.37

42 19 17
                                    

Ruang laboratorium keenam. Kosong. Remang-remang.

Einer menyelip masuk dari celah pintu sempit, menatap botol-botol suntikan obat miliknya, tertata rapi diatas meja. Yes. Akhirnya kabar baik untuknya. Ia melangkah masuk.


Steven, Justin, dan Jon berlari menuju Noa. Noa pun walau satu tangannya tak bisa digunakan, ia juga ikut berlari menuju mereka. Lah, Noa gila?

Justin pun menyemburkan batu dari mulutnya, Noa menunduk menghindar, tak disangka mendorong perut Justin sampai mereka berdua terjatuh.

Steven dan Jon terkejut membalikkan badan mereka. Jon bergegas hendak menyerang dengan melaju menyeretkan kedua kakinya seakan berjalan di atas es licin menuju Noa, Noa spontan menendang Jon dengan kencang sampai ia mundur jauh.

Justin bergegas mengambil satu batu lagi, tetapi Noa melihatnya dan menyikut keras lengan Justin. Steven menggeram berlari maju ke Noa dengan kepalannya, Noa terbelalak. Tonjokan Steven memang begitu kuat sampai bisa menghancurkan tubuhnya.

Steven melompat. Noa mendapat akal, dengan sigap ia menggenggam lengan Steven tanpa Steven sempat memblokir gerakan tangan Noa, Noa langsung menendang lengan Steven yang digenggam itu. Steven mundur mendaratkan kedua kakinya. Tanpa sempat Steven mengepal lagi, Noa langsung kembali menendang Steven bertubi-tubi. Akhirnya pun Steven jatuh lemah.

Justin panik. Ia menatap sekitar, sebuah tongkat besi di dekatnya. Ia bergegas mengambil tongkat itu dengan satu tangannya yang lain.

Noa menoleh. Justin semakin panik bergegas bangkit berdiri, memasukkan ujung tongkat ke mulutnya. Noa langsung mendorong tongkat itu ke Justin, menyulitkan Justin yang harus menahan tongkat itu masuk tertelan hanya dengan gigitannya. Noa terus mendorong, Justin melangkah mundur.

Tak bisa. Ini terlalu sulit. Ia harus menyemburkan tongkat itu, sekarang.

Justin menatap Jon di belakang Noa sudah bangkit berdiri, siap menyerang Noa. Mereka bisa menyerang di saat bersamaan.

Satu, dua, tiga!

Justin menyemburkan tongkat itu sekencang mungkin, tetapi Noa reflek menghindar. Tongkat itu malah melesat menghantam Jon di belakangnya telak di kepala, dengan tongkat itu berhasil Noa genggam kembali. Ia langsung mengayunkan tongkat itu menghantam Justin.

Justin dan Jon jatuh terbaring. Mereka kalah.

Apa?

Elo mengerutkan dahi. Apa gila? Apa Noa baru saja dibantu Tuhan sendiri? Dengan ia melawan teman-temannya begitu cepat dan kencang, bagaimana mereka bisa melawannya? Lebih parah, kenapa mereka tidak bisa melawannya?

Prajurit ini benar-benar berlatih dengan baik. Prajurit ini benar-benar lincah. Elo dan teman-temannya hanya mengandalkan kekuatan super mereka dan refleknya, tetapi mereka tak punya strategi dalam menyerang itu sendiri. Sementara Noa sudah handal dalam melawan musuh dengan tangan kosong, bahkan handal mengatasi orang-orang seperti dirinya ini.

Oh tidak. Noa mengangkat tongkat itu tinggi-tinggi, hendak menghabisi Justin yang kesadarannya sedang lemah.

Elo menarik kembali butterfly knifenya, tetapi kali ini dengan tangan kiri. Sial. Ia tidak pernah melawan orang dengan tangan kiri. Tetapi tangan kanannya masih sakit akibat tendangan Noa. Ia tak berani melemparkan butterfly knifenya. Ia berlari, menuju Noa.

Noa menoleh. Ia mendengar langkah-langkah Elo. Elo tak peduli. 

Noa melempar tongkat besi itu ke Elo, Elo membelahnya dengan mudah. Tetapi tidak disangka, Noa menendang kembali genggaman Elo, memutarkan badannya menendang kepala Elo telak.

Butterfly KnifeWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu