.27

57 26 34
                                    

Eleora mengernyit, berjalan keluar dari gang sempit yang gelap itu. Menatap semua orang panik berlari ke arah yang berlawanan dengan dirinya, di jalan raya. Semua pengendara meninggalkan mobil-mobilnya masing-masing.

Ia memandang di ujung jalan. Jauh disana, sebuah pertigaan. Suara dentum-dentum sampai terdengar ke dirinya.

Segelintir orang menyahut untuk mereka semua untuk berlari. Di ujung jalan, orang-orang berkekuatan super.

Eleora yakin. Elo dan teman-temannya, mereka disana.

Eleora pun berjalan, melawan arus orang-orang berlari panik. Menuju peperangan. Ia akan menunjukkan kekuatannya.

Mobil-mobil dalam lajur tol melaju cepat. Einer memandang, betapa menegangkannya hanya melihat mobil-mobil melaju begitu kencang.

Sebuah helipkopter datang mendekati jembatan. Einer menoleh ke belakang. Jemputannya sudah datang.

Einer memandang pertarungan depan bawah jembatan. Para anak buahnya, berjuang mati-matian, dikalahkan semudah itu oleh para murid. Obatnya benar-benar manjur.

Reven bersama sopir itu bersiap mengangkat Mandan, Regina, dan Deedee lebih tinggi lagi. Bersiap untuk masuk ke helipkopter. 

Gerak-gerik Reven tergesa-gesa. Ini pengalaman pertamanya mengalami semua hal itu.

Belum pula helipkopter mendekat dengan tepat, suara tancap mobil mendaki menolehkan mereka. Fernando di kursi depan, terus meyakinkan diri melajukan mobil lebih cepat.

Einer, Reven, dan sopir tadi bergegas menuju helipkopter terburu-buru. Salah seorang anak buah dari dalam helipkopter menatap keluar, menodongkan senjatanya ke mobil itu. 

Helipkopter sudah di posisi. Reven panik menaikkan langkahnya.

"Fernando, kontrol helipkopter itu juga tuh." ujar Elo menunjuk dari dalam mobil.

"Gw aja gw aja." ujar Nicholas unjuk diri. Ia pun mulai menggunakan kekuatan mengontrol pikirannya.

Nicholas mengontrol pikiran pilot. Helipkopter itu miring, menjatuhkan seorang yang menodongkan senjatanya ke mobil itu menimpa Reven. Helipkopter itu bergegas pergi, meninggalkan mereka semua. 

Elo menoleh terkesan, "Nice one."

"We're close. Gotta go now." Steven membuka pintu geser van, hendak keluar. Elo pun ikut beranjak berdiri.

Reven menoleh. Mobil mendekat melaju kencang. 

Seketika Reven panik menarik sebuah gumpalan cahaya dari sebuah lampu jalan tol ke tangannya, menembak melesatkan gumpalan cahaya. Gumpalan cahaya itu melesat mengenai mobil. Reven punya kekuatan super.

BLASH! Mobil oleng, semua murid didalam mobil terpental jatuh sembarang. Mobil pun jatuh terbalik ke samping, terseret perlahan. 

Beberapa saat, mobil akhirnya berhenti terseret.

Einer, Reven, sopir, dan seorang anak buah tadi memandang helipkopter yang menjauh itu. Jemputan mereka pergi, begitu saja. Mereka panik. Itu satu satunya jalan keluar mereka.

Einer menatap kumpulan suntikan dibalik jasnya. Suntikan super.

Waktu berjalan. Menggunakan obat itu dapat menyelamatkan dirinya.

Tangan Einer gemetar. Ia mengambil satu suntikan, langsung menyuntikkan obat itu ke lengannya.

Reven menoleh, terkejut, "Eh pah-"

"Gepapa. Gepapa. Papa baik baik aja." Einer berlutut, menenangkan diri. 

Ia mual. Pening. Ia ingin memuntahkan itu semua. Tetapi tidak. Ia berusaha menahannya. Tidak boleh ada cairan terjatuh, tidak setetes pun.

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now