Twenty Four : Hadiah Luna

Mulai dari awal
                                    

"Lah... jadi maksud Mamah ngajak aku?"

"Buat bantuin Mamah lah. Kamu yang pegangin barangnya."

"Heeh?" Aku melongo. Benar-benar tak bisa lagi bereaksi mengingat tubuhku rasanya masih sangat lelah. Apalagi semalaman aku memang belum sama sekali tidur.

"Tuh butiknya udah di depan. Kamu siap-siap yah." Kata Mamah mengurangi kecepatan mobil memasuki bagian parkiran sebuah jejeran toko-toko besar bertingkat.

Aku lagi-lagi hanya bisa melengos pasrah. Menengok butik toko yang Mamah maksud berada dipaling ujung daerah jejeran pertokoan. Mataku menyipit, melihat butik bercat hitam itu dengan nama yang tidak terasa asing. Tertera didepan dengan tulisan besar 'Luna Butik'.

"Ayok turun, nunggu apa lagi." Kata mamah tau-tau sudah memarkirkan mobil dan membuka pintu.

Aku merapatkan bibir. Hanya bisa menurut turun dari mobil dan membuntuti mamah memasuki butik yang langsung disuguhi deretan baju-baju berkelas beserta interior dengan dominasi warna hangat seperti beigi, putih, dan mocha.



"Tante Anita?" Suara lembut seorang perempuan membuat kepalaku bergerak menoleh. Melihat seorang wanita berhijab cantik nan anggun menuruni tangga dari lantai dua.

"Ya ampun tante apa kabar?" Tanya wanita itu begitu turun kemudian bersaliman singkat dengan Mamah.

"Baik Alhamdulillah... Luna sendiri gimana? Keluarga juga gimana? Sehat semua kan?" Tanya Mamahku penuh antusias. Bahkan lebih 10 kali antusias daripada bertemu denganku yang jauh dari Bali sebelumnya.

"Alhamdullilah sehat. Om Adimas sehat tante? Aku denger dari Papah kemarin sempet drop gara-gara terlalu banyak dinas keluar." Kata wanita itu membuat alisku berkerut. Sepertinya dia tau banyak mengenai keluargaku.

Eh... tapi kenapa aku juga merasa wajah wanita ini tidak asing. Garis wajahnya mengingatkanku pada seseorang.

Tapi.... apa mungkin...?


"Gak papa... dia justru kalau gak kerja malah makin sakit." Kata Mamah tertawa dengan akrab.

Wanita itu ikut tertawa. Walau senyumnya terhenti saat melihat wajahku yang kuyakini sedang melongo dengan dungu melihat Mamah malah asik dan heboh sendiri.

"Eung... ini..." tunjuknya padaku membuat mamah menoleh.

"Ah iya! Ini Ceisya anak tante, kamu masih inget dia kan?" tanya Mamah menarik lenganku merapat.

Bibirku reflek tersenyum. Sambil mengulurkan tangan aku memperkenalkan diri. "Ceisya..." ucapku menjabat tangannya.

Wanita itu terdiam sesaat. Memperhatikanku dengan tatapan lebih lekat. Sekilas bola mata coklat serta tatapannya membuatku teringat pada seseorang. Walau detik kemudian wanita itu tersenyum manis dan menarikku dalam pelukannya secara mendadak.

"Udah lama banget aku pengen ketemu kamu..." katanya sambil mengusap bahuku lembut. "Namaku Luna... kita pernah beberapa kali bertemu walau sepertinya kamu gak ingat." Ucapnya lagi membuatku hanya bisa mengerjap-ngerjap sambil tersenyum canggung.


Apa aku benar-benar mengenalnya?


"Sepertinya orang-orang terdekatku selalu bicarain kamu. Tapi baru pertama kali kita ketemu secara resmi. Kita bisa langsung jadi teman kan Ceisya?" Tanya wanita itu ramah.

Aku terdiam. Otaku masih mencoba mencerna semua ini.

Dari semua kalimat pertanyaannya, ada satu hal yang menarik perhatianku.

Orang-orang terdekatnya? Siapa?






♡♡♡

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang