39. Hinaan

23.4K 1K 32
                                    

Happy Reading ❤️

Patah hati untuk yang kesekian kalinya. Namun, patah hati tidak membuatnya terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihan. Zahra harus bangkit. Beraktivitas seperti biasa dan mencoba memikirkan keputusan apa yang akan diambil untuk hubungannya dengan Aron. Perasaannya belum terlalu dalam. Dia tidak keberatan jika Aron tidak jadi menjadi suaminya.

Pagi ini mereka akan bertemu. Berharap, semesta mendukung kelangsungan hubungan mereka. Tapi, jika memang tidak bisa bersama, tidak perlu dipaksakan. Jodoh itu sudah ada yang mengatur. Perihal siapa yang akan menjadi suaminya, Zahra berharap dia adalah orang yang selama ini ia cari.

"Aron," panggil Zahra saat melihat seorang laki-laki yang memakai kemeja biru muda berdiri di ambang pintu cafe.

Lantas Aron berjalan menuju ke meja di mana tempat Zahra duduk. Sapaannya hanya senyuman tipis. Raut wajahnya murung, tak seceria biasanya. Bukankah itu sudah menjelaskan bahwa tidak ada kabar baik dengan hubungan mereka?

"Aku cinta kamu. Tapi, aku gak bisa menentang Mama." Aron menghela nafasnya pelan. "Mama segalanya buat aku, bahkan lebih berarti daripada kamu," lanjutnya sembari menatap Zahra.

Dari awal sampai sekarang, raut wajah Zahra terlihat santai. Tak menunjukkan bahwa dia sedang bersedih. Aron yang melihatnya semakin yakin bahwa Zahra menerimanya karena alasan tertentu. Aron masih dengan pikiran-pikiran buruknya tentang Zahra. Sedangkan, Zahra sedang meneliti penampilan pria yang duduk membelakanginya.

Aron merasa geram. Zahra semakin memperlihatkan bahwa wanita itu tidak benar-benar mencintainya. Zahra sedari tadi fokus menatap pria itu. Pria yang menjadi penghalangnya untuk mendapatkan Zahra. Revan.

"Kamu denger aku gak, sih?" tanya Aron dengan suara tertahan.

Zahra yang mendengar nada bicaranya Aron seketika menatap Aron lekat. Kemudian, menundukkan kepalanya. Zahra memilin ujung jilbab pashminanya.

"Keputusan aku terlalu cepat. Mama kamu gak merestui hubungan kita. Jadi, memang seharusnya kita tidak bersama, Aron. Mari, sudahi hubungan ini sebelum perasaan kita terlanjur dalam," tutur Zahra.

Marah. Itu yang Aron rasakan sekarang. Dia merasa dipermainkan oleh Zahra. Tangannya sudah mengepal saat Zahra dengan sangat lekat menatap Revan. Matanya menatap wanita di depannya tajam.

BRAK!

PRANG!

Meja bundar itu terbalik. Piring, gelas, sendok, pisau, makanan, serta nomor meja berserakan di lantai. Sontak, mengundang perhatian para pengunjung cafe, termasuk Revan yang belum menyadari jika di belakangnya ada Zahra dan Aron. Manager cafe pun sampai menghampiri.

"Ada apa ini, Mbak? Mas?" tanya sang manager yang sudah naik pitam melihat keributan yang terjadi.

"Saya menyesal! Sangat menyesal karena telah mencintai perempuan seperti Anda! Penampilan Anda tidak mencerminkan sifat Anda! Dasar perempuan hina!" teriak Aron, bahkan ia memaki Zahra di depan banyak orang.

BUGH!

Pukulan telak dilayangkan oleh Revan. Tidak terima mantan istri yang masih sangat ia cintai dihina oleh orang. Apalagi, hinaan itu sama sekali tidak cocok untuk perempuan sebaik Zahra.

"B***ng*n, lo! Gini kelakuan calon suami? Menghina calon istrinya di depan banyak orang. Lo mikirin perasaan calon istri lo, gak?!" bentak Revan murka.

"Shut up, Revan! Kamu gak tau apa-apa! Dia!" Aron menunjuk Zahra. "Memang perempuan hina! Dia mempermainkan saya!" lanjutnya.

"Kenapa, Zahra? Kalau kamu tidak mencintaiku, tidak usah mengatakan cinta dan memberiku harapan palsu!" tambahnya.

Zahra tidak mau menanggapi ucapan dan hinaan Aron. Dia memilih pergi dari kerumunan itu. Berdebat di tempat umum bukanlah hal yang baik. Ini menyangkut masalah pribadi yang orang-orang tidak perlu mendengarnya.

***
Revan menyodorkan orange juice botolan ke di depan wajah cantik wanita yang pernah menemani hari-harinya tersebut. Zahra menerimanya tanpa berniat menenggaknya. Dia masih tidak percaya dengan ucapan Aron. Pria itu, pria yang ia percayai takkan menyakitinya baru saja menghinanya di tempat umum. Malu? Jelas. Sakit hati? Pasti.

Sakit hatinya bukan karena hinaan itu, tapi karena Aron tidak mempercayai rasa cintanya untuk pria itu. Padahal, Zahra benar-benar jatuh cinta pada Aron.

Revan duduk di sebelah Zahra, tapi masih menjaga jaraknya. Sekarang ia enggan untuk berdekatan dengan wanita itu setelah Revan tau kalau hati Zahra bukan lagi untuknya. Ada nama lain yang jauh lebih bertahta di hati wanita itu.

"Kamu masih dengan pilihan kamu setelah apa yang dia lakukan?" tanya Revan tak sedikitpun menatap Zahra.

Zahra menoleh. Pria itu banyak berubah. Dari penampilan dan sikapnya yang tak lagi memaksa. Jujur, Zahra tidak suka dengan Revan yang sekarang. Namun, apa haknya mengatur kehidupan pria itu? Dia sadar diri untuk tidak terlalu mencampuri urusan Revan.

Dari lubuk hati yang paling dalam, Zahra masih menaruh rasa pada mantan suaminya itu. Mana mungkin dia secepat itu berpaling? Tapi, sudah tidak sebesar itu lagi. Sekarang posisi Revan telah digantikan oleh Aron.

"Kamu kenal aku udah lama, Revan. Harusnya, kamu tau keputusan apa yang aku ambil," jawabnya sembari memalingkan wajah.

"Hm. Kamu memang wanita yang smart. Gak mudah ditindas," puji Revan.

Zahra tak menanggapi. Dia lebih tertarik memandang hamparan tanaman bunga dengan berbagai jenis itu. Ada beberapa bunga kesukaannya juga. Siang ini tidak terlalu panas, tapi juga tidak berawan.

"Meira. Bagaimana dengan anakku?" tanya Revan.

"Maksudnya?"

"Aku dengar-dengar, dia sudah sangat dekat dengan Aron. Setelah kejadian ini, mana mungkin Aron mau ke rumah kamu lagi. Bagaimana kalau Meira menanyakan tentang pria itu?" jelasnya.

Ternyata cara bicara Revan juga berubah. Sekarang dia berbicara secara formal pada Zahra. Entahlah. Revan merasa sudah tidak ada harapan lagi untuknya, sekalipun dengan kejadian ini.

"Iya, emang dekat. Tapi, hanya sebatas dekat saja. Bahkan, Meira gak mau Aron jadi Papanya," balas Zahra.

"Why?"

"Katanya, dia cuma punya Papa Revan. Gak mau punya Papa lain," ucap Zahra.

Revan hanya mengangguk. Tapi, dalam hati dia bersorak senang.

"Setelah ini apa rencanamu untuk masa depan? Kembali sama aku? Atau melanjutkan hubungan dengan Aron?"

                                 ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang