Happr Reading, Tanta Readers ^^
.
.
Utara kira, Alana akan menjauhi Selatan setelah olimpiade selesai. Namun ternyata, malah sebaliknya. Bahkan di kantin sekarang, cewek itu tengah berkumpul di meja Selatan dan dayang-dayangnya dan menjadi cewek sendiri di antara teman-teman Selatan.
"Mereka pacaran?"
"Tapi cocok, sih, perfect gitu. Gue yang liatnya aja dukung. Kayak pangeran sama princess di Disney."
"Iya, anjir, kayak di novel-novel. Iri gue sama kak Alana."
"Lah, iya, apalagi kalau lo buka postingan-nya kak Alana. Beuh, mereka foto berdua gitu dari belakang."
"Seriusan?"
"Eh, tapi kak Selatan, kok, nggak ada post apa-apa. Instagram stories dia juga kosong."
"Iya juga sih, bisa aja, kan, Kak Selatan sukanya sama si ... siapa itu, kakak karate yang galak itu? Lupa gue namanya."
"Oh ... itu. Cantik, sih, tapi nyeremin kayak macan." Mereka tertawa.
"Kasian Lak Selatan, mending sama gue. Sama Kak Alana juga gue rela daripada Kak Utara."
"Kalau ngegosip lain kali, tuh, langsung di depan gue." Utara yang sedari tadi panas karena mendengarkan gosip-gosip tentang dirinya, langsung berbalik badan. Wajah-wajah adik kelasnya itu langsung pucat pasi. Sudah lama menunggu antrean seblak, ditambah mulut tidak sopan adik-adik kelasnya, membuat Utara semakin berapi-api.
"Kenapa berhenti? Gosip lagi dong!" pancing Utara.
Lima cewek kelas 10 itu tertunduk, lalu menelan ludah seperti menelan meteor. Lima perempuan dengan lambang kelas warna hijau itu saling dorong untuk buka suara.
"M-maaf ya, kak. J-ja-jangan dibanting," cicit salah satu dari mereka.
Utara memutar mata malas. Untungnya pesanannya sudah selesai. Setelah membayar, Utara menerobos gerombolan lima adik kelasnya itu. "Dasar netizen julid!"
Melewati meja Selatan, Utara sama sekali tidak mau menoleh. Bahkan suitan El pun diabaikannya. Nyanyian Gugun yang selalu Sik-Asik juga begitu. Intinya, ia tidak mau menoleh da menganggap mereka semua tembus pandang.
"Idih, idih, lo lagi berantem, ya?" tanya El pada Selatan setelah memastikan keberadaan Utara sudah tidak ada. Cewek itu sudah duduk adem ayem di sana bersama tiga sahabatnya.
"Berantem sama siapa?" tanya Selatan setelah menandas jus jeruknya.
"Ah elah, genderuwo!" El memainkan alisnya.
"Btw, yang kemarin gimana? Lo makin marahan sama dia?" Lintang ikutan bertanya.
"Kenapa? Apa? Di mana? Gue ketinggalan apa?" tanya El grusuk-grasak.
"Yang di parkiran itu, Le," sahut Gugun. Kali ini, sepertinya Gugun punya nama baru untuk El, yaitu Le—kebalikan dari namanya. Kata Gugun, itu estetik.
"Ooohhh!"
Selatan menoleh pada Alana yang tampak kebingungan dengan perbincangan mereka. Cewek itu tiba-tiba izin duduk bergabung dengan alasan tidak punya teman di kantin karena sahabatnya sakit.
Selatan kemudian memberi kode kepada teman-temannya karena ini termasuk privasi aset negara planetnya Dayang Boys. "Ntar, gue ceritain."
Empat cowok itu manggut-manggut oke
Alana yang duduk di hadapan Selatan kini menatapnya lurus. "Selatan, malam ini sibuk, nggak?"
"Kenapa?" tanya Selatan. "Ekhem."
"Uhuk! Batuk, Pak Haji?!"
"Ekhem, keselek meteor."
Selatan berdecak karena reaksi teman-temannya.
"Mau ngajak jalan buat beli dekorasi gue ultah nanti," kata Alana, berharap Selatan mau menemaninya pergi malam ini. Namun, raut wajah Selatan yang tidak sesuai ekspektasinya, membuat cewek itu memberengut.
"Maaf, Na, gue nggak bisa. Gue harus ngajarin Utara Matematika. Dia mau ulangan harian besok. Apalagi bulan Desember kita ujian, gue harus semakin sering ngajarin dia."
"Ehem!"
"Paling ehem!"
"Bener-bener paling ekhem kalau yang ini!"
"Batuk, Pak Haji?!"
"Keselek pluto!"
"Ck, apaan, dah, nggak jelas!" sahut Selatan. "Maaf, ya, Na. Gugun siap kok kalau lo mau."
Gugun auto membusungkan dada. Tentu saja ia sangat menerima jika Alana mengajaknya. Kalau bisa, sampai move on dari Shera.
Alana tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Nggak papa, nggak usah, kok. Tapi, kalian berlima harus hadir, ya, malam Minggu nanti. Ulang tahun gue yang ke-
17."
"Oh, tentu!"
"Makasih."
***
Wajar nggak, sih, suka sama musuh sendiri?
Kalo sama sahabat, mah, wajar-wajar aja, kan, ya?
Katanya benci dan cinta itu tipis
Apa gue bisa membedakan apa yang sekarang gue gue rasain?
Ata itu sebenernya baik, tapi nyebelin bin ngeselin! Sikapnya yang julid nggak tanggung-tanggung, ngejekin gue nggak tanggung-tanggung itu yang paling buat gue nggak suka. Tapi justru itu sesuatu yang gue rindukan saat ini.
Tujuh belas tahun lebih hidup, gue nggak pernah lepas dari keberadaan dia yang kadang kayak jelangkung suka nongol tiba-tiba di mana gue berada. Gue nggak pernah tau, gimana kalau ternyata hati gue perlahan berlabuh ke dia?
Geli sih, mengakui kalau gue kemarin benar-benar cemburu, akhir-akhir ini dia makin jauh. Hahahaha, ini gue curhat. Gue bukan tipe cewek yang mudah ngungkapin perasaan gue, termasuk rasa cemburu, apalagi dia yang notabenenya musuh gue dari kecil. Bahkan mengatakannya lewat mulut untuk diri sendiri pun gue geli, makanya gue ungkapin lewat tulisan ini aja.
Ata itu ... nggak peka banget!
Tapi di kertas ini gue mau jujur, kayaknya gue mulai melanggar peraturan ke-7 kali, ya? Tapi di satu sisi, gue nggak mau kalah. Kalaupun ada yang melanggar, gue mau Ata yang duluan. Gue pengennnn banget sekaliiii aja menang dari dia. Sekaliii aja, Tuhan tolong kasih Uta menang. Pengen banget liat muka tengil dia terbenyekbenyek, apalagi semboyan buriknya itu.
Dan dengan melanggar peraturan, mungkin Ata bisa beberin satu rahasia yang nggak pernah dia ceritain, siapa tau dia suka sama gue hahahahaha.
Eh gila! Gue nulis apa, woy! Jijik!
Tapi rasanya seru juga bisa ngungkapin sesuatu kayak gini. Nggak apa-apalah gue alay kali ini hahahaha.
Intinya, untuk peraturan ketujuh, gue nggak akan kalah. Gue nggak akan goyah! Kalaupun ternyata nggak sesuai yang gue eskpektasikan, ya ... nggak apa-apa. Paling gue sakit hati bentaran juga kayak cowok-cowok yang php-in gue.
—Utara Cantik—
Utara menutup cepat buku dengan sampul biru yang baru saja ia beli kemarin. Menikmati angin sore yang berembus sedang, Utara menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku kayu, di sebuah taman di depan jalanan komplek. Sambil menetralisir lelah bermain sepeda, Utara istirahat dan iseng-iseng menuliskan perasaannya saat ini.
"Utara dan Selatan."
"Selatan dan Alana."
Utara mengamati langit biru yang mulai berwarna jingga kemerahan. Saat melihat satu bentuk awan, imajinasinya berjalan. Bentuknya seperti lumbalumba, lalu ada pinguin.
"Kayaknya paling cocok yang kedua kali, ya? Kalau mereka jadian, gue gimana? Gue harus jadian juga sama cowok! Gue nggak mau kalah!" Sedari tadi dia tidak berhenti bermonolog.
"Tapi, apa gue sanggup liat mereka ngebucin?" Utara menutup wajahnya frustasi. "Gue yang selalu bodoh masalah cinta, emang bakal dapat cowok yang bener-bener tulus?"
"Huaaa!! Gue selalu dibodohin. Tapi, semoga Zidan IPA 3 tulus sama gue."
Utara memang sedang pdkt dengan laki-laki yang namanya Zidan, kelas IPA 3. Awal mulanya karena cowok itu membalas Instagram story Utara yang waktu itu upload foto Blacky.
"Kak Utara!"
Utara menolehkan ke asal suara saat mendengar namanya dipanggil. Melihat wajah familiar dengan mata polos itu tengah berlarian kecil ke arahnya, Utara yang awalnya duduk, lantas berdiri.
"Idan!" Senyum di bibir Utara mengembang.
"Hallo, kakak magnet! Aku nggak nyangka kita ketemu lagi." Wajah Idan, bocah lelaki yang waktu itu ia temui di taman rumah sakit, sekarang terlihat semringah.
"Idan ngapain di sini? Sama siapa?" Utara celingak-celinguk di taman yang sepi.
"Mami." Idan menunjuk seorang perempuan yang berdiri jauh dekat perosotan. Ia melambai ke arah mereka.
"Idan udah sembuh?"
Kepala anak itu mengangguk. "Iya. Tapi, kata Mami, Idan nggak boleh kecapean main sama temen-temen. Terus, Idan juga masih sering diperiksa sama Bu Dokter cantik. Tapi, Idan nggak tidur di rumah sakit lagi. Idan senang!" Mata bocah itu berbinar. "Kata bu dokter cantik, Idan mulai sembuh dari ... dari apa, ya? Leu... leukimia! Iya, leukimia!"
Utara jadi teringat Mama. Kasihan juga Idan, masih kecil sudah diberikan sakit yang berat. Utara jadi merasa bersyukur saat mengingat masa kecilnya yang masih bisa bermain bebas. Anak kecil di hadapannya ini tengah berjuang melawan sakitnya, dan mainnya pun tidak sebebas anak normal dan sehat pada umumnya.
Utara ikut merasa senang. "Asyik, dong, kalo gitu."
"Kakak yang satunya mana? Idan lupa namanya siapa." Idan tampak mengingat. "Pokoknya yang ganteng."
Mata Utara menyipit. "Selatan?"
"Aaaaa, iya! Kakak ganteng itu. Idan mau besarnya nanti ganteng kayak Kak Selatan."
Utara tertawa kecil. "Emang dia ganteng, ya?"
Idan mengangguk. "Iya, kayak artis!"
Utara mengiakan saja. Namun baginya, Selatan itu tidak ganteng-ganteng amat, terhalangi dengan sifat menyebalkannya. Mungkin juga karena efek Utara terlalu sering melihat muka tengil Selatan. Bayangkan saja, tujuh belas tahun selalu wajah Selatan yang ia lihat, suara tawa yang mengejeknya, kejailannya, semuanya serba Selatan.
Kan, gue jadi kangen ....
"Kakak magnet, aku ada magnet baru lagi, loh." Idan merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan sepasang benda berbentuk segitiga. Ia menunjukkannya pada Utara.
"Idan beli lagi?"
Dia mengangguk. "Mami yang beli. Idan suka koleksi, di kamar ada banyaaak banget." Tangan Idan menggambar lingkaran besar.
"Oh, ya? Buanyakkkk banget!" Utara tertawa mengikuti nada suara Idan sambil menggambar lingkaran besar.
Idan ikut tertawa. "Iya! Ini aku kasih buat kakak aja, satunya buat Kak Selatan, ya." Idan memberikan magnet segitiga itu untuk Utara.
"Wah, makasih, ya." Utara menerima magnet yang Idan berikan.
Idan mengangguk. "Sama-sama. Kapan-kapan, kita ketemu lagi ya, Kak, sama kakak ganteng juga, biar lengkap jadi kakak magnet. Idan juga mau tau caranya biar golop kayak kakak ganteng."
"Golop?" Mata Utara menyipit sambil mengelus dagu, berpikir.
"Iya, kata Rani, berubah menjadi lebih keren itu golop."
"Glow up maksud Idan?"
Kepala anak itu mengangguk cepat dua kali. "Itu maksudnya, hehe."
Utara tertawa. Idan juga tertawa malu. Anak kecil ada-ada saja. Sudah tau menahu tentang glow up.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>