06. Tamu Tak Diundang

28.4K 2K 22
                                    

Happy Reading ❤️

                               *****

Revan menghela nafasnya berat. Setelah Hendra menceritakan tentang cowok yang selalu mengejar-ngejar Zahra, Revan jadi tidak tenang. Bagaimana jika Zahra menerima cowok itu? Bagaimana jika mereka menikah? Revan tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi.

Pikiran untuk menyusul Zahra ke Jerman pun seketika muncul. Namun, ia harus berpikir dua kali. Gajinya tak akan cukup untuk membiayai kehidupannya disana untuk beberapa hari, belum juga harus memberi Ibunya uang bulanan.

Revan berdecak kesal. Zahra dan cowok yang diceritakan oleh Hendra tadi membuatnya tidak fokus bekerja. Tak hanya itu, sedari tadi ia mencoba menghubungi Zahra. Namun, mantan istrinya itu tidak mengangkatnya.

"Van, jadwal gue setelah ini apa?" tanya Hendra sembari menyesap kopi yang dibelinya tadi.

Merasa tak ada respon dari Revan, Hendra pun menatap ke arah sekretarisnya itu. Pantas saja hanya diam, sang empu malah melamun.

"Woy, Van!" Revan terlonjak kaget dan menatap Hendra kesal.

"Apaan, sih, Dra!" kesal Revan.

"Ngelamun aje! Masih jam kerja juga. Mau gue pecat lo?"

"Ck, gue ngelamun juga gara-gara lo!" jawab Revan seraya menutup laptopnya.

"Oh, pasti masalah tadi. Udahlah, Van. Move on. Cepet cek buku agenda," ucap Hendra membuat Revan semakin kesal.

Memangnya, move on semudah membalikkan telapak tangan, apa?

"Buat?" tanya Revan.

"Gue tadi tanya jadwal gue, Nyet!" Revan meringis kesakitan saat Hendra menggeplak kepalanya menggunakan buku agenda.

"Oh." Revan pun membuka buku agenda. "Free. Cuma besok ada meeting sama klien. Jam tujuh pagi! Jangan ngebo lo!" ucap Revan seraya menatap buku agendanya kasar.

"Buset, dah! Buru-buru amat tuh klien, sok sibuk banget!" cibir Hendra.

Revan hanya menggelengkan kepalanya. Ia harus segera pulang untuk membelikan obat untuk keponakannya. Sekarang Revan tinggal di rumah Ibunya. Rumahnya sendiri ia jual untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar hutang-hutangnya selama ia tak bekerja.

***
Meira merajuk karena Mamahnya tidak mengizinkan dirinya untuk menelpon sang Papah. Zahra bukan tak mengizinkan, tapi ponselnya ia gunakan untuk menghubungi dosennya.

Sekarang Zahra sedang mengerjakan tugas dan ada beberapa yang tidak mengerti dan Zahra bertanya pada dosen. Zahra menghela nafasnya penat. Anaknya itu tidak berhenti merengek dan malah semakin menjadi-jadi.

"Sayang, nanti Mamah beliin ponsel sendiri buat Meira, ya. Sekarang, Meira main dulu sana, Mamah lagi sibuk," ucap Zahra selembut mungkin, agar tidak sampai menyakiti hati anaknya.

"Mamah jahat!" Meira berlari ke arah kamar.

Zahra pun mengalah. Ia membereskan buku-bukunya dan menghampiri sang anak. Sampai di kamar, Zahra pun menghampiri anaknya yang sedang duduk di pojok kamarnya.

"Nih." Meira menerimanya dengan sangat antusias kala mendengarkan suara Papahnya.

Zahra pun keluar dari kamar Meira dan kembali mengerjakan tugasnya.

Tok ...! Tok ...! Tok ...!

"Ja, nur einen Moment!" teriak Zahra. (Ya, sebentar!)

Zahra dengan wajah kesalnya mulai berjalan menuju ke arah pintu utama rumahnya. Seketika tubuhnya terpaku saat menatap pria yang ada di depannya itu.

"K-kamu?"

                           *****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang