Arabella 19

8.4K 723 29
                                    

Happy reading 🖤
.
.
.
.
.

"Ara!" bentak Rey, kala melihat tubuh Naya yang terpental akibat dorongan dari Ara.

Sementara Naya hanya bisa terus menangis menahan sakit di sekujur tubuhnya, bokong yang terbentur membuatnya susah untuk berdiri. Sungguh Ara mendorongnya sangat kuat. "Rey, jangan marahin Ara! Tadi dia nggak sengaja kok."

Rey beralih membantu Naya untuk duduk di salah satu kursi, pria itu memberikan Ara tatapan tajamnya. "Apa lo tau Ara? Naya yang udah paksa gue buat ke sini, hanya untuk nganterin lo catatan tadi, biar lo nggak ketinggalan materi, meskipun lo lagi discors dan liat, apa yang lo lakuin sama dia. Lo nge-dorong dia! Sebenarnya lo itu punya hati nggak, sih?" Kali ini Rey melihat dengan matanya sendiri, bahwa Ara lah yang telah mendorong Naya.

"Rumah gue banyak CCTV-nya loh, gimana Naya?" ucap Ara tersenyum miring. "Gue nggak pernah minta bantuan sama kalian berdua! Jadi jangan salahin gue untuk ini, karena lo berdua yang udah datang ke rumah gue. Bukan gue yang datang nyamperin lo berdua! Paham? Tentang pertanyaan lo, gue udah beberapa kali bilang hati gue udah nggak ada, gue nggak bisa bersifat kemanusiaan! Dan gue nggak bisa akting kayak pacar lo!" sambungnya.

Naya yang mendengar kata CCTV lantas gelagapan, apa yang akan terjadi jika Ara menunjukkan CCTV itu kepada Rey.

Rey mengepalkan tangannya kuat, menyesal rasanya ia sudah menyetujui permintaan Naya tadi untuk datang ke rumah Ara. Ia pikir dengan segala kebaikan yang telah Naya tunjukkan selama ini, Ara akan berubah dan mau bersikap baik pada Naya. "Lo udah keterlaluan! Ini udah di luar batas, sepertinya orang tua lo nggak pernah ngajarin lo bagaimana membalas kebaikan seseorang!"

Tanpa sepengetahuan Rey, Naya tengah tersenyum penuh kemenangan. Tidak masalah jika ia harus kesakitan, yang terpenting Rey akan selalu membelanya di depan Ara, dan sungguh kata-kata Rey pastinya akan sangat menyakiti hati Ara. "Rey udah jangan ngomong gitu, kasian sama Ara! Lagian tadi aku yang salah kok, aku cuma mau tau kabarnya Ara aja kok!" Lagi-lagi senyuman manis tercetak di bibir Naya, tidak lupa dengan nada lembutnya.

Ara menarik napasnya pelan. Ia tidak boleh terbawa emosi. "Pergi! Gue bilang pergi dari rumah gue. Lo nggak ada hak untuk mengadili gue, ini rumah gue. Di sini lo hanya berperan sebagai seorang yang tidak diinginkan! Jadi jangan sok ngatur kehidupan gue."

Rey meraih ranselnya, mengeluarkan beberapa buah buku dan meletakkannya di meja. "Mungkin lo akan butuh ini!" Selanjutnya Rey membantu Naya untuk berjalan ke luar dari rumah Ara, si gadis kasar dan keras kepala.

Sesampainya di parkiran, Rey berhenti sejenak. Pria itu memandang lekat rumah Ara, ia merasa tidak asing dengan rumah ini. Setiap inci dari rumah ini Rey mengenalinya, tidak mungkin Rey akan melupakan tentang itu. "Gadis itu?!" gumam Rey pelan.

Naya yang bingung karena melihat Rey yang terdiam memandangi rumah Ara, lantas gadis itu menepuk pundak Rey pelan. "Apa Rey, kamu bilang apa tadi?" tanya Naya, pendengarannya tidak sengaja mendengarkan bisikan Rey.

Seketika Rey mengalikan tatapannya, kembali menatap Naya yang terlihat masih sangat kesakitan karena dorongan Ara tadi. "Bukan apa-apa! By the way badan kamu masih sakit?" tanya Rey sambil menaiki motornya, dan menyerahkan helm berwarna pink kepada Naya.

Sementara Ara, gadis itu kembali berjalan ke kamarnya. Hatinya lelah, mendengarkan semua ocehan Rey.

                      -ARABELLA-

Rey mulai memasuki rumahnya. Pria itu baru saja tiba, setelah mengantarkan Naya pulang ke rumahnya. Kejadian tadi benar-benar membuatnya emosi. Seharusnya ia tidak memperdulikan cewek tanpa hati seperti Ara. Lagipula Naya yang terlalu baik selama ini,  berkali-kali ia sudah disakiti. Namun tetap saja, selalu baik terhadap Ara.

The Mission  [END]Where stories live. Discover now