.28

49 25 25
                                    

Mesin mobil bergetar. Lantai pijakan dan sandaran Elo keras. Tunggu, ia duduk di dasar mobil.

Elo sedikit membuka matanya. Ia berada di dalam mobil kosong. Dua orang prajurit di depan mobil, satu orang menyetir mobil.

Diluar mobil pemandangan hutan yang gelap. Hanya lampu mobil menyinari jalan aspal kecil, diantara pohon-pohon rindang.

Didepan mobil itu ada sebuah mobil lagi, dan ada sebuah mobil lagi, dan ada sebuah mobil lagi... banyak mobil berbondong-bondong melewati jalan itu.

Tunggu. Prajurit. Pertarungan di jembatan tadi.

Ia menoleh sedikit. Apa ia dengan teman-temannya kalah?

Sial sial sial. Ia sudah ditangkap IndoProtect. Eh, bukan. IndoProtect tidak menggunakan senjata laser. Yang menggunakan senjata laser hanyalah....

Bugjang...

Sial lagi. Kecurigaannya terhadap Bugjang selama ini benar. Aghhh. Seharusnya ia tidak pernah menelepon Bugjang tadi sewaktu di hall villa.

Ia melihat sekitar. Tidak ada teman-temannya. Hanya barang-barang yang ia tidak bisa lihat jelas disekitarnya...

Prajurit Bugjang tak ada habisnya. Ia tidak mungkin akan melawan prajurit-prajurit Bugjang sekarang dengan butterfly knifenya.

Tunggu. Dimana butterfly knifenya?

Astaga. Ia benar-benar mengacau.

Ah. Ia harus membuat rencana kabur, sekarang. Atau bukan sekarang. Ia harus mencari celah waktu yang tepat.

Mobil terus berjalan. Elo menutup matanya kembali. Menunggu.

***

25 Oktober 2009

Jauh sebelum Noa menderita. Jauh sebelum seseorang yang ia sayangi meninggalkannya.

Awan-awan abu menutupi langit. Lapangan parkir kosong. Hanya ada tiga mobil hitam terparkir tepat di samping bangunan. Tembok luar bangunan pabrik berlantai satu itu usang dan tak terawat.

Seorang berjas hitam, berdiri tegap, menjaga sebuah pintu besi di hadapan belakangnya.

Dua orang beradu mulut, sesambil berjalan di tengah lapangan parkir, menuju bangunan. Noa yang masih berumur 20 tahun itu tak henti-hentinya berusaha menghentikan kakaknya, Azka. Azka terus melangkah, sambil menolak tiap permohonan Noa yang sungguh-sungguh.

"... hei! Azka! Dengerin dong! Gw serius nih..." Noa agresif menarik tangan Azka.

"Ah ayo udah gepapa..." Azka melepas tarikan Noa dengan lembut, "Dari awal kan kaka dah bilang, kakak baik-baik aja."

"Jangan! Jangan masuk kak... jangan.... aku... kakak... kakak hanya satu-satunya sahabat yang aku punya!"

"Ka- kamu juga satu-satunya sahabat kakak."

"Terus kenapa kakak.... kenapa..."

Azka berhenti melangkah. Ia menatap Noa penuh kasih sayang, menggenggam kedua tangan Noa dengan perlahan. "Kakak ngelakuin ini untuk kita. Hei hei... tidak apa-apa..."

Mata Noa mulai berlinang air mata. Turun setetes air, semakin lama semakin deras... "Ini nggak tidak apa-apa kak ini semua gila-"

"Noa. Noa. Tenang. Semuanya bakal baik-baik aja. Ok?"

Noa menggeleng keras membanjir air mata. "Nggak-"

"Bayangin senyum mama ketika operasi jantungnya berhasil! Bayangin senyum papa ketika kita bisa dapat duit dua miliar ini-"

Butterfly KnifeWhere stories live. Discover now