Arabella 22

7.5K 702 6
                                    

Happy Reading 🖤
.
.
.
.

Naya sejak tadi tak berhenti tersenyum, hanya satu yang bisa membuat gadis itu terus tersenyum, tentu saja saat berada dekat dengan Rey. Rey, Nathan, dan Rafael kini tengah berkumpul di rumah Naya. Semuanya semata-mata hanya atas permintaan gadis itu. Dengan alasan tangannya yang terkilir, Naya bisa mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama ia bisa menghabiskan waktunya bersama dengan Rey, dan bisa mendapatkan perhatian dari Pria itu. Kedua lagi-lagi ia bisa memperburuk nama Ara di sekolah.

Hatinya terus saja bersorak kegirangan, mengingat bagaimana tadi dirinya yang pura-pura terluka. Begitu banyak perhatian yang ia dapatkan, berbeda dengan Ara, gadis itu hanya mendapatkan cacian dari para siswa. Rasanya sangat puas.

"Eh, Nay ngapain lo senyam-senyum sendiri?" cercah Nathan yang sejak tadi melihat Naya terus saja tersenyum. Ia takut jika lemparan tadi yang sudah membuat Naya hilang akal.

Ucapan itu berhasil membuyarkan semua lamunan Naya, gadis itu tampak gelagapan. "He-he-he nggak papa kok, Nat. Aku cuma seneng aja bisa ngabisin waktu bareng Rey, dan kalian juga!"

"Oh, kirain lo udah hilang akal gegara lemparan tadi!" ucap Nathan terkekeh.

"Ya kali, dampaknya sampai ke kepala. Jelas-jelas bolanya kena tangan, kalau ngomong ngotak tolol!" sahut Rafael sembari menoyor kepala sahabatnya itu, yang membuat sang empu meringis kesakitan.

Sementara Rey ia hanya bersikap acuh, Pria itu berusaha menyibukkan dirinya dengan laptopnya. Jika saja tadi Naya tidak memintanya untuk menetap di rumahnya, pasti saat ini Rey sudah bisa bertemu dengan Bang Reno. Ada yang harus ia bicarakan dengan Pria itu.

Kini ruangan itu kembali menjadi hening, hanya terdengar suara dentingan jam. Semuanya kembali dengan aktivitas nya masing-masing, Nathan dan Rafael tengah asik dengan game online yang mereka mainkan sedangkan Naya gadis itu kembali melanjutkan pikirannya tentang Ara, gadis yang paling ia benci karena telah berhasil mencuri perhatian Rey, kekasihnya.

"Apa-apaan, sih lo Nat? Goblok banget mainnya, liat tuh jadi kalah, 'kan! Huh, nyampah aja lo!" gerutu Rafael kesal, pasalnya sedikit lagi mereka akan menang, dan hanya karena seorang Nathan, dirinya juga menjadi kalah.

Nathan hanya diam, pelipisnya menampilkan kerutan menatap handphone yang menampilkan nomor yang menelponnya, dan telah berhasil membuatnya kalah dalam game. "Elah gue juga nggak tau kali! Nih nomor nggak dikenal, tiba-tiba aja nelfon gue!"

"Hedeh, palingan juga piaraan lo. Alias pacar-pacar nggak guna lo itu!" sindir Rafael, sembari kembali melanjutkan game-nya.

"Tagihan panci kali, Nat!" sahut Naya terkekeh.

"Sembarang lo!" ucapnya. Nathan mulai menekan tombol berwarna hijau dari panggilan itu. Pria itu mulai mendekatkan telinganya dengan bendah pipih itu.

ih, yaampun Babang Nathan lama banget, sih ngangkatnya. cerocos gadis dari seberang sana.

Nathan sangat mengenali suara ini. Pria itu menggerutuki dirinya sendiri, kenapa tadi ia mengangkatnya. "Bacot! Ngapain lo nelfon gue?!"

Sekarang Via lagi di rumah Babang Nathan, tapi kok cuma ada ART, sih? Babang Nathan di mana? Padahal Via udah bawain kue kesukaan Babang Nathan. Mana Via udah kangen banget lagi sama Babang Nathan, gimana dong? Emangnya Babang Nathan di mana, sih?

Yap, gadis itu adalah Via, mantan yang telah berhasil membuat Nathan gamon darinya.

Nathan memutar bola matanya malas, suara gadis itu sangat menggema di telinganya. Kenapa juga ia hanya menghapus kontak Via dari handphone-nya, kenapa tidak sekalian diblokir saja. Nathan emang bodoh. "Lo nggak perlu tau gue lagi di mana! Ngapain lo di rumah gue? Udah sana pulang aja! Sekalian kuenya juga dibawa, takutnya lo jampi-jampi gue lagi biar bisa balik sama lo!"

The Mission  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang