.43 (Epilog)

179 30 54
                                    

Dua hari kemudian

Lorong bertembok putih bersih. Diterangi cahaya matahari terik. Lima puluh murid dalam lorong duduk berjejer, sebagian melamun, sebagian saling berpelukan dengan teman masing-masing, gembira mereka masih dapat hidup bersama sampai saat ini.

Pengalaman ini akan menjadi pengalaman yang mereka akan ingat selama umur hidup mereka. Pengalaman yang berbahaya, aneh, mematikan, dan menyenangkan. Semuanya nyata.

Elo, ditengah lorong, berjalan pelan dengan pincang. Tubuhnya penuh perban di berbagai bagian. Tetapi ia senang, melihat murid-murid yang lain pun bahagia. Mereka selamat sentosa dari perjuangan sadis.

Elo menoleh ke Jon. Jon duduk melamun, menoleh Elo. Ia tersenyum kecil. Elo balas senyum.

Elo melangkah pelan lagi. Ia memandang puluhan murid bersantai bercanda ria.

Ia menoleh ke Mandan. Mandan duduk sendiri, merenung muram. Tiada yang menemaninya. Bercampur rasa kangen dan benci, ia membayangkan Reven yang seharusnya selalu disampingnya.

Elo menoleh, mendengar suara isak tangisan. Deedee, duduk diseberang Mandan, masih merenung sedih akan teman-temannya yang gugur. Sudah tidak ada waktu untuk dihabiskan bersama, karena mereka sudah tiada.

Elo menghembus napas, perlahan menghampiri Deedee. Ia duduk disebelahnya, menatap Deedee iba. Ia pun menaruh tangannya di pundak Deedee, menenangkannya.

Deedee mengusap air matanya. Mereka sudah bahagia diatas sana. Tidak apa-apa.

Elo menoleh, menatap Farrel yang diam berdiri di perempatan lorong, menatapnya juga, merenung.

Dari awal, Farrel hanya ingin mengetahui rahasia butterfly knife Elo. Itu saja. Tetapi ternyata rahasia itu malah membawanya ke pertarungan-pertarungan membahayakan nyawa. Kebenaran yang ia tak tahu ia tak bisa tanggung. Seharusnya dirinya yang dulu tak pernah mengungkap rahasia itu.

Farrel membuang muka, berjalan pergi. Elo pun bersenyum datar.

"Hei."

Elo menoleh ke arah berlawanan. Fernando menyapa, dengan Alex, Francind, dan Yezak dibelakangnya.

"Gw tau ini ucapan agak aneh, tapi ya... makasih udah mau kita bantuin lu buat lawan IndoProtect sama Bugjang."

"Sama juga bro. Makasih." timpal Francind juga.

"Oh. Nggak. Justru gw yang makasih." balas Elo mengangguk.

"Ah ok. Sama-sama. Seru juga kok ngebantu perang begini bareng kalian."

"Oh..."

"Emmm, gw pengen ke ruang sana dulu ya, buat ngambil barang gw dulu. Dada bro."

"Barang... barang apa?"

"Oh, lu belom tau? Barang itu... barang punya lu yang masih ada di villa. Polisi udah bantu ngebalikin semua barangnya ke ruang sana kok. Gw duluan ya."

Francind, Fernando, Yezak, dan Alex pun melangkah pergi, menuju ruangan tepat di depan perempatan lorong, searah lurus dengan lorong yang ditempati Elo. Pintu putih ruang itu dibuka, para murid pun mulai menghampiri berkerumun.

Tunggu. Elo melupakan sesuatu untuk dikatakan.

"Eh Alex, Alex!"

Alex menoleh sendiri, "Iya napa?"

"Waktu lu nyuntik Noa dari belakang waktu Noa ngabisin gw... mantap bro. Makasih."

"Ah ya. Itu cuma kepikiran aja.  Sama-sama."

Elo balas mengangguk. Alex pun kembali mengikuti Francind, Fernando, dan Yezak.

Elo pun penasaran. Barang-barang yang ia tinggalkan di villa ya...

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now