66. Welcome kissing

Mulai dari awal
                                    

Ada yang menahan lengannya di tempat, terasa begitu dingin. Riska menoleh perlahan. Fathir membuka mata dan menatapnya. Sebuah tatapan yang datar, tanpa ekspresi. Lebih mengerikan dari pada yang ia bayangkan.

"Bisa deket sini." Fathir mengisyaratkan agar mendekat ke arah tubuhnya.

Riska menurut. Lengannya perlahan di lepas. Hati-hati ia menempatkan dirinya agar tak mengenai luka di perut di pria itu.

"Ada yang mau gue kasih tau." Tangannya melambai mengarah ke wajahnya. Fathir tampak begitu lemah bahkan kalimatnya hampir tak terdengar. Oh apa yang telah dilakukan Fathir benar-benar akan jadi hutang terbesarnya.

Riska mengangguk dan dengan perlahan ia menempatkan telinganya di atas bibir Fathir.
"Lu tau gue bisa kayak gini gara-gara lu kan?" bisiknya lemah namun, ada penegasan di sana.
"Gue mau lu siap siaga 24 jam nonstop ngerawat gue pas pulang ke rumah ntar."
Fathir menaikkan helain rambut yang jatuh mengenai wajahnya. Buru-buru Riska merapikannya ke belakang telinga dan masih menunggu kalimat selanjutnya. Dia akan menerima apapun itu hukumannya. Tapi ia tak juga kunjung mendengar Fathir melontarkan kalimat selanjutnya.

Riska menolehkan wajahnya menghadap Fathir, tepat saat itu sebuah tangan yang dingin menarik tengkuknya. Terasa ringan namun, jelas saat bibir Pria itu menekan bibirnya. Riska tak bisa menolak karena kaget juga bercampur rasa bersalah, jadi dia memang memilih menerima nasibnya kali ini.

Tangan Fathir yang berada di tengkuknya kini bergerak perlahan ke atas, membelai rambutnya sementara bibir mereka masih menyatu dalam diam.
Riska berusah menarik diri perlahan hanya saja Fathir seperti tak terima. Ia merasa bibir pria itu mulai bergerak, lamat-lamat berusaha membuka celah yang mengatup rapat.
Riska menahan tubuhnya agar tak terjatuh, saat pergolakan kembali terjadi, bibir mereka saling bicara dalam kecupan, lumatan sekilas hingga terjangan lidah yang serta merta membuat Riska terbelalak. Pria ini meski terbaring sakit, sepertinya tak memadamkan hasratnya.

Bibir fathir terasa dingin dan kering, melibasnya mencari kehangatan dan sesekali mengisapi mulutnya. Riska kembali mengatur napas. Ia hampir saja terjatuh karena sebuah seruan yang datang tiba-tiba dari arah pintu.

"Nik!" mami masuk sedikit terlonjak mendapati mereka masih berciuman.

"Ah? Mami sama siapa ke sini?" Riska langsung menoleh kemudian berdiri dengan posisi siaga. Ia benar-benar malu dan salah tingkah.

"Sama Adam. Abi sama opa lagi keluar."

Dan Riska tak mau bertanya kemana mereka keluar. Meskipun ada firasat kepergian mereka ada hubungannya dengan dirinya.

"Suster udah ngasih obat Jap?" tanya mami beralih ke Fathir yang terlihat tersenyum sekilas ke arah Riska.

"Udah sebelum Riska ke sini."

"Oh iya noh mami bawain kamu sarapan Nik. Sarapan dulu yah." mami menaruh rantangannya di meja.

"Ntar ajah Mi," tolak Riska sembari duduk.

"Sana makan dulu. Ntar ada apa-apa gue yang disalahin opa." Fathir sepertinya puas dengan situasinya saat ini. Riska pun hanya bisa mengangangguk lalu bangkit dari duduknya.

"Mami siapin ya."

"Nggak usah Mi, biar Riska sendiri."

"Mami tau kamu suka rendang."

"Dapat dari mana pagi-pagi Mi?" tanya Riska seraya membuka rantangan dan menyiapkan piringnya.

"Aduh." suara Fathir yang terdengar seperti menahan sakit menghentikan sejenak acara persiapan makannya. Riska dengan sigap memghampiri pria itu. Fathir tampak mengernyit.

"Kenapa Jap? Ada yang sakit?"

"Kenapa harus rendang sih? Baunya tajem tau," protesnya seraya membuang muka.

"Udah Nik sini, mami temenin makan."

"Eh. Iyah Mi."

Nanggung ya, maaf bikinnya lagi setengah sadar 😴😄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

............
Nanggung ya, maaf bikinnya lagi setengah sadar 😴😄

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang