.16

64 36 25
                                    

"Wh- wh- what happened??" tanya Steven masih panik. Regina menatap khawatir.

"Ehm..." Elo pula terdiam. "Lu baik-baik aja?"

"Ya, ya. Tadi itu apaan?! Gw pingsan??"

"Ok, tenang bro, tenang."

"Alright. Alright." Steven menghela napas panjang. Ia berusaha menenangkan diri. "Ok. I'm fine."

"Ugghh dari tadi pagi sampe siang ini gw cari-cari lu, akhirnya ketemu lu juga."

"Da- dari tadi pagi?! Lah... kok-"

Pintu toilet dibuka. Elo, Steven, dan Regina kaget bukan main, langsung beranjak berdiri. Ada orang hendak masuk.

Dua pria beraut garang itupun masuk, menatap mereka bertiga. 

Elo mengenal wajah mereka. Dua anak buah Einer tadi, yang berburu mengejarnya dari lapangan. "Oh shi-"

Kedua pria itu langsung mengeluarkan silencer mereka masing-masing, menembaki Elo. Elo panik, spontan menarik butterfly knifenya dari saku layaknya magnet, menangkis tiap tembakan pistol silencer.

Regina sebentar berteriak histeris, langsung menunduk masuk ke dalam ruang WC. Begitu pula dengan Steven, menunduk di sisi ruang WC seberang.

Kedua pria itu menghentikan tembakan, geram tembakan tak melukai Elo sedikitpun. Mereka melempar pistol mereka sembarang, mengeluarkan pisau kecil tajam dari sakunya.

Mereka tak segan-segan merangsek maju. Elo spontan membelah pisau kecil seorang, menendangnya jauh. Seorang lagi maju mengayunkan pisaunya. Elo spontan menahan tangan orang itu, menggores bahunya, membuat orang itu terpukul mundur.

Elo terheran-heran dengan kemampuan dirinya. Ia sendiri saja tak pernah berlatih apa-apa untuk bertarung. Tapi refleksnya sudah jauh mendahului kemampuannya.

Mereka tak berhenti, kembali menyerang Elo. Elo spontan menggores seluruh depan tubuh seorang dari bawah, membuatnya berlari lepas tersandar ke tembok.

Seorang lagi menggenggam tangan Elo, memukul kepala Elo. Elo mundur beberapa langkah, anak buah itu melontarkan pukulan.

Elo dengan mudah menggores kepalan tangan itu. Pria itu memukul lagi, lagi, dan lagi, dan Elo terus menyayat tangannya sesambil menghindar.

Pria itu tak putus asa. Kali ini ia mengeluarkan pukulan lebih panjang.

Elo dengan cepat menghindar, menendang anak buah sampai terdorong. Anak buah itu terdorong mundur sampai terpentok tembok luar ruang WC.

Tanpa ragu Elo melempar butterfly knifenya ke anak buah itu. Anak buah itu merespon cepat, menghindar langsung.

Lemparan butterfly knife Elo melesat menembus tembok ruang WC, bahkan menembus membolongi tembok ruang toilet, bahkan terus melesat membolong tembok villa, terus melesat ke luar taman. Butterfly knife Elo masih melesat kencang sampai menghancurkan pagar villa, bahkan rumah-rumah pedesaan diluarnya.

Elo terbelalak. Tembok villa benar-benar bolong. Tembok ruang WC hancur. Betapa banyaknya bangunan yang bisa dihancurkan butterfly knife sekecil itu. Butterfly knifenya benar-benar bisa membelah apapun.

Tanpa disadari anak buah melaju, mencekek leher Elo erat-erat. Elo terkejut, panik mengangkat tangannya, berharap butterfly knifenya tertarik ke genggamannya seperti sebelum-sebelumnya.

Pria itu mementok Elo di tembok toilet. Elo terus dicekek, satu tangan anak buah itu bersiap menonjok.

Sesaat butterfly knife melesat secepat peluru datang ke genggaman Elo.

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now