.38

45 19 12
                                    

Francind berubah menjadi seekor elang, mencabik para prajurit dengan kedua kakinya. Para prajurit terus berusaha menembaki Francind yang terus berubah-ubah wujud binatangnya, tetapi tidak ada hasil. Francind membantai mereka.

"Bro noob semua lu pada. Nyerangnya lebih bagus lagi dong! Gw bosen nih..." ujar Francind menguap dalam wujud elangnya.

Francind mengerutkan dahi. Alex dan Farrel di kejauhan, keluar dari lorong menuju lapangan peperangan itu. Francind bergegas membalikkan arah, menuju mereka. Para prajurit tak dapat mengejar elang Francind, tertinggal jauh.

"Yo Alex?? Farrel??" teriak Francind memanggil.

Alex menoleh, sesambil menggenggam sebuah suntikan. "Itu dia Francind!"

Francind santai berubah kembali menjadi wujud manusianya. "Dih kibab, lu pada gimana caranya kesini? Kalian kan ga ketangkep Bugjang-"

"Yang lain mana?"

"Yang lain? Gatau sih, kayaknya mereka lagi nyerang prajurit lain juga disana-"

"Suruh mereka berhenti. Kita harus keluar dari sini, sekarang." ujar Farrel serius, melangkah pergi.

Francind tertinggal bingung. "Maksud?"

"Mereka bisa kalah. Mereka bisa mati."

"Pfftt- ahahah bro, daritadi gw habisin para prajurit ez banget-"

"Oh coba bilang itu ke Azra sama Javin, yang dibunuh sama satu prajurit doang!"

Francind terdiam. Ia tersadar, situasi ini sudah menjadi serius.

"Mereka dimana, Francind?" tanya Alex kembali, "Kita harus peringatin mereka."

"A- Azra sama Javin mati?"

"Iya! Pas di depan gw, gw liat!"

"Gimana caranya?!"

Alex menatap Farrel. Ini memang sulit dipercaya. Seorang prajurit biasa membunuh dua mutan? Farrel balas menatap Alex pula.

"Dia terlalu jago. Pokoknya- kita harus kesana cepet!!"


Dua lembar kartu terbaring di dasar puing. Noa berusaha bangkit berdiri, melepas satu kartu yang menusuk di kakinya.

Regina mulai menyerang, melempar kartu-kartu reminya. Noa dengan lincah berusaha menyingkir. Regina pun melaju dengan kartu-kartu di tangannya, hendak melempar lagi, tetapi Noa langsung menggenggam erat tangan Regina, hendak memelintirnya. Regina panik menyayat Noa dengan kartu di tangannya yang lain. Noa terkejut melepas genggamannya.

Regina mengayunkan tangannya hendak melempar lagi, Noa langsung memblokir ayunan tangannya sebelum kartu-kartu itu terlempar. Noa pun menendang Regina kencang. Regina terpukul mundur, jatuh.

Regina panik. Serangan kartu-kartu saja tidak cukup. Ia menoleh, mengulurkan tangannya ke dalam kantong celananya yang ber-ruang tak terhingga itu. Suatu barang, apa saja, pasti ada...

Noa menendang Regina lagi, Regina terpental terguling. Regina bergegas melepas uluran tangannya, muncul asap mengepul dari kantong Regina itu. Kepulan asap itu dengan cepat menyelimuti Regina, menyebar ke Noa...

Noa mengibas-kibaskan tangannya. Asap kental. Ia tak bisa melihat apa-apa. Noa menyeringai, ini sebuah cara yang cukup licik.

Sunyi.

Regina menyerang tiba-tiba. Ia membentangkan sebuah tali tipis, melayang cepat ke hadapan Noa. 

Noa terkejut menoleh, mengangkat tangannya hendak menghentikan laju tali, tetapi ujung kedua tali yang panjang itu mulai membengkok, mengikat leher Noa dengan tangannya yang tersangkut tertempel ke lehernya. Dengan cepat tali itu melingkar terikat kencang bersimpul mati dengan sendirinya, dengan satu tali tersisa memanjang ke belakang.

Regina, di belakang ujung tali, menarik tali itu mengeratkan cekekan. Noa berusaha melawan dengan tangannya, tetapi cekekan dari seluruh arah melingkari lehernya. Napasnya mulai menipis.

Regina terus menarik tali itu. Noa terus berusaha melawan, tetapi percuma. Semakin lama tarikan Regina semakin kuat, Regina tak mau prajurit tangguh itu membahayakan dirinya dan teman-temannya lagi.

Noa panik. Ia pun melangkah mundur mengikuti arah tarikan. Regina terkejut, bergegas mundur pula. Terlambat, Noa melompat di hadapan Regina, ia salto ke belakang, hendak menghantam kepala Regina dengan kakinya. Regina menghindar di detik terakhir, membiarkan Noa menghantam kepalanya sendiri pada permukaan puing.

Noa mengerang kesakitan. Sial.

Regina hendak menarik talinya lagi, tetapi Noa bergegas menarik balik tali itu sebelum tarikan terlalu kuat, menghantam kepala Regina selagi Regina tertarik.

Mereka berdua terjatuh. Noa menarik napas panjang, berusaha bangkit berdiri. Pertarungan ini sudah melelahkan.

Regina bergegas beranjak berdiri dengan kepalanya yang terhantam pusing, berusaha menarik tali itu lagi. Noa geram, menarik talinya berlawanan dengan Regina tertarik, ia pun memukul kepala Regina sekali lagi.

Regina terjatuh lagi, mengeluh sakit. Noa berusaha keras melayangkan tendangan, Regina panik spontan mengangkat tangannya menahan tendangan. Noa mendorongnya lebih kuat. Regina panik, spontan mengelus tali yang melingkari Noa itu.

Noa mengernyit. Tekstur tali berubah, lebih halus. Ia menatap tali di sekitar lehernya. Tali itu sudah tiada. Malah seekor ular yang sedang mengitari lehernya itu.

Noa terkejut, melepas dorongan sikunya. Gerakan yang tak disangka. Ia panik berusaha menarik ular itu agar lepas dari lehernya, tetapi ular itu pun mulai mengerat cekekannya. Noa mengerang, menarik sekuat mungkin ular itu dengan kedua tangannya.

Regina menarik napas lega, akhirnya. Ia menatap Noa, membiarkan ular itu mengurusi Noa. Dirinya ingin berdiam istirahat sebentar. Ia nyaris kalah.

Ular itu terlepas Noa. Noa geram melempar ular itu jauh.

Regina menoleh. Sial. Noa berlari menujunya.

Suara bising memekikkan udara. Noa menggeram sakit, terjatuh.

Regina terkejut, menoleh. Suara bising itu hanya menyakitkan pada Noa, tidak padanya.

Deedee, dari kejauhan, berlari datang, terus mengangkat tangannya pada Noa.

Elo memandang pertarungan itu. Elo berusaha bangkit berdiri lagi, tetapi dirinya sudah tak sanggup. Ia hanya bisa terbaring, menatap Noa sebentar lagi dapat dikalahkan Regina dan Deedee.

Deedee menghentikan suara bising itu. Noa mengedip-kedipkan matanya, membuka telinganya perlahan. Suara bising itu benar-benar menyakitinya.

DOR! DOR! DOR!

Perut Noa pun ditembak dari kejauhan. Ia semakin menggeram kesakitan.

Regina menoleh ke belakang arah tembakan. Nil dengan Mandan yang terluka berjalan pincang, terus berusaha menembaki Noa. Noa berguling ke balik turunan landai.

Di balik Mandan dan Nil, Steven, Justin, dan Jon pun ikut berjalan bersama mereka. Mereka semua, telah datang, saling berkumpul.

Regina menghela napas lega. Dirinya tak sendirian sekarang.

Deedee berhenti mengeluarkan suara bising itu, menaruh kembali tangannya. Ia menghela napas lega.

"Dia udah mati belom tuh?" tanya Nil tak yakin.

"Lu coba cek sana..." balas Mandan lelah.

"Dih masa gw."

"Gw abis ketembak tadi, lu lah!"

Steven, tanpa berkata-kata, melangkah maju melewati Mandan dan Nil yang sedang berbincang itu. Ia memandang ke balik bidang puing-puing yang menurun itu, Noa masih terbaring disana, berusaha keras menaikkan tubuhnya ingin berdiri kembali. Tetapi tenaganya sudah terlalu banyak terkuras. 

Ia malah terjatuh terbaring kembali, tetapi ia terus berusaha bangkit. Napasnya tak teratur, ia berusaha pula menatap Steven, tidak ingin menyerah, walau ia tahu dirinya tak sekuat mereka.

Regina, Nil, Mandan, Justin, dan Jon, berjalan mendekati Steven, menatap Noa, terbaring tak bergerak.

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now