23. Kembali Monoton

11.8K 835 20
                                    

                 Happy Reading ❤️

Kepergian Zahra dan Meira membuat hari-hari Revan kembali monoton. Revan menjalankan aktivitasnya seperti biasa, seperti saat Zahra dan Meira tidak ada di sisinya. Namun, ada kemajuan dari perekonomian Revan. Ia sudah bisa membeli rumah yang lebih besar untuk ibu dan dua keponakannya dan mobil yang lebih bagus daripada mobilnya yang dulu.

Revan juga berniat akan membuka usaha kuliner sebagai kerja sampingan. Ia akan mengajak beberapa orang untuk kerjasama dengannya. Menjadi sekretaris sebenarnya bukan bidang Revan, tapi karena kepepet, ya, Revan harus bertahan sedikit lagi.

Revan juga sudah membicarakan hal tersebut pada Hendra. Hendra mendukung saja. Selama itu demi kebaikan Revan dan keluarganya.

"Makasih, Bro! Berkat lo, gue jadi bisa sesukses sekarang. Kalau gak ada lo, mungkin hidup gue udah berantakan kali," ungkap Revan.

"Santai aja. Lo kan juga temen gue," balas Hendra sambil menepuk bahu Revan pelan.

"Hubungan lo sama Adela aman?" tanya Revan. Revan tau persis bagaimana hubungan Hendra dengan pacar barunya.

Adela sering menuduh Hendra masih perhatian dengan Amel. Mengingat, pria itu pernah mencintai Amel. Tuduh-menuduh dan berujung pertengkaran, bahkan tak urung kata putus sering terucap. Yang membuat Revan salut dengan Hendra, pria itu tak pernah membalas kemarahan Adela. Ia sangat sabar menghadapi Adela yang cemburuan.

Hendra cenderung memilih mengalah. Kalau Adela sudah mengucapkan kata putus, baru ia bersikap tegas. Hendra tidak akan membiarkan hubungan berkahir begitu saja karena kecemburuan Adela yang tidak jelas. Dan Hendra tidak akan membiarkan seseorang yang telah berhasil mengambil hatinya pergi begitu saja.

"Adela sekarang udah jarang nuduh-nuduh gue. Malah sekarang lebih bisa ngertiin gue. Dia juga selalu ikut saat gue nganter Mamahnya Amel kemoterapi," jawab Hendra.

"Amel juga ikut?" Hendra mengangguk.

"Adela kagak ngamuk?" Hendra menggeleng.

"Amel lebih banyak diam sekarang dan selalu menjauh dari gue. Ya, mungkin dia gak mau buat Adela cemburu," kata Hendra sembari menyesap kopi.

"Sebenarnya, beberapa hari terakhir ini, Amel selalu gangguin gue. Minta balik lah, minta dinikahin lah, pusing gue ngadepinnya," cerita Revan sembari memijat pelipisnya.

"Kalau masalah itu, kagak ikut campur dah gua. Rasa cinta itu emang gak bisa dipaksakan. Van, gue yakin Zahra masih ada rasa sama lo. Berjuang! Jangan menyerah. Ngembaliin kepercayaan emang gak mudah," ucap Hendra.

Kepercayaan yang sudah hancur memang sulit dikembalikan. Tapi, mungkin terjadi kalau kita mau berusaha dan berjuang. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. Percayalah, waktu yang dinantikan saat itu akan tiba. Dan hanya ada tawa bahagia yang menghiasi.

***
Zahra kembali menjalani hari-harinya seperti semula. Mulai hari ini sudah masuk kuliah. Zahra sudah tak lagi bekerja di Cafe. Ia memilih membuka usaha sendiri. Entahlah. Zahra masih memikirkan akan membuat usaha apa. Yang penting usaha itu tidak membuat waktunya dengan Meira tersita banyak.

Meira jangan pernah merasakan kekurangan kasih sayang. Meskipun broken home, tapi sekuat mungkin Zahra akan berusaha selalu ada untuk anaknya.

Zahra ada kelas siang. Joffy akan menjemputnya. Kebetulan hari ini yang akan mengajar adalah Joffy, jadi sekalian. Hubungan Zahra dan Joffy semakin dekat, namun status hubungannya tak meningkat. Masih sama. Hanya berteman biasa.

"Kamu sama Revan pasti semakin dekat." Joffy angkat bicara setelah lima menit saling diam.

"Iya. Kedekatan aku sama Revan juga karena Meira," jawab Zahra.

"Kamu masih cinta sama Revan?" Pertanyaan itu, sontak membuat nafas Zahra tercekat.

"Cinta pertama itu susah dilupakan. You must know my answer," balas Zahra sambil menatap Joffy sekilas.

"I know, jealousy has no right. But, I'm really jealous," ungkap Joffy.

Terdengar helaan nafas dari Zahra. "Dari awal kita hanya sebatas teman, Jop. Jangan berharap lebih dari kedekatan kita ini."

"Aku duluan." Zahra keluar dari mobil milik Joffy.

Perkataan Zahra tadi tak sesuai dengan isi hatinya yang menginginkan dirinya dan Joffy lebih dari sekedar dekat sebagai teman. Namun, Zahra menyadari sesuatu. Ia tak bisa menerima Joffy, padahal hatinya masih milik orang lain. Jika itu terjadi, Zahra akan merasa sangat jahat.

"Kamu yang membuatku berharap lebih, Zahra," gumamnya.

Nyatanya, Zahra sendiri lah yang membuat Joffy berharap lebih. Sikap Zahra seakan mempersilakan Joffy masuk ke kehidupannya. Perkataan Zahra tadi membuat hati Joffy sakit.

Bertahun-tahun memendam rasa cinta yang nyatanya tak terbalaskan. Joffy bahkan menolak mentah-mentah wanita yang dikenalkan oleh orangtuanya. Joffy hanya mau satu wanita, yaitu Zahra. Only Zahra.


                                 ***
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang