14. Cemburunya Revan

26.2K 1.4K 11
                                    

Happy Reading ❤️

                                 ***

Zahra merasa canggung dengan kehadiran Revan. Entah kebetulan atau memang disengaja. Revan tiba-tiba datang dengan membawa es krim kesukaan Meira. Kini, mantan suami dan anaknya itu lagi bermain perosotan di ujung taman. Sedangkan, dirinya dan Joffy hanya berdiam diri sembari mengamati interaksi Revan dan Meira.

Dapat Joffy simpulkan, Meira lebih bahagia bersama dengan papahnya. Joffy pun sadar, dia hanya ayah angkat. Tentu saja, Meira lebih bahagia bersama Revan. Anak mana yang tidak bahagia dengan ayah kandungnya. Namun, Joffy merasa sesak saat melihat tawa Meira yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Joffy ingin membuat senyum itu juga. Rasa sayangnya pada Meira sudah sangat besar.

"Meira bahagia banget sama Revan, ya? Aku gak pernah lihat senyuman Meira yang seperti itu," celetuk Joffy.

Zahra menoleh ke samping, lalu terkekeh pelan. "Aku tau, bahagianya Meira itu Revan. Kadang aku merasa bersalah karena udah misahin Meira dari Papahnya. Tapi, aku juga gak bisa jauh dari Meira," ungkap Zahra.

"Meira juga bahagia sama kamu, Zahra. Seorang anak itu maunya punya keluarga lengkap." Joffy menatap Zahra.

"Yaudahlah, gak usah dibahas. Entar kamu nangis lagi," lanjutnya.

"Ih! Ngeselin deh!" Zahra menabok paha Joffy. Sedangkan, yang ditabok malah cekikikan.

Revan dan Meira berjalan ke arah mereka. Revan menatap Zahra dan Joffy tajam. Ia tidak suka dengan interaksi keduanya. Terlalu dekat. Revan tau, cemburu pun sekarang ia tak berhak. Tapi, Revan tak bisa menahan rasa sesak ketika melihat kedekatan Zahra dengan Joffy.

"Mamah! Daddy!" teriak Meira sembari duduk di pangkuan Revan yang lebih dulu duduk di tikar yang memang sengaja Zahra bawa dari rumah.

"Mau pulang sekarang, Pah!" rengek Meira.

"Oke, Princess! Zahra, kamu pulang sama aku!" Revan merubah ekspresinya yang semula hangat menjadi datar ketika menatap Zahra.

"Aku pulang sam---"

"Pulang sama aku!" tekan Revan dengan tatapan tajamnya.

Zahra menatap Joffy. "Aku pulang bareng Mas Revan aja, Jop. Kamu duluan aja," ucap Zahra.

Joffy mengangguk. "Kalau gak ada Meira di sini, udah gue habisin lo!" bisik Joffy. Namun, Meira dapat mendengarnya karena posisi Meira yang berada di gendongan Revan.

"Ih, emangnya Papah makanan apa dihabisin. Daddy ada-ada aja, deh," ucap Meira polos.

***
Revan lebih semangat bekerja akhir-akhir ini dan Hendra senang melihatnya. Hendra sudah bisa berdamai dengan dendam. Hendra berusaha sebisa mungkin untuk tidak dendam lagi dengan Revan karena melihat betapa bahagianya Meira kala bisa bertemu dengan papahnya lagi.

Sebagai seorang sahabat, apalagi Hendra sudah menganggap Zahra sebagai adiknya sendiri, Hendra tidak terima jika Zahra disakiti oleh Revan. Setelah kejadian penghianatan empat bulan yang lalu, Hendra bertekad akan balas dendam dengan cara yang halus. Namun, dendam itu hilang ketika melihat keponakannya tersenyum bahagia.

"Penyakitnya Om Fadli lama sembuhnya. Itu artinya, Zahra akan lebih lama di sini. Saatnya lo berjuang, Bro!" ucap Hendra menyemangati rekan kerjanya itu.

"Iya. Tapi kayaknya, jalan gue semakin susah kalau si Jopret itu masih tinggal di rumah Papah," jawab Revan sembari membayangkan wajah menyebalkan Joffy.

"Jopret?" Hendra mengernyitkan dahinya.

"Joffy!"

"Biasa aja kali. Gak usah ngegas itu!" Hendra terkekeh.

"Hati-hati sama tu orang. Gue jamin, dia nggak bakal nyerah buat dapetin Zahra. Apalagi, lo sama Zahra pisahnya gak baik-baik. Si Joffy itu ganteng, dosen lagi. Bisa-bisa nanti Zahra oleng ke Joffy," tambah Hendra semakin membuat Revan kesal.

"Bunuh orang dosa nggak, Bro?"


                      ****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang