34. Meralat Keputusannya

13.4K 873 11
                                    

       Happy Reading ❤️

Hidup Revan kembali kacau dengan hadirnya Karina. Perempuan yang sama sekali tidak ia kenal, namun dengan sekejap, Karina menghancurkan perjuangannya untuk mendapatkan Zahra kembali. Karina membuat Zahra salah paham, bahkan sampai sangat murka dengan Revan.

Flashback On.

"Papa!" teriak Meira ketika melihat sang papa dengan wajah kelelahannya itu sembari menyeret koper kecil.

"Hei, anak Papa." Revan jongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Meira.

Cup!

Revan mengecup kening Meira singkat. Lalu, membawa gadis kecil itu ke gendongannya. Zahra hanya tersenyum menatap dua orang yang ia cintai tersebut.

Tatapan Revan beralih pada Zahra. Dia ikut tersenyum. Rasanya, ingin sekali memeluk Zahra. Namun, saat ini Revan sadar, mereka tidak bisa bersentuhan seperti dulu. Tiga hari tidak bertemu, nyatanya membuat Revan sangat merindukan wanita itu.

"Kamu libur?" tanya Revan, hanya sekedar basa-basi.

"Iya, Mas," jawab Zahra.

"Yaudah, ayo kita pulang! Aku udah capek banget," ucap Revan.

Zahra hanya mengangguk. Namun, ketika mereka hendak melangkah pergi, sebuah teriakan menghentikan langkah mereka. Sontak, Revan dan Zahra menoleh ke arah sumber teriakan.

"Karina," gumam Revan antara cemas dan takut. Karina datang pada saat yang tidak pas.

GREP!

Karina memeluk Revan tanpa memperhatikan sekitarnya. Zahra terkejut dengan tindakan perempuan asing di depannya tersebut. Meira yang tidak tau apa-apa hanya bengong.

"Mas, kok pulang gak bilang-bilang! Aku kan mau kita pulang bareng gitu!" rengek Karina sembari bergelayut manja.

Cup!

Zahra dan Revan membulatkan matanya. Zahra menatap Revan kecewa saat Revan hanya diam saja dicium oleh orang asing. Atau mungkin, bukan orang asing bagi Revan. Orang spesial, mungkin?

"Mas ...," lirih Zahra.

"Aku bisa jelasin, Zahra!" seru Revan dengan tatapan takut.

"Mas, dia siapa?" tanya Karina sembari menatap Zahra sinis.

"Lepasin!" Revan menatap Karina tajam sembari menyentak tangan Karina.

Karina tak percaya dengan tindakan Revan yang terbilang cukup kasar. Revan berani bersikap kasar padanya karena wanita yang berada di samping Revan itu. Mata Karina meneliti penampilan Zahra dari bawah sampai atas. Gamis yang dipakai oleh Zahra pasti harganya sangat fantastis.

Karina salah men-judge Zahra. Dia kira, Zahra wanita biasa-biasa saja. Tapi, dilihat dari penampilannya, Karina tau Zahra adalah anak orang kaya.

"Mas," rengek Karina.

"Zahra, dia bukan siapa-siapa aku, Zahra!" teriak Revan ketika Zahra beranjak dari tempat sembari membawa Meira.

"Zahra!" Revan berhasil menggapai tangan Zahra. Namun, ditepis kasar oleh Zahra.

"Aku bisa jelasin," ucap Revan lirih.

"Jadi, ini alasan kamu nggak memberi kepastian hubungan kita? Pantesan!"

"Nggak, Zahra! Aku bahkan gak kenal sama perempuan itu! Kita memang sempat bertemu, tapi cuma sebatas itu aja. Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia!" jelas Revan.

"Bohong!" Karina menatap tak suka ke arah Zahra. "Kami udah tidur bareng selama di Surabaya," lanjut Karina.

"Aku meralat semua ucapanku saat aku menerima kamu lagi, Mas. Kita memang gak berjodoh."

Zahra rasa, penjelasan Karina cukup jelas untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Zahra pergi dengan Meira dengan perasaan penuh luka, sama seperti saat dulu Zahra pergi karena Revan menghianatinya.

Flashback Off.

Sejak kejadian itu, Zahra selalu menghindarinya. Namun, Zahra sama sekali tidak membatasi pertemuannya dengan Meira. Pintu rumah Zahra masih mau terbuka untuknya. Perlu digaris bawahi, hanya untuk kepentingan Meira. Semenjak saat itu juga, Karina menghilang entah kemana. Setidaknya, masalah Revan tidak bertambah.

***
Aron menghampiri Zahra yang masih berada di ruangannya untuk mengajaknya makan siang di restoran milik Revan. Aron ketagihan dengan makanan di restoran itu yang rasanya sangatlah lezat. 

"Zahra, makan siang, yuk!" ajak Aron.

"Maaf, Aron. Hari ini aku bawa bekal. Kamu makan sendiri aja, ya," tolak Zahra.

Aron menyipitkan matanya. Tak seperti biasanya Zahra membawa bekal. Tapi yasudahlah, dia bisa pergi sendiri. Lagipula, tidak enak juga jika terlalu sering jalan berdua dengan calon istri orang.

"Yaudah, kalau gitu aku pergi sendiri, ya," pamit Aron yang hanya dibalas anggukan oleh Zahra.

"Kamu dan Aron sering makan bareng?"

Zahra mendongak. Ternyata, orang yang saat ini tidak ingin ia temui. Orang yang telah mematahkan hatinya untuk yang kedua kalinya. Orang yang tidak bisa dipercaya.

"Itu bukan urusan kamu, Mas! Jika, tidak ada urusan apa-apa dengan saya, silakan pergi!" jawab Zahra telak.

"Aku ada urusan sama kamu, Zahra," ucap Revan.

"Aku tidak mau membahas apa-apa, kecuali kamu ingin memeriksa kesehatan," jawab Zahra.

"Baiklah, kalau itu yang bikin kamu mau bicara sama aku. Aku mau memeriksakan kesehatanku."

Zahra pun mulai memeriksa tubuh Revan dengan alat medisnya. "Tekanan darah kamu tinggi, kurangi makan-makanan berkolesterol," jelas Zahra.

"Bagian sini sakit, Dok!" adu Revan.

Zahra mengernyitkan keningnya. Tak urung, dia memeriksa bagian tubuh yang ditunjuk oleh Revan.

"Hati saya sakit karena Dokter cuekin terus!" celetuk Revan.

PLAK!

                                   ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang