Sudah seminggu sejak kejadian dirumah Lala. Ashila semakin jarang melihat Shaka. Cowok itu benar-benar menjauhi nya. Ashila kadang merasa, kalau Shaka masih mencintai nya. Tapi jika sudah seperti ini, cewek itu mungkin harus berpikir dua kali untuk terus menyakinkan diri jika Shaka masih mencintai nya.
Ashila mengusap wajah dengan kedua tangan nya. Perasaan nya pada Shaka masih sama. Sampai-sampai ia bingung sendiri bagaimana lupa pada cowok yang sudah bukan rumah lagi baginya.
"Ahh, sialan," umpat Ashila tiba tiba.
"Ashila?"
"Hm?"
Lala menyentuh dahi Ashila. Ia kemudian menggeleng. "Lo gak sakit."
Ashila menatap Lala malas. "Apasi? Gila nih."
"Lo ngomong sialan barusan, lo ngomong kasar," kata Lala heboh. Ia menatap Ashila serius. "Belajar dari mana lo, Shil?"
"Apa si La? Lebay banget." Ashila memilih membaca buku milik nya.
"Jangan ngomong kasar lagi, lo bisa keterusan. Tapi, jujur sih, ngomong kasar itu emang enak banget. Cuma, gimana lo make nya, jangan salah mengartikan aja, Shil." Lala nyengir.
"Apa harus sedalam itu, kalau mau belajar kata-kata kasar?" Ashila melirik Lala.
"Yaudah lah, intinya itu gak baik," kata Lala kemudian ikut membaca buku milik nya.
Ashila menatap Lala dengan serius. Cewek itu menopang dagu.
Lala yang sedikit risih melirik Ashila sinis. "Apaan si?"
Ashila nyengir. "Bisa bisa nya Andi mau sama kamu La."
"Ah sialan lo, Shil."
Ashila tertawa sambil menghindari serangan-serangan yang berupa cubitan yang diberikan oleh Lala. Cewek itu mungkin memang harus sedikit lebih ikhlas, karena tidak selamanya Shaka selalu harus mencintai nya.
🍉🍉🍉
Sepulang sekolah seluruh murid kelas dua belas dikumpulkan di aula besar. Di karenakan ujian nasional yang akan segera tiba membuat para murid diwajibkan datang ke aula. Ashila yang tadi nya hendak pulang tangan nya langsung ditarik paksa oleh Lala, sampai akhirnya ia harus berakhir disini.
"La, pulang aja," bisik Ashila wajah nya nampak memelas.
Lala mendelik tajam. "Kok lo jadi badung gitu sih, Shil."
"Kenapa? Apa lo takut ketemu Shaka?" tanya Lala.
Ashila menggeleng pelan. "Engga, gak gitu."
"Cuma-,"
"Cuma apa?" bisik Lala pelan. "Andi bilang mereka gak akan kesini. Lo lupa, bapak Shaka yang punya sekolahan. Jadi kalaupun dia gak dateng sekarang. Dia tetep dapet informasi tentang ujian nanti."
Ashila akhirnya diam. Perasaan nya tetap saja tidak karuan. Cewek itu terus melirik ke arah pintu masuk. Ia mencoba menghembuskan nafas, berusaha mengalihkan pandangan nya dari pintu itu. Ashila menatap ke depan sampai akhirnya suara berat dari arah pintu. Membuat ia harus mengalihkan pandangan nya.
"Maaf, Bapak telat."
Ashila mendesah lega. Ternyata itu kepala sekolah. Cewek itu menggelengkan kepala. Menepuk-nepuk pipi nya. Ia harus bisa melupakan bayang-bayang Shaka.
🐻🐻🐻
Ashila celingukan mencari keberadaan sepatu nya. Cewek itu masih sangat ingat kalau cewek itu menyimpan sepatu nya di sekitaran sini. Ia menyisir rambut dengan jari-jari tangan nya, mendesah pelan. Sudah mulai sepi, hanya tinggal ada dirinya dan beberapa pengurus osis yang masih membersihkan aula.
"Mana sih? Perasaan aku taro disini tadi," gumam Ashila pelan.
Ashila duduk di kursi panjang samping pintu aula. Cewek itu merogoh ponsel dalam tas nya, berniat menghubungi Lala yang pamit untuk pergi ke toilet. Saat sibuk mencari ponsel nya, Ashila di kagetkan dengan seseorang yang menarik pergelangan kaki nya.
Cewek itu semakin kaku di tempat nya, ketika melihat Shaka yang tengah memakaikan sepatu di kaki nya.
"Gak usah," kata Ashila berusaha menarik perlahan kaki nya, namun Shaka menahan nya.
"Diem dulu," ucap Shaka dengan suara berat nya.
Ashila semakin tak karuan. Bisa-bisanya Shaka menarik ulur perasaan nya seperti ini. Bahkan saat Ashila sudah hampir menyerah terhadap perasaan nya sendiri.
"Kenapa?" tanya Ashila akhirnya setelah bungkam berhasil menguasai dirinya.
Ia harus bicara.
"Kenapa apa?" tanya Shaka dingin, sambil menarik pergelangan kaki kiri Ashila, lalu memakaikan nya sepatu.
Ashila menghela nafas. "Kenapa masih mau peduli?"
Shaka diam saja tidak menjawab. Cowok itu malah sibuk mengeratkan tali sepatu Ashila.
"Kalau mau pergi, ya pergi aja, kamu kira enak ditarik ulur perasaan nya kaya gini. Apasih mau kamu? Kamu kira hati aku mainan yang bisa kamu mainin seenaknya? Gak usah sok kegantengan." Ashila mengeluarkan unek-unek nya, ia semakin kesal dengan Shaka cowok itu selalu saja semau nya.
Shaka mengangkat kedua bahu tegap nya, lalu cowok itu berdiri, kemudian menatap Ashila yang juga tengah menatap nya.
"Udah ngoceh nya?" tanya Shaka.
Ashila diam.
"Bukan nya bilang makasih, malah marah-marah, gak nyesel gue mutusin lo," kata Shaka frontal.
Ashila meneguk ludah.
Nyakitin lagi.
Shaka menghela nafas. Kemudian memilih pergi dari sana, meninggalkan Ashila sendirian.
Ashila menatap punggung Shaka yang semakin menjauh dari pandangan nya, padahal dulu cowok itu selalu menunggu Ashila agar selalu di samping nya.
"Perasaan kamu cepet banget berubah nya, " gumam Ashila menyeka air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipi nya, tersenyum sendu, lalu memilih berdiri, berbalik arah dan berjalan menyusul Lala.
✨✨✨✨
Shaka menuruni tangga rumah nya. Ia tersenyum menatap Bunda yang sudah menyiapkan makan malam di bawah sana. Shaka berjalan ke arah meja makan, lalu mendekati Bunda nya yang sibuk merapihkan piring piring di atas meja.
"Wah makan enak kayanya kita malam ini."
Bunda Shaka-Ana tersenyum lebar. "Iya karena malem ini kita bakalan kedatangan tamu."
Dahi Shaka mengkerut bingung. "Bunda ko gak bilang?"
"Itu Bunda bilang barusan," kata Ana masih sibuk dengan piring di atas meja.
"Maksud nya kenapa gak dari Shaka pulang sekolah?" tanya Shaka kesal.
"Kamu nya gak nanya," kekeh Ana.
Shaka menggeleng pelan. "Siapa tamu nya, rekan bisnis Bunda?"
Ana menggeleng. "Suami sahabat Bunda."
Shaka mengangguk paham.
"Udah selesai, sekarang...,"
"Ya ampun Shaka, kenapa gak pake baju?" Ana kaget saat melihat Shaka yang masih bertelanjang dada, anaknya itu hanya memakai boxer sepaha.
Shaka terkekeh pelan, menggaruk belakang rambut nya yang tak gatal. "Baru bangun tidur, lagian biasa nya Shaka juga gini di rumah."
"Enggak, kamu sekarang ganti baju yang rapih, harus ganteng, jangan kaya gembel. Cepatan." Ana mendorong punggung Shaka sampai tangga.
Shaka menghela nafas lalu naik ke atas tangga. Ia tidak bisa menolak permintaan Bunda nya.
"Cepatan Shakaaaa!!"
"Iya Bundaku," kata Shaka lalu berlari masuk ke kamar nya.
Ana menggeleng pelan.
"Susah bikin nya, susah juga di atur nya."
🐣🐣🐣
Shaka menuruni tangga rumah nya. Ia sudah berdandan rapi. Cowo itu bisa melihat ada laki laki dewasa tengah mengobrol dengan Bunda juga Ayah nya di depan pintu. Wajah nya samar-samar terlihat, terhalang oleh punggung besar milik Ayah nya.
"Kaya kenal," gumam Shaka, ia mempercepat langkah nya.
Shaka sudah berdiri di sana. Ia meneguk ludah.
"Bunda," panggil Shaka di tempat nya.
Ana menoleh, kemudian tersenyum."Shaka, sini nak."
Shaka mematung di tempat nya.
"Loh, Om David?"
🐡🐡🐡
LANJUT? COMENT IYAAAAA