38. Batal

18.7K 998 15
                                    

Happy Reading ❤️

Zahra sudah mantap dengan keputusannya. Aron adalah pria yang baik. Dia juga sayang dengan Meira. Apalagi, yang harus diragukan dari Aron? Selama dua minggu belakangan ini dirinya tidak bisa berhenti memikirkan Aron. Kebaikan pria itu, lelucon pria itu, tingkah pria itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya.

Kemarin Aron mendatanginya, mengungkapkan perasaannya. Zahra senang, tapi juga terkejut. Perasaannya terbalaskan. Zahra pikir, perasaannya itu akan menjadi cinta dalam diam belaka.

Rasa bimbang menghampirinya. Menerima Aron dan melukai perasaan Revan, begitu? Tapi, selama ini Revan tak menjelaskan apa-apa tentang wanita yang di Bandara itu, bukan? Berarti apa yang dibilang wanita itu benar. Memang sudah saatnya dia melupakan Revan dan membuka hati untuk orang lain.

"Apa kamu yakin dengan keputusanmu itu? Apa gak terlalu cepat?" tanya Pak Fadli.

"Aku yakin, Pa. Aku cinta sama Aron, begitupun sebaliknya," jawab Zahra yakin.

"Secepat itu kamu menaruh perasaan sama pria yang baru saja kamu kenal? Kamu udah tau watak asli dia?" Pak Fadli menatap anaknya tak yakin.

"Udah, Pa. Meski, aku baru kenal dia, tapi aku tau betul watak Aron." Lagi-lagi Zahra yakin dengan jawabannya.

Pak Fadli menghela nafas berat. Dia belum mengenal Aron. Pria yang baru saja diceritakan oleh Zahra itu. Ketemu saja belum. Tiba-tiba Zahra memberitahu kalau ada yang akan melamarnya. Kaget? Pasti.

"Kalau kamu sudah yakin dengan pilihan kamu. Papa hanya bisa memberi restu," lirih Pak Fadli.

Zahra tersenyum senang. Hari ini Aron dan sekeluarga akan datang melamarnya. Memang serba mendadak. Dia dan Aron tidak mau menunda-nunda lagi.

Kini rumah keluarga Bagaskara sedang sibuk mempersiapkan kedatangan keluarga Aron. Zahra juga ikut sibuk membantu bibi memasak. Hanya Pak Fadli dan Meira yang tidak melakukan apa-apa. Mereka berdua hanya diam, menatap orang-orang yang sibuk membersihkan seluruh rumah.

"Meira mau punya Papa baru?" tanya Pak Fadli pada cucunya.

"Gak! Papa Meira cuma Papa Revan," tolak Meira.

"Tapi, sebentar lagi Mama mau nikah sama Om Aron. Itu artinya, Om Aron jadi Papa Meira juga," jelas Pak Fadli.

"Mama gak nikah sama Papa?" tanya Meira sendu.

Pak Fadli tidak tau harus bicara apa lagi. Harus bagaimana dia menjelaskan tentang hubungan mama dan papanya? Meira terlalu kecil untuk mengerti masalah orangtuanya.

"Opa?"

"Eh, kita ke dapur, yuk. Kita minta cemilan sama Mama." Pak Fadli mengalihkan pembicaraan.

Meira mengangguk antusias. Pak Fadli menghela nafas lega. Meira masih kecil untuk memahami ini semua. Pak Fadli menatap kasihan pada cucu semata wayangnya itu. Masih kecil, tapi harus mengalami kehancuran keluarga.

***
Langit biru berganti hitam pekat. Keluarga Aron sudah berada di dalam rumah keluarga Bagaskara. Ada yang aneh dari keluarga Aron. Mereka menatap sinis ke arah Pak Fadli. Hal itu tidak lepas dari pengawasan Zahra. Sepertinya, mereka sudah saling kenal dan seperti bermusuhan.

"Aron! Mama gak mau kamu menikah dengan wanita itu! Apalagi, dia anak dari wanita yang sudah menghancurkan hati tante kamu," ucap mamanya Aron sinis.

"Maksud Mama apa?" Aron menatap mamanya dengan penuh tanda tanya.

"Dia! Laki-laki yang udah nolak cinta tante kamu, hingga membuatnya gila! Ayo, Aron! Kita pergi dari sini!" teriak mamanya Aron sembari menarik tangan anaknya.

Zahra masih belum mengerti dengan semua yang terjadi. Ada masalah apa papanya dengan mama Aron? Hingga, mama Aron menentang hubungannya dengan Aron?

"Tante---"

"Biarkan, Zahra." Suara Pak Fadli membuat Zahra bungkam.

Aron juga hanya pasrah saat sang mama memaksanya pulang. Zahra menatap sang papa seakan meminta penjelasan.

"Dia itu kakaknya Meli. Meli itu dulu suka sama papa, tapi papa enggak. Saat itu, papa juga sudah ada hubungan dengan mama kamu. Tapi, Meli itu perempuan yang nekat. Segala macam cara dia lakukan untuk merebut papa dari mama kamu. Puncaknya, saat papa mergoki dia mau celakain mama kamu. Papa murka dan hina dia. Setelah kejadian itu, papa gak tau kabar Meli lagi. Papa gak tau kalau seburuk itu kondisi Meli," jelas Pak Fadli.

Zahra hanya mendengarkan cerita papanya. Matanya mengeluarkan air mata. Seburuk itu takdirnya hingga tidak ada satupun laki-laki yang membuatnya merasa bahagia. Dulu ada. Revan. Tapi, pria itu malah menghianatinya dengan sahabatnya sendiri.

Salahkah dia jika memilih pria lain? Zahra tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Revan sudah berani berselingkuh, ada kemungkinan jika dia akan melakukan kesalahannya itu lagi, bukan?

"Zahra, ke kamar dulu, Pa." Zahra menyeka air matanya dengan cepat, lalu berdiri.

"Nak."

"Maafkan, Papa. Ini salah Papa," lirih Pak Fadli.

"Ini bukan salah Papa. Mungkin, memang sudah seperti ini garis takdir Zahra. Zahra memang tidak pantas bahagia saat memiliki pasangan," balas Zahra.

"Zahra---" Pria paruh baya itu tak sempat melanjutkan ucapannya, Zahra sudah berlalu dari hadapannya.

        

                                ****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang