19. Kedatangan Tuan Anderson

16.4K 1K 69
                                    

                Happy Reading ❤️

Perempuan mana yang tidak sakit hati saat mengetahui bahwa orang ia cintai menghianatinya? Perempuan mana yang tidak marah saat dengan teganya orang yang ia cintai bermesraan dengan wanita lain? Dan parahnya lagi, wanita lain itu adalah sahabatnya sendiri. Sangat sakit. Itu yang dirasakan oleh Zahra.

Dengan gampangnya, Revan meminta kesempatan kedua dan meminta untuk memaafkan segala kesalahannya? Sungguh, hal itu tidak mudah Zahra lakukan. Ia pun juga bingung dengan perasaannya sendiri. Hatinya masih milik Revan, tapi pikirannya selalu tertuju pada Joffy yang selalu membuatnya tersenyum. Zahra tau, itu bukan rasa suka atau cinta, tapi hanya rasa nyaman.

"Zahra," panggil Pak Fadli sembari duduk di samping Zahra.

"Eh, Pah. Papah mau apa? Biar Zahra ambilin," ucap Zahra sembari menyeka air matanya.

"Papah gak mau apa-apa." Zahra yang semula berdiri, akhirnya duduk lagi. Menatap papahnya penasaran.

"Papah melihat bagaimana perjuangan Revan untuk mendapatkan hati kamu lagi. Toh, Revan juga sudah mengakui kesalahannya. Apa yang membuatmu ragu?" ungkap Pak Fadli.

"Zahra udah gak mau lagi sama Mas Revan. Zahra mau membuka hati untuk Joffy. Dia baik. Hubungan Zahra dan Revan sudah tidak bisa diperbaiki lagi, Pah. Zahra gak mau sama penghianat, Pah," jawab Zahra.

Pak Fadli menghela napas. Jika, Zahra sendiri yang menolak, ia bisa apa? Sebagai seorang ayah, dia harus mendukung apapun keputusan anaknya yang menurutnya itu baik untuk Zahra. Pak Fadli rasa, keduanya sama-sama baik untuk Zahra.

"Tuan Anderson kapan datangnya?" tanya Pak Fadli datar.

"Besok, Pah."

"Oh, ya. Kondisi Papah sudah membaik, jadi Zahra akan balik ke Jerman nanti bareng Paman."

DEG!

Ini yang Pak Fadli takutkan. Brendan Anderson akan membawa putrinya pergi, seperti dulu. Meski, bukan itu kenyataannya. Zahra kembali karena memang wanita itu melanjutkan studinya di Jerman, bukan karena pamannya.

"Kenapa? Kenapa kamu mau ikut sama dia? Sudah cukup, Zahra. Sudah cukup waktu itu Papah hancur karena mereka ngambil kamu," lirih Pak Fadli. Ucapannya seperti ada luka yang sangat menyayat hati.

"Pah, ini bukan tentang Paman mau ambil aku dari Papah. Tapi, Papah kan tau, Zahra kuliah di Jerman. Zahra harus kembali, Pah. Meira juga harus sekolah." Zahra menggenggam tangan papahnya.

"Zahra harap, Papah bisa ngertiin Zahra."

'Maaf, Nak. Papah cuma tidak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya.'

***
Revan menatap Amel jengah. Sejak kemarin, wanita itu selalu menghubunginya dengan alasan yang tidak jelas. Revan sudah tidak mau lagi berurusan dengan Amel. Cukup, semuanya sudah hancur karena wanita itu. Ia tak mau memperkeruh suasana karena dekat lagi dengan Amel dan semakin sulit untuk mendapatkan hatinya Zahra lagi.

Siang ini, pria itu menuruti permintaan Amel untuk bertemu. Agar tak selalu menganggu dirinya terus-menerus. Sepuluh menit, Amel hanya diam. Membuat Revan beberapa kali menghela napas.

"Cepet! Gue gak punya banyak waktu," ucap Revan datar.

Amel menatap Revan lekat. "Apa hubungan kita gak bisa kayak dulu lagi, Mas? Dulu kamu bilang, akan menceraikan Zahra dan menikahi aku. Sekarang, aku tagih janji itu," ucap Amel.

"Menikahi lo?" Revan terkekeh. "Iya, gue sempat bilang begitu. Tapi, itu dulu. Saat gue khilaf!"

Revan mendekatkan wajahnya pada wajah Amel. "Sekarang gue sadar, gue hanya tertarik sama lo. Gak lebih! Cinta gue sepenuhnya cuma milik Zahra. Gue cuma mau Zahra," ucap Revan.

Deg!

Hatinya mencelos saat mendengar kata 'khilaf'. Lalu, apa artinya waktu dua tahun itu? Membuat kenangan manis dan membuat janji yang menenangkan hati. Apa itu juga khilaf? Amel semakin terisak, pria di depannya itu tidak sebaik yang ia kira.

"Pengecut!" ucapnya sebelum meninggalkan Cafe.

***
Zahra sedang sibuk mempersiapkan kedatangan paman dan sepupunya. Kata pamannya, mereka akan sampai di Indonesia sekitar pukul 14.00 WIB. Kini, Zahra sedang memasak bersama asisten rumah tangganya.

Revan dan Meira juga akan datang. Tentu saja pria itu akan meminta restu lagi. Meski, tak yakin. Keluarga Anderson, orang pertama yang menentang pernikahannya dengan Zahra dulu. Mereka dari awal memang tidak merestui hubungannya dengan Zahra karena masalah status.

"Mamah!" Zahra menoleh, lalu tersenyum. Zahra membawa Meira ke dekapannya.

"Grandpa mau ke sini, ya, Mamah?" Zahra mengangguk.

"Meira main dulu sama Kakek dulu, ya," ucap Zahra sembari menurunkan Meira.

"Kalau Paman kamu merestui aku, kamu mau kan nikah lagi sama aku?"

                              ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang