak Adnan kali ini entah kenapa membuatku terdiam.

"Kamu ingat waktu kecil saat liburan sama Oma kamu nemuin dan seneng sama boneka kelinci tapi selalu gengsi saat ditanya? Ujung-ujungnya waktu Miya yang ambil, pulangnya kamu malah nangis minta dibeliin."

Aku mengatupkan bibir. Kali ini tak bisa mengelak mengingat kejadian sewaktu kecil saat Miya mengambil boneka kelinci putih yang diam-diam ku taksir tapi terlalu gengsi ku utarakan karena memiliki pita pink dilehernya.

"Emangnya........ aku gitu sama Arga?"

"Jelas. Semua orang bahkan bisa lihat." Kata Kak Adnan membuatku hanya bisa merenggut menggerutu.

"Sya." Aku mendongak, melihat Kak Adnan yang mendekat kemudian menunduk kecil mengusap puncak kepalaku lembut. "I know you so well, Kakak gak mau hal pilihan seperti kelinci ini terjadi sama keputusan besar dalam hidup kamu. Karena kakak juga tau Arga sedang dalam posisi sulit."

Alisku berkerut. Mencoba memahami kalimat terakhir Kak Adnan.

"Sulit?"

Kak Adnan mengangguk. "Kakak belum lama ini dengar soal Arga yang di jodohkan dengan Fira. Kabar ini memang belum resmi di publikasikan, tapi Kakak udah denger sendiri dari Gyuma. Kakak gak mau ada denger gosip bahwa adik Kakak bakal jadi orang ketiga dalam hubungan mereka." Jelas Kak Adnan membuatku terhenyak. Entah kenapa rasanya dadaku terasa seakan ditembak tepat.

Kak Adan tersenyum tipis melanjutkan.
"Kakak tau kamu gadis yang baik. Juga sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Tapi Kakak harap kalau hati kamu memang punya jawaban untuk Arga. Jangan buat dia ragu."

Aku mengerjap sayu, rasanya entah mengapa terenyuh begitu saja.

"Kenapa?" Tanyaku mencicit.

Kak Adnan tersenyum. "Kenapa? Karena yang kakak lihat Arga pria sejati. Yang mau berjuang demi perempuan yang disukainya. Yang serius dan siap mendatangi Pak Adimas dengan membawa mahar untuk perempuan yang dicintainya. Tapi kelihatan jelas....... dia juga sedang ragu."

Dadaku berdesir. Tapi timbul perasaan berdebar kecil yang terasa hangat dan menyenangkan.

"Ragu karena takut perempuan yang dicintainya gak akan merasa bahagia kalau dia melakukan hal itu. Dia ragu kalau saja perempuannya benar-benar menyukai seseorang lain atau mungkin membencinya, itu kenapa Arga masih bertahan. Berharap cemas apalagi dengan desakan yang datang dari keluarganya. Benar?"

Kali ini pertahananku luruh. Entah kenapa mataku mendadak menghangat begitu saja. Kalimat Kak Adnan membuatku benar-benar tersadar dengan posisi Arga. Berkali-kali Arga datang padaku menyatakan kejujuran dan perasaanya. Tapi berkali-kali pula Arga kuhindari karena hatiku yang meragu.

Kak Adnan tertawa kecil. Mengusap pipiku lembut kemudian mencubitnya membuatku merengek sebal.

"Gak papa... Kakak tau sejak kecil juga kamu selalu memikirkan orang lain. Kakak tau saat dihadapi pilihan kamu selalu mencoba melihat dari banyak kacamata orang. Tapi jangan lupa untuk kamu mikirin diri kamu sendiri, ya?" Kak Adnan tersenyum. Menarikku dalam pelukannya hangat kemudian mengusap kepalaku seperti sejak dulu.

"Apapun keputusan Ceisya, Kak Adnan akan selalu dukung. Jangan ragu. Kalau memang masih terus ragu, Ceisya punya Allah. Ceisya kan bisa berdoa dan minta untuk dikasih petunjuk." Lagi-lagi air mataku kembali menetes. Membalas dekapan Kak Adnan erat karena sejak lama aku menginginkan agar seseorang dapat memberikan jawaban seperti ini.

Memberikan dorongan serta kepercayaan penuh padaku. Juga mengingatkan kembali padaku mengenai jalan benar yang harus kutempuh.

"Kak Adnan percaya Ceisya sepenuhnya. Okay?"

Aku mengangguk. Memeluk dan bersandar pada tubuh Kak Adnan hingga tersengguk. Karena perlahan aku mulai tersadar, jawaban yang sejak awal ku sembunyikan kini terangkat keluar bagai kunang-kunang di gelapnya hutan malam.



~~♡~~




a/n:




UHUHUHU GAK DAPET ARGA AKU SIAP TAMPUNG KAK ADNAN HUHU AYO SHOLAT DULU SHOLAT....


Btw votenya jangan lupa atuh ulah sider wae...









Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang