.34

53 22 26
                                    

Berliter-liter cairan mengalir ke permukaan yang landai, mengalir seperti sungai. Banyak bangunan berhasil berubah menjadi cair mengaliri sekitar, hanya sedikit puing yang masih padat.

"Anjing anjing anjing.... lu gepapa lu gepapa kan?" ujar Elo cemas menghampiri. Ia mencermati seluruh tubuh Nicholas. Nicholas menatapnya sakit.

Oh tidak. Luka perut bolong, menembus dari depan sampai belakang. Darah mulai mengalir kencang dari luka itu.

"Lu... lu ketusuk apaan?!"

Sebuah gumpalan cairan terbentuk disamping Nicholas. Memadat, menjadi sebuah tongkat besi bangunan. Sial. Itu pasti tongkat besi terlepas dari rangka bangunan batu yang terjatuh.

"I- itu??"

Nicholas mengangguk. "Gw ga- gw ga sempet ubah tongkatnya.... jadi cair..."

"Ok ok tenang. Lu liat Mandan sama Reven dimana??"

"Aduh aduh aduh..." Nicholas merintih kesakitan. Darah bersimbah semakin banyak.

"Tahan tahan tahan dulu bos." Elo membantu menekan luka itu. Darah tetap terus mengalir keluar, malah semakin banyak.

"Serang Einer... sekarang... serang..."

"Gw- lu ketemu Einer?! Dimana dimana dimana?"

Nicholas melempar tatapan. Elo menoleh, Einer jauh disana, diam mematung mematuhi pikiran Nicholas.

Nicholas merintih kesakitan. Darah berhenti mengalir keluar. Di saat yang sama, Einer pun menggeleng-geleng kepala menyadarkan diri, dapat bergerak kembali. Einer terlepas dari kontrol Nicholas.

Nicholas mengerang lebih kencang. Darah dari dalam luka kembali bersimbah keluar. Di saat yang sama, Einer pun kembali terpatung, tak bergerak sama sekali. Nicholas kembali mengontrol pikiran Einer.

"Eh anjir... stop stop stop... darah dari dalem tubuh lu ntar abis..." ujar Elo cemas berusaha mendorong luka Nicholas.

"Udah cepet... serang Einer sekarang..."

Elo menatap Nicholas yang tetap bersikeras. Nicholas tak akan berhenti. Ia akan terus mengontrol pikiran Einer, sampai titik darah penghabisan.

"Kenain kepalanya..." lanjut Nicholas lemas.

Elo pun menatap Einer. Ia melemaskan genggamannya. Butterfly knifenya mengayun pelan. Ia bangkit berdiri.

"Hei... Elo! Elo!" panggil Eleora dari kejauhan, berhenti berlari tersengal-engal. "Haduh... bentar... capek gw... tapi... eh Nicholas kenapa?"

Elo menyampingkan tatapannya ke Eleora, kembali memandang Einer. Kesempatan langka. Ia siap mengangkat lengannya. 

"Astaga cuk si Nicholas berdarah banyak... lu ga kasih Nicholas apa gitu buat sembuh? Lu lagi ngapain nih?" tanya Eleora bingung. Ia ingin membantu, tetapi apa yang kekuatan supernya bisa lakukan? Nicholas pun menatap Eleora, dalam hati berdoa memohon agar Eleora tidak mengacau.

Elo menggigit bibirnya. Semoga bacotan Eleora tidak menganggu lemparannya. Eleora tidak membantu sama sekali. Elo menghiraukan Eleora, melangkah maju.

Eleora terkejut. Elo tetap mengabaikannya. Semua murid tetap mengabaikannya. Setelah semua kekuatan super yang ia punya, ia tetap tidak dianggap. 

Tetapi tidak akan lagi. Sudah cukup. "Kalo lu ga mau liat, nih lu rasain!!"

Eleora berlari mendorong Elo dengan kobaran api di tangannya. Elo tak sempat melempar, terdorong jatuh dengan baju di punggungnya berapi-api.

Nicholas terbelalak. Permohonannya tak terkabulkan. Tetapi ia tetap tak berhenti mengontrol pikiran Einer.

"Aduh kenapa hah-" Elo benar-benar bingung sampai kehabisan kata. Tidak ada waktu untuk berdebat. Ia dengan cepat mengibaskan punggungnya sekali dengan butterfly knifenya, berusaha bangkit berdiri-

Butterfly KnifeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt