"Selamat Membaca, Tanta Readers!^
.
.
...
Ayah dan Bunda baru pulang ke rumah saat malam. Bunda langsung cemas menemui Selatan yang demam. Bahkan, Bunda dan Utara sampai harus menemani Selatan tidur karena cowok itu masih ketakutan dan mengigau nama Utara berkali-kali. Benar-benar lebay kalau Selatan sakit itu.
Masih pagi, tapi Utara sudah mengantuk karena kurang tidur semalam. Tadi ia juga harus berangkat bersama Ayah karena Selatan sakit. Dan sekarang, langkah kaki Utara terasa ringan saat keluar dari ruang guru, tepatnya menemui Bu Indy. Ia mendapat kabar baik nilai matematikanya meningkat. Berkat Selatan yang mengajarinya tentu.
Teman-teman Utara, Fahri, Ribi, dan Erina sudah lebih dulu pergi ke taman belakang. Sebelum menyusul, ia sempatkan ke kantin. Dan, di meja tengah seperti biasa, Utara melihat Dayang boys yang tanpa Selatan.
Brak!
"Ups! Sorry."
Utara berhenti melangkah saat cewek dari arah sampingnya tiba-tiba menabrak, membuat jus jeruk cewek itu mengotori kemejanya.
"Maaf, gue nggak sengaja," ucap Alana membersihkan kemeja Utara yang kotor.
"Lo sengaja atau nggak sengaja?" tanya Utara kesal mendengar nada suara Alana yang berlagak tidak sengaja, tapi ekspresi judesnya menggambarkan yang sebaliknya.
Alana mengerjap dengan wajahnya yang dibuat polos. "Maaf, Tara. Gue beneran nggak sengaja," ucapnya membuat Utara memutar mata malas. "Lo mau make kemeja gue? Ada kok di loker," tawarnya.
"Nggak. Makasih." Utara akan pergi, tapi Alana buru-buru menahan lengannya cukup keras.
Apaan nih cewek?! Utara menyentak cekalannya kasar.
"Gimana kabar Selatan?"
"Kenapa lo nanya sama gue?"
"Kan lo yang udah nggak sopan angkat telepon gue kemarin."
Utara menahan diri untuk tidak membanting Alana saat wajah cewek itu penuh begitu sinis dan merendahkan. Tangannya mengepal di kedua sisi rok. "Membaik," ujarnya.
"Oh, bagus. Lain kali, jaga sopan santun, ya. Gue pergi dulu. Sorry, baju lo jadi kotor."
Aksi itu menjadi tontonan gratis penghuni kantin. Gugun sampai menghentikan konsernya dan Lintang berhenti berjoget. Utara melewati meja mereka dengan aura horor. Setelah ia membeli makanan, Utara menuju lokernya dan mengganti pakaiannya yang kotor karena Alana.
Fahri yang sedang mencari mangga matang menoleh, Ribi yang bersandar di batang pohon menegak, dan Erina yang membaca buku langsung menutup bukunya saat Utara tiba-tiba menghempaskan pantatnya duduk di rumputan yang menjadi alas andalan mereka saat nongkrong di bawah pohon mangga.
"Beraninya dia sama gue. Untung gue sabar. Belum pernah ngerasain gue gibeng tuh cewek." Utara mencabut kesal rumputan yang menjadi alasnya.
"Kenapa, Ra?" tanya Fahri yang membersihkan getah mangga yang baru dipetik.
"Alana tuh, sok-sokan tau nggak. Pake bilang gue nggak sopan segala."
"Alana? Temen sekelas gue? Kenapa dia?"
Menarik napas panjang, Utara mulai menceritakan kisahnya sampai pada Alana yang menelepon Selatan. "Nabrak gue terus bilang gue nggak sopan. Enak aja tuh cewek."
"Kayaknya Alana suka sama Selatan nggak, sih?" tebak Ribi menimbang.
"Kayaknya, tapi menurut gue cocok-cocok aja," Fahri ikut menimpali.
"Cocok apanya!" sahut Utara tiba-tiba.
"Kenapa? Lo cemburu, ya? Lo mulai suka sama Selatan, ya? Ngaku aja, Ra! Gue dukung, kok! Walaupun hati gue potek," kata Ribi.
"Lo jangan ngomong gitu dong. Gue mulai baper sama dia tau," sahut Utara blak-blakan membuat tiga pasang mata sahabatnya nyaris melompat keluar.
"HAH? LO UTARA, KAN?"
Utara mengusap telinganya. "Nggak usah teriak-teriak juga kali!" "Gue bilang juga apa," sahut Erina kalem.
"Tapi gue nggak jatuh cinta, ya! Gue cuman sedikit, SEDIKIT, baper." Utara memperingatkan.
"Sedikit tetap aja ada, Tara," sahut Ribi menoyornya.
Fahri yang tengah mengupas mangga dengan pisau yang ia pinjam dari kanting pun mengangguk setuju. "Iya, tetap aja ada." Dengan adanya itu, gue juga harus move on dari lo, Ra, batin Fahri melanjutkan. Memang benar, faktanya tidak ada persahabatan yang benar-benar murni persahabatan.
Fahri kayaknya masih suka sama Utara, ya? Batin Ribi mengamati wajah Fahri. Terjebak cinta segitiga, tapi sama-sama diam untuk menjaga ikatan persahabatan. Hanya Erina yang paham dari raut mereka.
"Jadi, gimana? Lo mau bilang suka ke Selatan?" tanya Ribi polos.
"Gile lo, Ndro! Gali kubur sendiri itu namanya. Gue emang baper, lo tau kan gue mudah baperan? Tapi nggak musti gue udah cinta. Main bilang-bilang suka dikira gue bocah SD."
"Terus, gimana?" tanya Fahri.
"Ya, gimana apanya? Biarin aja. Kalau pun ada yang mulai cinta, itu bukan gue duluan, tapi Selatan. Gue bakal mematahkan semboyan burik dia."
"Masih gue pantau," gumam Erina pelan.
***
"Tolong antar ke kamar Ata, ya. Bunda ada tamu di depan," Bunda menyerahkan nampan berisikan bubur dan susu cokelat hangat pada Utara. Mau tak mau Utara membawakannya untuk si anak manja itu. Padahal setelah tiga hari tidak sekolah, Selatan sudah sehat, cowok itu tadi pagi malah selonjoran di sofa, pamer karena tak sekolah.
"Makan, woi." Utara meletakkan nampan itu di atas kasur, dekat Selatan yang bersila bermain game.
"Hahaha! Gun, bangke, lo! Yang bener nyetirnya," Selatan berbicara melalui earphone pada teman-temannya.
"Makan, woi! Nanti lagi, nge-game-nya." seru Utara lagi membuat Selatan berdecak. Ia akan merebut ponsel Selatan, tapi cowok itu menepis tangannya. "Dasar anak manja."
"Aaaa..." Selatan membuka mulut.
"Apaan?!" sahut Utara galak.
"Suapin."
"Enak aja! Tangan lo ada, ada dua malah."
"Lagi main game, Uta." Selatan melirik sekilas.
"Nggak, ah!" Utara akan beranjak, tapi Selatan menahannya.
"Ayo, dong, ah. Suapin." Selatan sudah siap buka mulut, membuat Utara ingin sekali menyuapkannya bom atom atau petasan ke mulutnya.
"Manja lo!" Utara menghempaskan bokongnya di kasur dekat Selatan. "Nih." Ia akhirnya mengalah. Utara menyendok bubur di hadapan mulut Selatan.
"Pake perasaan dong." Selatan melirik sekilas. "Ini udah pake perasaan."
"Masa?" Selatan mengerling jahil.
"Sejak kapan lo bisa natap kayak gitu?!" ujar sambil Utara membuang muka.
Selatan menoel dagunya. "Baper, ya, lo? Ditatap orang ganteng?" tanya Selatan memainkan alisnya. "Najis!"
"Bilang iya aja gengsi."
"Gue tinggal, nih," ancam Utara.
"Iya, Uta, iya. Orang bercanda juga."
Utara menyuapkan bubur untuk Selatan, sedangkan yang disuapi ketawaketiwi dengan ponselnya sesekali berbicara bersama teman-temannya. Begitu game-nya selesai, Selatan meletakkan ponselnya di atas kasur.
"Gue denger dari Lintang, di sekolah kemarin lo cek-cok sama Alana," ujar Selatan menatap Utara sampai cewek itu salah tingkah.
"Dia nabrak gue, terus bilang gue nggak sopan gara-gara gu—"
Dering ponsel Selatan yang berbunyi membuat kalimat Utara terputus. Selatan mengangkat teleponnya. "Halo? Kenapa, Na?" Na? NA? NA! ALANA?!
"Makasih udah nanyain, gue udah baikan, kok," ujar Selatan dengan ponselnya.
"Iya, besok sekolah."
"Gue nggak belajar selama tiga hari." Utara meremas kuat sendok di tangannya.
"Belajar bareng? Bisa, kok."
"Buka mulut," ucap Utara denga kilat mata galak.
Selatan membuka mulut menerima suapan dari Utara takut-takut. "Aw, pelan-pelan Uta suapinnya." "Maaf!" judes Utara.
"Iya, gue sama Utara. Kan gue udah bilang kalau dia tinggal di rumah gue."
Utara menoleh pada Selatan.
"Iya, gue lagi sama dia. Kenapa? Lo mau ngomong sama dia?" "Nggak!" sahut Utara galak membuat Selatan terkekeh. "Oke, iya, Na. Makasih udah perhatian." Bangke!
"Udah habis, noh, habisin susu cokelatnya. Gue mau ke luar," ujar Utara seraya berdiri.
"Uta," panggil Selatan membuat langkah Utara berhenti.
"Lo cemburu, ya? Lo mulai suka sama gue, kan? Hayooo, ngaku aja lo."
Utara bergidik. "Kalau pun ada yang melanggar peraturan ketujuh sama kedelapan di antara kita, maka orang itu adalah lo."
"Mana bisa? Karena Ata selalu menang dari Uta, begitu seterusnya."
"Tau, ah! Lo nyebelin!" Utara menghentak kakinya, lalu menutup pintu kamar Selatan dengan cukup keras. Utara memegang dadanya, entah kenapa ada yang berdebar di dalam sana. Utara menggeleng keras dan menepuk pipinya yang terasa hangat. "Nggak, Mama!" gumamnya lalu menyeru memanggil mama.
Selatan menyembul dari balik pintu tiba-tiba. "Baper, ya, lo?"
Utara melotot, lalu berbalik badan. Untung saja Selatan cepat kembali menutup pintu. Kalau tidak, sudah kena tendangan Utara. Cowok itu tertawa terbahak-bahak di dalam sana.
"Sialan."
.
.
Gimana perasaan kalain setelah membaca bab ini? Kasih tau aku yang perasaannya campur aduk
Next, ayo guling layar. Triple update nih hehehe
Jangan lupa vote!