Dara

By nindybelarosa

1.2M 120K 7.1K

Hidup Dara terlalu biasa ... sampai akhirnya dia bertemu dengan Danu. Dalam sekejap, semua berubah dan menemp... More

1. Danu
2. Tawaran sesat
3. Dunia Danu
4. Dusta Pembawa Petaka
5. Petaka Ganda
6. Down Payment
7. Cicilan Transaksi
8. Menginap
Menginap Part 2
9. Perjalanan "Dinas"
10
11. Terkurung seharian
12. Pendamping
13. Salah tingkah
14. pelajaran pertama
15. Pertemuan terakhir
16
17.
18. Pernikahan kilat
Bab 19. Pernikahan kilat 2
20. Pernikahan Kilat 3
21. Pernikahan kilat 4--last
22. Julia 1
23. Julia 2
24. Julia (3)
25. Mencoba meraih Danu
26. Mencoba meraih Danu (2)
27. Mencoba meraih Danu (3)
29. Resepsi 2
30. Resepsi 3
31. Resepsi (4)
32. Virgo_Girl?
33. Milikku. Artinya ... hanya milikku.
34. Menjijikkan!!!
35. Tidak seindah itu (1)
36. Tidak seindah itu (2)
37. Ulah Danu
38. Sayang kamu
39. Sabarnya Dara
40.
41.
42
43.
44.
45. Cara kerja Danu
46. Cara kerja Danu (2)
47. Cara Kerja Danu (3)
48.
49. Tidak ada Vicky, hanya Laras
50. Drama meja makan
51.
52. Keberpihakan abu abu
53.
54.
55
56
57
Bab Tak Berjudul 59
Part 59 yang sesungguhnya

28. Resepsi 1

17.2K 1.9K 89
By nindybelarosa

selamat membacaaaa



Love yeah!!!


***

Eline si gadis SPG yang akan segera menjadi istri Pak Brata sangat cocok dengan Julia. Keduanya langsung akrab. Pak Brata tampak senang. Namun, Danu curiga terjadi sesuatu yang membuat pikiran lelaki itu terganggu.

"Jadi, apa itu?" tanya Danu saat Julia dan Eline sedang pergi ke toilet.

"Terlihat jelas?" Brata bertanya sambil tersenyum.

"Berarti benar, ada sesuatu. Mungkin sebenarnya aku memiliki indra keenam." Danu tersenyum.

"Pernikahan terpaksa ditunda. Semua sudah direncanakan dengan baik, tetapi anakku tidak bisa menerima Eline. Masalahnya, permasalahannya lebih besar dari sekadar tidak setuju. Dia sudah membuat masalah dan aku sulit menghentikan dia karena dia anakku yang paling kuandalkan. Ibunya berhasil menghasutnya. Terlalu tiba-tiba. Aku belum siap mendapatkan pemberontakan sebesar ini."

Danu diam sejenak. Menunggu Pak Brata berkata lebih lanjur tetapi lelaki itu malah menenggak isi gelasnya saja. Wajah ceria yang sedari tadi dipasangnya berubah masam.

"Kupikir, saat kita menikah atau memiliki hubungan restu orang lain memang hanya pendukung saja. Tapi tentu saja pemberontakan yang Anda katakan besar ini pasti akan menjadi gangguan. Apakah Eline tahu?"

Pak Brata menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya itulah alasan mengapa aku meminta kamu membawa Julia. Sepupumu itu mungkin bisa mengajari Eline cara bergaul dan membaur. Mereka bisa menjadi teman. Kita sama-sama diuntungkan."

Danu mengangguk setuju. "Mereka sangat cocok."

"Apa kamu memiliki saran yang bisa kita gunakan untuk menjinakkan Aaron?"

Aaron, anak Pak Brata, adalah lelaki yang cerdas. Dia berperan cukup besar dalam perkembangan usaha milik Pak Brata. Pergaulan Aaron yang luas dan sikapnya yang tidak kenal takut serta frontal membuatnya disegani. Danu yakin jika tanpa Aaron, Pak Brata tidak akan sesukses sekarang. Berurusan dengan Aaron tidak akan sulit karena Danu mengetahui kelemahannya. Namun, berurusan dengan Aaron adalah pilihan bodoh.

"Berikan saja apa yang dia mau. Buat dia mengerti kalau ada banyak hal lain yang harus dia pikirkan selain kehidupan Anda. Toh, hubungan Anda dan ibu Aaron memang sedikit unik. Lebih seperti pernikahan bisnis. Lagi pula, apa yang Aaron takutkan? Dia bagian dari tim Anda. Dia bisa melihat dan mengambil tindakan jika sesuatu dianggapnya salah. Dia memiliki hak untuk itu, bukan?"

"Ya ... ya ... itu benar. Sialan memang mantan istriku itu. Sudah kuberikan apa yang dia mau, tetapi dia masih menghasut anakku. Seandainya membunuhnya tidak akan membuat Aaron mengamuk."

"Pernah mencoba mendudukkan mereka dalam satu meja?" tanya Danu.

"Tentu saja tidak! Yah ... awalnya aku berniat menjadikan Eline simpanan. Kalau menikah pun, dia jadi istri keduaku. Tapi, semua terjadi begitu cepat dan hubungan kami semakin serius. Sama mengagetkannya dengan secara tiba-tiba kamu akan menikah. Beri tahu aku, bagaimana calon istrimu? Dia cantik? Dia ... seksi?"

Danu sengaja tertawa hanya untuk mendapatkan jeda. Dia harus menimbang setiap ucapan yang akan keluar dari mulutnya. Hubungannya dengan Pak Brata selaku teman bisnis cukup berisiko. Dia harus menjaga jarak, memastikan semuanya tetap pada batasannya.

"Hayooo ... pada bahas apa?" Suara Julia mengalihkan perhatian mereka. Dalam hati, Danu bersyukur. Dara akhirnya berhasil tidak dibahas.

"Mas, Julia bilang dia mau ke Singapur bulan depan sama teman-temannya dan ngajak aku. Aku boleh ikut nggak?" Eline yang sudah duduk di tempatnya semula, di sebelah Pak Brata, menggenggam lengan sang calon suami saat bertanya. Wanita itu memasang wajah memelas.

"Bulan depan? Bagaimana dengan persiapan pernikahan?"

"Mas ... ini kesempatanku punya teman. Kalau kita udah menikah nanti, aku bakalan sibuk. Belum tentu bisa pergi. Kita undur aja ya? Toh, kita belum sebar undangan." Senyum lebar tersungging di bibir wanita itu.

Pak Brata menarik napas panjang dan mengangguk. Dia memasang wajah kalah. Padahal sudut bibirnya terangkat. Danu tahu pria itu merasa tertolong. Sepertinya mereka cocok. Sama-sama manipulatif dan licik. Pernikahan mereka akan menjadi drama yang menarik.

"Ya sudahlah. Julia," Kini Pak Brata melihat kea rah Julia, "jangan sampai nanti di sana dia kecantol dengan pria lain ya! Kamu yang saya sikat!"

Mereka semua pun tertawa.

***

Rumah sudah sepi saat Danu pulang. Hari telah larut. Semua pasti sudah beristirahat. Selepas pertemuan dengan Pak Brata, Danu masih harus singgah di swalayan untuk mengoceh pada para karyawannya terutama pada sang paman yang diberi kepercayaan untuk mengelola. Pasalnya, swalayan itu akan diperluas, tetapi masih belum mengantongi izin dari pihak setempat.

Danu kesal. Harusnya ini menjadi masalah kecil yang tidak perlu campur tangannya. Saat Dara sibuk menyiapkan resepsi mereka, dia masih harus berkutat dengan hal-hal tidak penting. Dia bahkan berjanji dalam hati untuk memberi sedikit pelajaran pada pihak yang mempersulit agar mereka paham dengan siapa mereka berurusan.

Perut Danu lapar, tetapi dia malas makan sendiri di keheningan malam. Dia memeriksa isi kulkas serta lemari makanan. Akhirnya dia hanya mengambil roti dan memakannya sambil berjalan menuju kamar, yang langsung habis bahkan sebelum dia menginjak lantai dua.

Danu membuka pintu kamar dengan pelan, berjaga-jaga kalau Dara sudah tidur. Semua lampu kecuali lampu tidur telah dipadamkan. Di keremangan, Danu bisa melihat dengan jelas Dara yang berbaring meringkuk layaknya bayi dalam kandungan dengan selimut yang menutup sampai ke dada.

Kening wanita itu berkerut lalu matanya perlahan membuka. Danu merasa tidak enak karena telah membuat Dara terbangun.

"Mas ... baru pulang?" Dara berusaha duduk dan Danu berjalan cepat menghampiri ranjang sambil mengangkat tangannya, melarang Dara untuk duduk.

"Maaf membuatmu terbangun. Tidurlah lagi." Tangan Danu memegang lengan Dara dan menuntun wanita itu untuk kembali berbaring.

"Mas udah makan?" Suara Dara begitu pelan seolah ini adalah igauan.

Danu mengelus rambut Dara. Pasti Dara mengantuk sekali, batinnya. Mungkin Dara lelah karena aktivitas di tengah kehamilannya itu. Danu pernah mendengar hamil bisa menjadi begitu merepotkan bagi beberapa wanita terutama di kehamilan pertama.

"Kamu sudah makan malam?" Danu balik bertanya.

Dara mengangguk. Lalu, tangan wanita itu meraih paha Danu. Memeluknya.

"Dara ... aku mandi dulu." Danu mendorong tangan Dara pelan.

Kepala wanita itu yang masih menempel di bantal mendongak seolah ingin menatap Danu dengan jelas. "Ini udah malam banget, Mas. Mas mau aku siapin air hangat?"

