DANIA

265K 20K 750
                                    

Allahuakbar...
Allahuakbar...
Suara kumandang azan terdengar merdu menjemput rembulan yang sudah saatnya bertukar jadwal dengan mentari. Masjid sederhana yang berdiri di pinggir pantai terlihat gagah menyurakan azan diiringi deru ombak yang ditiup angin.

Suara kumandang azan menyelinap masuk ke dalam rumah-rumah warga sekitar pantai. Beberapa orang mulai terbangun. Para kepala keluarga tampak sudah berjalan menuju masjid dengan seragam kopiah hitam dan baju koko putih. Para Ibu rumah tangga sudah bangun sedari tadi, sibuk berhadapan dengan alat dan bahan memasak.

Kumandang azan ikut menyelinap masuk ke sebuah rumah kayu sederhana yang berada di sudut desa. Seorang gadis usia 17 tahun yang tinggal di rumah itu ikut tersentak oleh merdunya kumandang azan. Gadis itu duduk, meluruskan kaki di atas ranjang rotannya, membiasakan mata, lantas kemudian bangkit meninggalkan kamar.

Langkahnya patah-patah, dia berjalan perlahan menuju sebuah sumur yang berada di belakang rumah. Gadis itu meraih ember penimba hitam yang sudah terlilit dengan tali penarik.

Wushh...
Ember penimba dicampakkan ke dalam sumur.
Gadis usia 17 tahun itu mulai menimba air hingga delapan kali. Air yang ditimba lantas dipindahkan ke dalam sebuah tong berwarna biru berukuran besar. Dengan tenaga yang baru terkumpul sedikit, dia mengangkat tong biru berukuran besar ke dalam sepetak kamar mandi kecil di dalam rumah.

Tangannya gesit mengambil sekain handuk yang tergantung di gantungan paku sisi tembok. 5 menit, 10 menit, tidak perlu waktu yang lama baginya untuk mandi dan bersih-bersih.

Air sumur pagi terasa dingin menusuk tubuh bak batu es yang baru mencair beberapa menit. Tubuh gadis 17 tahun bergetar dahsyat disambut alun angin pagi yang menyelinap masuk ke sela-sela dinding rumahnya yang banyak bolong. Dia segera memasuki kamar, tangannya masih mengepal menahan dingin.

2 pasang kain mukena berwarna hijau tua dia ambil dari atas lemari kayu sebelah ranjang rotan. Segera gadis usia 17 tahun itu memakainya tanpa banyak mengoceh, lantas mengangkat tangan, pergi sekejap menemui Sang Pencipta semesta alam. Peduli apa dia soal dunia yang begitu tidak adil terutama kepada dirinya sendiri? Selagi manusia punya iman, tak mungkin ada yang berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil. Demikian yang tertanam begitu jauh dalam nurani sang gadis 17 tahun.

Usai subuh dilaksanakan, gadis itu buru-buru meraih tas sekolahnya yang tersandar di sudut kamar. Dia mengeluarkan 3 buku dari dalam tas, lantas beranjak pindah ke ranjang rotan. Masih dengan mukena hijau tadi, dia mulai membuka lembar demi lembar 3 buku yang telah diambil.

Waktu menunjukkan pukul 05:00 WITA.
Ini adalah rentan jam yang paling ampuh bagi orang-orang yang mengerti. Waktu paling mahsyur untuk meresap apa-apa yang diucap, apa-apa yang dilihat, apa-apa yang didengar, dan apa-apa yang dipikirkan. Mungkin gadis usia 17 tahun itu adalah salah satu di antara orang-orang yang mengerti. Tapi entahlah, bisa jadi ini hanya kebetulan.

Teng...
Pukul 06:00 WITA. Jam hiasan antik dari kayu jati yang berdiri rapuh di depan kamar gadis usia 17 tahun berbunyi nyaring. Itu alarm yang otomatis berbunyi setiap jarum panjang menyentuh angka 12.

Gadis usia 17 tahun mulai menutup satu persatu buku pelajaran yang sedari tadi dia baca, menumpuk ketiganya menjadi satu. Tampak tertera sebuah nama di bagian sampul salah satu buku tersebut, "ZAHRA DANIA AVILIANA".

Itulah nama si gadis usia 17 tahun, Dania. Gadis itu menatap tegas namanya yang tertulis di salah satu sampul buku-buku tadi. Ia bergumam di dalam hati, "Oh, Dania, sungguh aku akan membawamu kepada kemenangan Jum'at nanti!"

•••

LAUTAN DAN DENDAMNYA (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang