.5

117 70 32
                                    

Malam yang gelap.

Cahaya bulan dari kaca balkon kamar menerangi dengan remang-remang. 

Steven, Justin, dan Jon sudah tertidur lelap diatas ranjang mereka masing-masing. Elo disamping Steven, masih membuka matanya lebar-lebar. Ia masih gelisah.

Ia tak tahan. Ia mengecek layar handphonenya lagi.

Jam tiga tepat.

Elo langsung bangkit berdiri, menyampingkan selimut putihnya. Ia bergegas mengambil kunci kamar.

Ia pun membuka pintu kamar dengan cepat, melangkah keluar. Ia pun bergegas menutup menguncinya lagi.

Suara dobrakan pintu. Steven terbangun.

Ia kaget, menoleh pada pintu kamar. Pintu tertutup.

Aneh. Ia menoleh.

Elo sudah tiada di sampingnya.


Elo ingin sekali main butterfly knifenya, tapi nanti mengeluarkan bunyi. Ia berjalan tanpa suara.

Lorong sepi, tetapi lampu-lampu masih terang menyala. Suasana menguning yang estetik sedikit menenangkan kegelisahan Elo. Villa yang indah.

Ia diam-diam menaiki tangga, dua lantai.

Sampai di lantai ketiga villa.

Gudang.

Ratusan furnitur kayu berdebu dan patah disusun dan dijejer dengan sembarang di seluruh ruangan. Cuaca berubah drastis. Panas dan apek. Ya... siapa pula yang mau memasang AC di gudang.

"Psstt!!" Reven melambaikan tangan di pojok ruangan, dibalik lemari usang berdebu. Reven sudah disana. 

Elo datang menghampiri. Inilah dia.

"Ok... jadi obat yang lu bilang dimana?" tanya Elo memelankan suaranya.

"Ini obatnya." Reven mengambil sebuah suntikan dari kantong celananya, "Ini uangnya." Ia mengangkat sebuah koper merah ke atas meja, "Kodenya 781."

Elo bingung. Koper apaan ini? Ia perlahan memutar angka-angka di pintu koper, koper pun terbuka.

Ia terkejut. Uang pecahan seratus ribu rupiah disusun rapih seperti di film-film. "Wtf..."

Elo terkejut bukan main. Omongan Reven itu serius.

Artinya...

Obat itu nyata. 

Sial. Ia tidak bersiap-siap sampai sejauh ini. Ia lebih cenderung yakin ini semua palsu.

Sial sial sial. Apa obat itu berbahaya? Apa obat itu dapat menyakiti dirinya, atau tidak ada rasa sakit sama sekali? Apa obat itu-

Ok, tenang, tenang. Demi Justin. Demi kawannya. Ia akan melakukan ini.

"Silahkan kalo mau dicek. Itu tepat dua. miliar. rupiah."

Elo perlahan menutupnya kembali dengan terheran-heran, "Sumpah bapak lu se kaya apa dah. Gw aja kira bapak lu kerja di perusahaan mobil. Atau apalah... ngapain dia niat kasih gw sebanyak ini-"

"Gatau dah. Tapi... nih suntikannya." Reven membuka tutup pelindung, menyodorkan ke Elo. Elo menatapnya, dengan ragu.

"Ini obat imunisasi, yakin?"

"Ya iya."

"Yakin aman?"

"Yaaa... kan ini uji tes coba. Nanti kalo ada hal hal yang kita gak mau terjadi, gw dah ada obat penangkalnya kok."

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now