Danu menggelengkan kepalanya. "Aku bisa sendiri."

"Tapi ... ini udah malam banget loh. Nanti Mas sakit."

Danu tertawa. "Tidur dalam keadaan kotor setelah seharian beraktivitas juga bisa membuat kita sakit," bantahnya.

"Tapi Mas kelihatan capek. Nggak usah mandi ya? Toh berapa jam lagi juga subuh. Mandinya subuh aja. Mas kan emang biasa bangun pagi banget. Coba deh kalau dikurangin waktu mandi, Mas tidur berapa jam? Tidur aja ya?"

Ini tidak seperti Dara yang berbicara panjang lebar dan berani mengemukakan pendapat apalagi meminta. Namun, Danu menyukainya. Perhatian kecil seperti ini sialnya membuat dia merasa hangat. Dia ingin membantah, hanya untuk membuktikan bahwa Dara tidak bisa membuatnya berubah pikiran, tetapi kepalanya mengangguk.

"Aku ganti pakaian aja kalau gitu," ucapnya.

Berbicara pakaian, barulah Danu sadar Dara mengenakan pakaiannya. Sweater rajut yang merupakan hadiah dari seseorang di masa lalunya.

"Ini ... punyaku kan?"

Dara tersenyum gugup. "Maaf. Tapi, kamar ini dingin dan pakaianku tidak ada yang cukup tebal, Mas."

Danu tidak membutuhkan maaf karena sekarang ini dia tidak marah. Malah merasa lucu dan gemas. Sedikit malu mengakui kalau Dara yang mengenakan pakaiannya terlihat lebih cantik dibanding saat mengenakan lingerie. Bayangan di mana Dara mengenakan kemejanya dengan kanding atas yang terbuka pun terlintas.

Benar, Dara lebih menggemaskan saat mengenakan pakaiannya. Itu seperti Dara memproklamirkan tanpa suara kalau dia kini telah benar-benar menjadi milik Danu. Pemaknaan yang sedikit tidak masuk akal, tetapi Danu memang merasa seperti itu.

Setelah berdeham, Danu berdiri dan menghampiri lemari. Mengambil kaos dan celana pendek lalu mengenakannya. Lelaki itu kembali menghampiri ranjang di sisi yang kosong dan masuk ke dalam selimut.

Oh astaga, Dara tidak mengenakan celana. Danu tidak bisa menahan tangannya untuk menyentuh paha Dara dan beranjak lebih ke atas sampai ke bokong sang istri, menarik wanita itu agar tubuh mereka menempel.

"Tidak pakai celana? Rencana macam apa ini? Tadi pagi sudah cukup harusnya." Danu berbicara tentang gairah Dara.

Dara menundukkan kepala sehingga Danu tidak bisa melihat wajah wanita itu. "Selimutnya cukup hangat, kok," jawab Dara pelan.

Danu menarik dagu Dara hingga wanita itu mendongak. "Kamu sedang 'ingin'?" tanyanya serius. Dara menggelengkan kepalanya. "Kamu berhak untuk meminta jika sedang 'ingin', seperti aku yang memang akan seperti itu. Seks itu bagian penting dari pernikahan. Baik bagi istri juga suami. Tidak harus merasa malu karena gairah itu anugrah. Percayalah, kehilangan gairah pada pasangan itu bencara yang bisa menghancurkan keharmonisan rumah tangga dalam sekejap."

"Beneran, Mas. Aku nggak lagi ... itu kok."

"Benar?"

Dara mengangguk. "Mas sendiri?"

Danu memeluk Dara erat dan mencium bibir sang istri beberapa kali. "Cukup. Yang tadi pagi cukup. Aku bergairah, tetapi tidak sebesar tadi. Bisa kita tunda sampai gairah itu lebih besar dan kita melakukannya dengan lebih menggebu. Tidak ada yang harus dikejar. Tapi, kita berdua harus beristirahat terutama kamu yang sedang mengandung anakku."

Wajah bingung Dara membuat Danu tertawa pelan lalu kembali mengecup bibirnya. "Tidurlah. Itu kesimpulannya. Tidur."

Dara mengangguk setuju lalu menempelkan pipinya di dada Danu. Tubuh wanita itu beberapa kali bergerak seperti sedang mencari posisi nyaman lalu kembali tenang.

"Aku suka aroma tubuh Mas," ucap Dara. Membuat Danu yang tadi sudah memejamkan matanya kembali terbangun.

Dalam hati, Danu mengejek Dara. Aroma tubuh yang mana? Aroma tubuhnya yang belum mandi atau aroma parfumnya?

"Mas ...." Dara mendongak. Danutidak menjawab karena dia memang sudah mengantuk. "Sepertinya aku sedang ingin,"ucap Dara pelan dan terlihat sedikit ragu.



NB

Continue Reading

You'll Also Like

1M 106K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
338K 26.5K 57
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
516K 2.9K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
1M 44.2K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...