22. Quality Time

12.2K 864 15
                                    

                  Happy Reading ❤️

Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB. Sore hari nanti, Zahra bersama dengan anak, paman dan Ansel akan berangkat ke Jerman. Sebelum itu, Zahra dan Meira akan bertemu dengan Revan. Tanpa sepengetahuan paman dan Ansel, tentunya.

Zahra beralasan akan bertemu dengan teman lamanya. Karena selama di Indonesia tak sempat bertemu. Mereka percaya, tanpa curiga sedikitpun. Sebenarnya, tak enak hati membohongi paman dan Ansel. Tapi, demi kebaikan dirinya, Meira, dan Revan, Zahra lakukan itu.

Revan sudah menunggu kehadirannya di taman dekat rumah Revan. Sengaja ketemuan disitu karena mereka bertiga akan pergi ke Ancol sesuai permintaan Meira.

"Papah!" Meira berlari menghampiri sang papah.

Revan memeluk putrinya erat, sangat erat. Setelah ini, mereka akan berpisah dalam waktu yang sangat lama. Satu setengah tahun. Waktu yang lama, bukan? Mungkin, sebagian orang menganggapnya waktu yang sebentar, tapi tidak bagi Revan. Ia tak bisa berpisah terlalu lama dengan putrinya, termasuk Zahra---wanita yang ia cintai.

"Selalu berkabar, ya. Aku akan nunggu kalian pulang. Selalu," ucap Revan seraya menatap Zahra dan Meira bergantian.

Zahra memalingkan wajahnya. Pipinya merah merona. Baper dengan ucapan yang dilontarkan oleh mantan suaminya itu. Usaha Zahra untuk melupakan Revan pupus begitu saja. Nyatanya, pria itu tak bisa hilang dari pikiran dan hatinya.

"Pah, ayo kita ke Ancol! Kemarin aku sama Paman juga ke Ancol," ucap Meira girang.

"Iya, ayo," jawab Revan.

Gadis kecil itu tak henti-hentinya berceloteh. Ia bercerita tentang kemarin, keliling bersama pamannya. Meira juga menceritakan kalau Ansel---pamannya sangat menyukai ketoprak. Revan menanggapinya dengan senyuman. Sesekali melirik mantan istrinya yang sibuk bermain ponsel.

"Kalau ada kesempatan pergi bertiga gini jangan sibuk sendiri," sindir Revan.

Zahra menoleh, menatap Revan sinis. "Terserah aku! Toh, bukan urusanmu juga!" ketus Zahra.

Revan memilih diam. Jika, membalas ucapan Zahra akan berujung cek-cok. Tak mau merusak kebersamaannya yang akan susah didapat nantinya. Revan ingin menikmati waktu kebersamaan mereka, sebelum anak dan mantan istrinya itu kembali lagi ke Jerman.

***
Semilir angin menerpa wajah cantik Zahra. Wanita blasteran Indonesia-Jerman itu memilih menepi. Membiarkan Meira menghabiskan waktu bersama papahnya. Beruntung cuaca hari ini sedikit mendung.

Zahra memandang seorang ayah dan putrinya sedang bercanda gurau. Senyuman tipis terbit, ia juga ikut merasakan kebahagiaan putrinya semata wayangnya itu. Terpisah dengan papah memang hal berat. Pergi karena terpaksa, meninggalkan orang-orang yang disayangi. Itu bukan keinginan Zahra.

Pikirannya saat itu kalut. Keinginannya yang belum tercapai menjadi alasan kepergiannya. Padahal, ia hanya ingin menjauh dari orang-orang yang menciptakan luka di hatinya. Egois, memang.

"Aku tidak melarangmu membawa Meira pergi. Tapi, izinkan aku setiap saat untuk menghubungi kalian lewat ponselmu," ucap Revan.

"Bukan cuma Meira yang kurindu nantinya. Kamu juga. Aku tak akan berhenti bilang kalau aku masih sangat mencintaimu. Itu kenyataan, Zahra. Bukan omong kosong," tambah Revan sembari menatap wajah cantik wanita di sebelahnya itu.

"Sekuat apapun aku berusaha mengusir kamu dari hatiku, tapi tetap aja gak bisa. Tapi, untuk kembali seperti semula rasanya susah. Untuk menerima kamu kembali, sulit. Aku selalu terbayang-bayang penghianatan kamu dulu, Mas," balas Zahra tanpa menatap wajah tampan mantan suaminya.

"Nyatanya, kesalahanku mengalahkan rasa cinta yang ada di hati kamu," kekeh Revan.

"Mas, aku---"

"Mamah! Papah!"

Keduanya menoleh ke belakang. Mendapati putri kecil mereka tengah berjalan sembari menenteng kantong plastik. Di belakangnya ada Hendra yang juga menenteng dua kantong plastik.

Zahra mengernyit. Sejak kapan Hendra ada di sini? Zahra baru menyadari bahwa tadi saat mengobrol dengan Revan, Meira tidak ada. Meira mengeluarkan tiga es krim dengan rasa yang sama. Zahra menerima pemberian es krim dari Meira.

"Sejak kapan lo disini, Ndra?" tanya Zahra sembari menatap Hendra yang sedang menyantap gorengan.

"Udah dari tadi kali. Lo aja yang gak sadar. Terlalu menikmati pemandangan pantai," jawab Hendra.

"Minta dong bakwannya!" pinta Zahra.

Hendra menyodorkan kantong plastik yang berisi sejumlah gorengan. Lalu, mengambil satu bakwan beserta cabai sebagai lalapannya. Hendra dan Revan sama-sama tersenyum menatap Zahra yang tampak sangat menikmati gorengan itu. Entahlah, rasanya bahagia aja gitu.

Kebersamaan mereka harus berakhir. Karena hari sudah semakin siang. Zahra harus menyiapkan keberangkatannya. Berat untuk Revan berpisah dengan kedua perempuan yang ia sayangi.

"Harus mau kalau aku hubungin kamu. Karena yang aku rindu bukan hanya Meira, tapi kamu juga," pesan Revan sebelum mereka benar-benar berpisah karena Revan dan Zahra mengendarai mobil sendiri-sendiri.

'Setidaknya, hati kamu masih untuk aku. I love you, Mamahnya Meira.'

  
                                 ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang