21. Keliling Jakarta Bareng Paman Ansel

13.3K 849 23
                                    

                Happy Reading ❤️

Revan berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Ia harus menyiapkan berkas untuk meeting nanti siang. Sedikit tak fokus karena kepikiran anak semata wayangnya. Dari kemarin Zahra tak ada kabar, tak membalas pesannya, ataupun mengangkat telponnya.

Tadi sebelum berangkat, Revan kembali mencoba menelpon Zahra. Namun, ponselnya malah tidak aktif. Bisa saja dia berkunjung ke rumah keluarga Bagaskara. Toh, dia tak takut jika nanti akan dihabisi oleh paman dan sepupu Zahra. Tapi, Revan tak mau membuat hubungannya dengan Zahra memburuk karena dia ingkar janji.

Hendra belum berangkat. Padahal, Revan ingin curhat kepada atasannya itu. Revan selalu merasa lega sesudah curhat dengan Hendra. Hendra berangkat pagi? Sangat sulit dipercaya. Dia akan berangkat pagi jika ada meeting pagi saja.

Tok ...! Tok ...! Tok ...!

Revan mengernyitkan keningnya. Bukan Hendra sepertinya. Tapi, tak urung dia menyuruh masuk seseorang tersebut.

"Masuk!"

Pintu terbuka. Menampilkan seorang wanita yang membuat Revan berdecak kesal. Revan menatapnya datar. Tak suka dengan kedatangannya.

"Mas, aku bawain sarapan buat kamu," ucap Amel sembari menaruh rantang di meja kerja Revan. Ya, Amel! Kedatangannya membuat mood Revan semakin memburuk.

"Apaan, sih! Keluar dari ruangan gue!" sentak Revan dengan menatap Amel tajam.

"Kenapa? Dulu kan kamu suka kalau aku bawain sarapan. Katanya, masakan aku enak banget, lebih enak daripada masakan Zahra," ucap Amel dengan menekankan kalimat di bagian akhir.

BRAK!

"CUKUP, MEL! GUE UDAH MUAK SAMA TINGKAH LO! BERAPA KALI GUE BILANG, KEJADIAN DULU ITU MURNI KEKHILAFAN GUE!"

Amel terlonjak kaget. Matanya berkaca-kaca. Kecewa dengan respon yang ia terima. Revan, pria yang dulunya selalu memuji masakannya, sekarang malah menolak mentah-mentah.

"Aku gak akan kayak gini kalau kejadian dulu gak terjadi. Yang memulai itu kamu, Mas!" jawab Amel sembari melenggang pergi.

Revan menggeram frustasi. Ia menjambak rambutnya sendiri. Amel membuatnya semakin pusing.

***
Meira sudah siap dan sangat antusias untuk keliling Jakarta bersama pamannya---Ansel. Meira hanya bersama Ansel karena mamahnya sedang sibuk. Entah sibuk ngapain. Sebelumnya, Meira tak pernah mau dekat dengan Ansel, tapi setelah kemarin Ansel memberinya es krim, Meira jadi mau dekat dan akrab dengan Ansel.

Pertama kali yang akan mereka kunjungi ialah Ancol. Ya, mereka hanya sekedar melihat pantai. Ansel tau, Meira sangat suka dengan pantai. Senyuman manis tak pernah luntur dari bibir Meira. Gadis kecil itu sangat senang. Pamannya itu tau saja apa yang dia suka.

"Paman! Aku mau itu!" tunjuk Meira pada penjual cireng.

Ansel meringis khawatir. Apakah makanan itu bersih? Apakah makanan itu sehat? Ansel takut lambung Meira kenapa-kenapa. Namun, melihat wajah memohon dari keponakannya, akhirnya ia luluh juga.

"Enak?" tanya Ansel pada Meira yang sangat menikmati cireng yang ia beli tadi.

"Enak banget, Paman! Paman mau?" Ansel hanya menggeleng.

Matanya tertuju pada penjual ketoprak. Tiba-tiba perutnya keroncongan. Ia melihat orang-orang yang makan ketoprak di depannya. Ansel menoleh ke samping, melihat keponakannya yang sudah menghabiskan cireng.

Ansel menggandeng tangan Meira, membawa gadis kecil itu ke penjual ketoprak. Ansel memesan ketoprak satu porsi. Hanya satu? Ya! Karena Meira meminta bubur ayam yang kebetulan penjualnya ada di samping penjual ketoprak.

Setelah selesai makan, Meira mengajak Ansel ke Monas. Gadis kecil itu sudah lama sekali tak ke Monas semenjak kembali ke Indonesia.

Ansel juga begitu. Terakhir kali ke Monas, saat masih berumur 18 tahun, artinya 11 tahun yang lalu. Ansel begitu antusias saat dirinya menginjakkan kaki di Monumen Nasional yang disingkat menjadi Monas tersebut.

Hari ini adalah hari sangat menyenangkan bagi Meira dan Ansel. Setelah ke Monas, mereka melanjutkan keliling Jakarta dan mampir ke Dufan sebentar. Mereka sampai di rumah pukul 16.00 sore.

"Mamah, tadi Meira sama Paman pergi ke Ancol, terus ke Monas, terus ke Dufan. Meira seneng banget! Paman baik! Mau beliin Meira apa aja!" cerita Meira antusias pada Zahra.

Zahra tersenyum lebar. "Udah bilang makasih ke Paman?" tanya Zahra.

"Udah."

"Mamah, Meira pengen ketemu sama Papah. Kata Mamah, besok kita mau ke Jerman lagi," pinta Meira.

"Iya, Sayang. Nanti Mamah bakal usahain," jawab Zahra sedikit ragu.

"Janji?"

"Janji."

"Janji apa, nih?"

                                ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang