Arabella 30

7.1K 694 29
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Sejak tadi hanya ada keheningan di ruangan usang itu. Tak ada pergerakan maupun tindakan apapun dari Ara dan Naya. Keduanya sama-sama diam, larut dengan kebingungan masing-masing.

Semuanya terjadi begitu cepat. Suara tembakan yang terdengar tadi membuat Naya tak sengaja menancapkan pisau yang menjadi objek rebutan antara dirinya dan Ara tadi ke tangan Ara. Naya tak tau pasti di bagian mana pisau tersebut tertancap, tapi sejak kejadian itu, tak ada pergerakan maupun tindakan apapun yang dilakukan Ara. Hanya darah segar serta tubuh tergeletak menghadap tembok yang berhasil Naya simpulkan dari keadaan Ara.

Naya yang tadi reflek mundur karena kaget dengan apa yang terjadi, hingga saat ini gadis itu tak berani mendekat ke arah Ara walau selangkah pun. Sebenarnya yang Naya ingin lakukan hanyalah semata-mata ingin mengertak Ara. Naya tidak pernah berpikir untuk melukai gadis itu dengan pisau apalagi sampai membunuh gadis itu. Dan suara tembakan itu ... entahlah itu berasal dari mana.

Pasalnya, ada dua orang preman yang Naya sewa hanya untuk melancarkan aksinya dan juga bertugas untuk menculik Ara. Namun, setelah suara tembakan itu terdengar mereka pun ikut menghilang. Naya sengaja menyewa dua preman itu untuk berjaga-jaga apabila ada hal-hal di luar rencana, tapi sekarang ... Naya benar-benar sendirian. Banyak hal-hal yang sejak tadi menjadi pikirannya.

Naya mencoba untuk bangkit dan mulai mendekati Ara. Langkah gontainya kini membawanya semakin dekat dengan gadis itu. Bahkan dari jarak yang masih lumayan jauh dari Ara, Naya dapat melihat banyak sekali darah di sekeliling gadis itu. Napasnya tercekat, bagaimana jika Ara sudah ... ah, lupakan Naya tidak ingin itu terjadi. Entah itu sengaja ataupun tidak, Naya sudah berhasil melukai Ara. Itulah satu-satunya fakta yang ada.

Satu langkah lagi yang Naya perlukan untuk sampai di dekat Ara, namun tanpa di sangka-sangka kaki gadis itu langsung ditarik, yang mengakibatkan dirinya terjatuh dengan benturan yang cukup keras. Suara benturan dari tubuh gadis itu seakan menggema di ruangan usang itu. Sejenak rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Matanya sengaja terus ia pejamkan berharap rasa sakitnya segera hilang. "Oh, shit!" umpatnya.

"Gimana? Udah bisa belajar cara bermain dengan baik? Lo terlalu banyak bicara daripada bertindak," sergah Ara tersenyum miring. Gadis itu segera bangkit, tak lupa ia menarik secara kasar pisau yang ditancapkan Naya di tangannya lalu membuangnya. Jika kalian bertanya apakah itu sakit, maka jawabannya iya. Rasanya sangat sakit. Tercetak luka yang cukup dalam dengan dihiasi darah segar yang sejak tadi tidak bisa berhenti mengalir.

"Aww, dasar sialan! Cara yang kayak gitu lo bilang baik? Ternyata lo hanyalah sampah yang berlindung dengan sikap dingin lo!"

"Menciptakan waktu untuk memulihkan diri itu namanya jenius!" sergah Ara sembari merobek sedikit ujung seragamnya lalu mengikatnya di luka dalam akibat tusukan pisau Naya.

Naya juga ikut bangkit tak lupa gadis itu mengambil pisau yang tergeletak di lantai. Ia menyembunyikan pisau itu di belakangnya sambil terus melangkah maju mendekati Ara yang kini membelakanginya. "Semuanya udah terlanjur terjadi, Ara. Lebih baik lo mati, biar Rey dan keluarga gue nggak akan tau tentang ini," batin Naya.

Naya semakin mengikis jaraknya dengan Ara, posisi Ara yang membelakanginya merupakan keberuntungan tersendiri untuk gadis itu. Entah apa yang sedang Ara lakukan, sehingga ia mengubah posisinya yang semula menghadap Naya menjadi membelakangi gadis itu. Mungkin saja Ara sedang memikirkan sebuah rencana untuk membalas perbuatan Naya. Enggan memikirkan hal itu, Naya mulai mengarahkan pisau itu ke arah belakang Ara dan berniat untuk langsung menancapkannya. "Selamat tinggal, Ara!" teriaknya.

The Mission  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang