15. Sulit Untuk Memaafkan

21.2K 1.3K 67
                                    

                Happy Reading ❤️

Setelah Joffy kembali ke Jerman, Zahra lebih banyak menghabiskan waktu bersama Revan. Akan tetapi, hal itu belum bisa membuka pintu maaf dari Zahra. Zahra masih bersikap dingin di depan Revan. Yang hanya bisa Revan lakukan sekarang adalah menunggu dan berusaha.

Berjuang itu memang tidak selalu mudah. Apalagi, Revan pernah membuat luka di hati Zahra. Atau bahkan, luka itu masih ada. Menjadi penghianat bukan keinginannya. Godaan Amel disaat ia merasa jenuh dengan hubungan jarak jauhnya dengan Zahra.

"Meira udah tidur?" tanya Revan saat melihat Zahra keluar dari kamar Meira.

"Udah," jawab Zahra singkat.

"Kamu lapar? Kita makan pecel lele di tempat biasa, yuk," ajak Revan dengan tatapan penuh harap.

Karena perut Zahra juga sangat lapar, Zahra pun mengiyakan ajakan Revan. Hanya makan, kan? Di sepanjang perjalanan Revan terus mengoceh dan Zahra hanya menanggapi itu dengan deheman. Ia harus membiasakan diri dengan Revan karena pria itu akan menginap di rumahnya sesuai permintaan Pak Fadli.

Sesampainya di warung pecel lele, Zahra turun dari mobil Revan. Warung pecel lele itu tampak sepi, tak seperti biasanya. Mungkin, karena masih sore. Zahra memilih meja paling belakang dan Revan hanya menurut saja.

"Pecel lele sama es teh-nya dua, ya, Buk!" ucap Zahra sedikit teriak agar ucapannya itu didengar oleh penjualnya.

"Iya, Neng!"

Zahra sangat fokus dengan ponselnya. Ia sedang berbalas pesan dengan Joffy. Sesekali terkekeh karena Joffy membuat candaan. Revan yang merasa diabaikan pun kesal. Ingin sekali ia membanting ponsel Zahra itu.

"Kalau sama aku bisa nggak gak usah main hp?" tanya Revan.

"Iya."

Tak lama kemudian, pesanan pun datang. Zahra melahapnya dengan antusias. Pecel lele adalah makanan kesukaan mereka sewaktu masih sekolah dulu. Setiap malam minggu, mereka selalu menyempatkan makan pecel lele.

Selesai makan. Zahra dan Revan hanya diam saat di tengah perjalanan. "Meira masih butuh kasih sayang dari kedua orangtuanya, Zahra. Aku gak mau Meira jadi anak broken home. Kamu jangan egois, Zahra!" ucap Revan.

"Aku egois? Kalau dari awal kamu gak selingkuh sama Amel kita gak bakal kayak gini, Mas! Sadar, dong! Yang bikin semuanya hancur berantakan itu kamu!" jawab Zahra.

"Apa gak ada maaf untuk aku? Semua orang punya salah, Zahra. Semua orang punya kesempatan! Dan aku mau kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Apa aku salah kalau meminta kesempatan kedua?"

Revan menepikan mobilnya. Ia rasa, ia perlu membicarakan tentang hal ini kepada Zahra.

"Yang kamu ucapkan memang benar, Mas. Tapi, aku bukan orang yang mudah memaafkan orang yang udah nyakitin aku. Meira udah nyaman sama Joffy, begitupun juga dengan aku. Dan aku memutuskan untuk membuka hati untuk Joffy. Aku turun di sini, Mas," ungkap Zahra sembari membuka pintu mobil.

"ARGH!" Revan memukul stir mobil. Ucapan Zahra tadi membuatnya takut. Ia takut kehilangan Zahra dan Meira. Zahra tidak boleh mencintai Joffy. Kalau itu terjadi, ia tak sanggup membayangkannya. Tapi---

Ini juga salahnya! Salahnya yang sudah menghacurkan segalanya!

***
"Mel, sebenarnya gue cinta sama lo. Tapi, gue terlanjur kecewa sama lo. Karena lo udah main belakang sama Revan dan buat Zahra terluka. Lo tau, kan? Zahra udah gua anggep sebagai Adik gue sendiri. Gue gak bakal biarin siapapun nyakitin Zahra, termasuk lo!"

Amel yang mendengar ungkapan dari Hendra itupun seketika menangis. Betapa bodohnya dirinya yang tidak menyadari perasaan Hendra padanya. Mungkin, ia bisa bahagia jika bersama dengan Hendra.

"Kalau lo bilang dari awal, gue bakal coba buka hati gue buat lo, Dra!"

"Udahlah, Mel. Lupain aja. Lagian juga, gue udah dapet pengganti. Gue cabut dulu," ucap Hendra seraya melenggang pergi.

"Tuhan, apa aku tidak berhak bahagia?" gumam Amel sembari terisak pelan.

Kejadian-kejadian kemarin  membuat Amel trauma. Sekarang Amel mau menjalani hubungan dengan orang yang mencintainya. Amel tidak mau sampai kejadian dulu terulang kembali. Ia terlalu serakah dan pada akhirnya mereka semua pergi.

Angan-angan tentang kebahagiaan terpaksa Amel buang jauh-jauh. Dan ia merasa yang ia dapatkan itu adalah sebuah karma. Karma seorang penghianat.

"Tidak ada kebahagiaan untuk pelakor! Murahan."
  


                                ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang