.32

50 24 11
                                    

Telepon terputus. Layar besar mati. Semua alat elektronik mati. Para karyawan pun panik. Tak ada yang bisa mereka kerjakan lagi dengan komputer yang mati. 

Noa menengok sekitar bingung, "Lah kok..."

Alex menoleh ke Farrel, Azra, dan Javin. Sudah saatnya mereka pergi dari ruangan itu. Alex melangkah keluar terlebih dahulu, diikuti mereka bertiga.

Noa menoleh menatap keempat murid itu. Hanya mereka berempat yang tetap tenang dan malah hendak keluar dari ruangan. Karyawan lain bergegas mendekati tuas listrik berusaha menyalakan listrik kembali. Tuasnya sudah rusak. Listrik tetap mati.

Alex tersenyum. Rencananya genius.

Suara mesin menyala. Lampu kembali bersinar. Komputer kembali bekerja. Para karyawan bersorak girang.

Alex menoleh mengernyit. Ia terkejut. Ia tidak menduga hal ini.

"Oh fck. Imma kick your ass Alex." ujar Farrel kesal.

"Ga." Alex menunjuk ke layar besar di hadapan Noa.

Noa pun memandang layar besar itu, menunjukkan peta gedung Bugjang keseluruhan dengan model 3D. Seluruh layar bercampur warna merah kuning hijau, berkat alat rangkaian Alex, mengacaukan deteksi obat IndoProtect dari dalam para murid. Yang hanya bisa dipastikan dari layar, lantai ruang laboratorium di lantai dua roboh, dengan model 3D mengimitasi lantai roboh itu.

"Semoga itu mereka. Mereka udah sadar." ujar Alex berharap.

"Hampir aja gw pengen tonjok lu. Hampir." balas Farrel. Rencananya tidak gagal total. Alex pun membalikkan badannya, diikuti ketiga murid.

"Hei! Kalian berempat! Buka topi kalian." seru Noa menatap mereka berempat, sebelum keempat murid itu dapat melangkah keluar dari pintu. 

Mereka terpatung. Tak berani bergerak sedikitpun. Farrel, Azra, dan Javin menoleh ke Alex, menunggu apa yang akan Alex lakukan. Alex menoleh ke mereka bertiga, apa yang mereka harapkan dari dirinya? Ia sendiri juga tidak tahu.

Tepat di momen itu, mereka tahu. Mereka tak bisa kabur. Mereka harus bertarung.

"Heh susah amat kalian disuruh buka topi kalian..." bentak Noa, mulai menggenggam senjata lasernya di kantong.

Farrel perlahan mengeluarkan senjata lasernya yang ia diam-diam ambil. Azra perlahan mengeluarkan pedangnya dari punggung. Javin menatap ketiga murid yang lain, bersiap-siap.

Seketika mereka berempat membalikkan badannya, Farrel mulai menembak, Azra melempar pedangnya merangsek maju, Javin pun juga merangsek maju menjulurkan lidahnya. 

BLASH! BLASH!

Noa terkejut menunduk, beranjak berdiri balas menembak. Farrel lincah menghindari tiap tembakan, berusaha menembak Noa, Noa menunduk berlindung di belakang meja.

Keadaan kacau balau. Para karyawan pula mengeluarkan senjata laser masing-masing, tetapi Javin menjulurkan lidahnya yang panjang menyingkirkan semua senjata mereka. Azra pun melumpuhkan beberapa prajurit, bergerak dan menyerang bagaikan ninja. 

Sayangnya, sedikit yang bisa Alex lakukan. Ia mengambil berbagai barang yang ada lalu melemparnya, berusaha membantu...


Hening. Para murid kembali bangkit berdiri secepat mungkin di tengah ruang tak tinggi tetapi luas itu, begitu pula Einer ikut berdiri. Lampu-lampu kembali menyala terang.

Elo tak memandang kemana-mana lagi, langsung menatap Einer panik. Ia tak sungkan-sungkan melempar butterfly knifenya lagi tepat ke dada Einer.

Butterfly knife Elo menembus melewati dada Einer yang dibuat cair. Einer masih bisa berdiri tegap, menatap Elo dengan kesal.

Butterfly KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang