.42

61 20 16
                                    

Einer gelisah. Steven tak berhenti sama sekali. 

Ia memunculkan satu gumpalan raksasa dari tanah lagi dengan tangan satunya, menggabungkannya dengan gumpalan pertama yang melesat cepat. Semprotan gumpalan raksasa coklat itu menjadi lebih besar lagi, dan tak ada habis-habisnya keluar dari dalam tanah. Tanah terus Einer kuras ubah menjadi cair, seberapa besarpun yang diperlukan agar mereka kalah.

Steven terhenti dihantam semprotan cairan yang lebih besar. Ia perlahan melangkah maju kembali, perlahan pun ia kembali berlari.

"Maju Steven maju!" ucap Elo pun ikut berlari di balik Steven. Steven berteriak berlari lebih kencang.

Elo dan Steven sudah dekat. Einer panik. Ia butuh serangan baru.

Einer pun menghentikan semprotan raksasa itu, mencairkan permukaan tanah tepat di depan langkah Steven. Steven kaget terjatuh ke dalam tanah yang cair. Tetapi Einer semakin panik menatap Elo di belakang Steven. Ia tak menyangkanya. 

Elo lompat, mengayunkan butterfly knifenya. Tetapi Einer dengan cepat mencengkram tangan Elo dengan tangannya yang memanjang lengket mencair, melempar Elo jauh.

Steven yang hanya menyisakan kepalanya diatas permukaan tanah, menghancurkan seluruh tanah yang memadat menguburinya. Ia menggeram berlari ke Einer. Einer panik, menjatuhkan Steven lagi dengan tanah mencair di bawah kedua kakinya.

Einer pun menoleh ke Elo, Elo tepat di hadapannya. Einer panik spontan memanjangkan tangannya lagi, tetapi Elo membelah tangannya lagi. Elo berlutut menyeretkan diri, mengayunkan tangannya ke kepala Einer. Einer spontan menyingkir dengan tubuhnya menjadi fleksibel dan sedikit cair, tetapi pipinya tetap tersayat. 

Einer semakin jengkel, ia memanjangkan tangannya yang lain mencengkram kakinya, mengjunkirbalikkan Elo yang tak sempat berdiri tegap. Wajah Elo pun telak menghantam tanah. 

Steven geram menghancurkan tanah yang menguburinya lagi, memukul tanah di hadapannya. Tanah pun bergetar hebat, lebih lagi getarannya mengarah ke tanah dibawah kaki Einer. Einer pun terhempas terikut getaran tonjokkan, tanah pun roboh melebar semakin jauh.

BRRUUMMM...

Steven pun memukul tanah dibawahnya sendiri, ia pun terhempas tinggi ke udara. Steven berteriak, menyiapkan kepalannya untuk Einer.

Einer menahan hempasannya dengan mencengkram kedua pohon di samping kanan kirinya dengan tangannya yang memanjang. Ia pun memijakkan kedua kaki di atas tanah, merobohkan kedua pohon lalu melemparnya ke arah Steven.

Steven tak takut menghancurkan pohon pertama sampai hancur lebur, begitu pula dengna pohon kedua. Ia mulai melambung ke bawah, menuju Einer.

Einer panik, memanjangkan tangannya lagi mencengkram kaki Steven. Ia langsung mengayunkan Steven berputar mengelilingi Einer, menghantamkan Steven ke pohon-pohon. Steven terkejut, tetap menghancurkan tiap pohon yang ada ke arahnya. Einer terus menerus memutar-mutarkan Steven.

Napas Elo mulai kasar. Ia bangkit berdiri kembali, berlari menuju Einer. Elo kencang memanggil Einer, hendak mengayunkan butterfly knifenya. Einer harus kalah.

Einer menoleh, melepas putarannya terhadap Steven. Steven lepas terlempar, melesat menuju Elo...

BRAK!

Steven menghantam Elo. Mereka berdua terguling jatuh.

Steven bergegas berdiri, sementara Elo sulit untuk menahan ruamnya saja. Elo tak bisa berdiri.

"Hey get up bro. Einer masih disana." ujar Steven mengangkat tubuh Elo. Elo pun bergegas berusaha memijakkan kedua kakinya. Ia pun berdiri, dengan sandaran Steven.

Butterfly KnifeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz