Utara & Selatan [#DS1 Selatan...

By Phinku

5.3M 653K 100K

[#1-teenfiction 30.11.2020] Tetangga seberang rumah? Musuh dari kecil? Tapi tinggal serumah? Pfffttt!!! 1. D... More

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15 DELAPAN PERATURAN!
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56
BAB 57
BAB 58
BAB 59
BAB 60
BAB 61
BAB 62
BAB 63
BAB 64
BAB 65
BAB 66
Epilog
Ucapan
Pipip Pipip Buat Tanta!
Wuf you! | More than
ADA APA INI!!!
Utara & Selatan 2 ???

BAB 47

58K 8.2K 811
By Phinku

Sudah siap menyerbu bab ini? Siap mengihasi paragraf dengan komentar kalian? Jangan lupa vote! >_<

_______

^Selamat Membaca, Tanta Readers!^

.

.

Mama bilang dia akan selalu ada untuk Utara. Seperti bintang yang selalu melihatnya dari kejauhan

~~~

P

akaian dominasi hitam menggambarkan suasana duka di area pemakaman. Satu persatu orang mulai pergi. Hari yang mendung, mulai gerimis kecil. Gundukan tanah bertabur bunga dengan papan nisan yang bertuliskan nama sang malaikat tak bersayap Utara terpampang nyata. Cewek itu menatap nanar tak bergeming. Air matanya seolah tidak ada habisnya untuk terus mengalir.

Seolah tuli, Utara mengabaikan ajakan bunda dan ayah untuk pulang. Utara tak bergerak pada posisinya. Selatan yang menemani pun sudah membujuk Utara dan menghiburnya sedikit agar mau pulang. Gerimis kecil kini bertransisi menjadi bulir hujan yang mulai lebat. Selatan ikut berjongkok sambil memayungi Utara.

"Uta, jangan gini terus. Kasian mama," bujuk Selatan. "Uta, nggak mau, kan, mama sedih?"

Utara menggeleng lirih tanpa menjawab.

"Kita pulang, ya?"

Utara kembali menggeleng.

Selatan diam. Ia memaklumi dan memberikan waktu lagi untuk Utara.

"Mama..." Utara mulai terisak kembali sambil menggigit bibir bawahnya. "Mama pasti sudah bahagia. Mama udah nggak merasa sakit lagi. Mama pasti bertemu papa."

"Kenapa aku nggak diajak?! Aku mau ikut!"

Selatan menarik Utara ke dalam dekapannya. Ia mengusap halus puncak kepala Utara. "Sssttt, nggak boleh ngomong gitu."

"Gue mau ikut!"

"Uta, dalam setiap doa, lo selalu minta yang terbaik, kan? Mungkin ini jawaban dari doa lo. Mama sudah nggak merasa sakit lagi."

"Terbaik apanya?! Takdir nggak adil!"

"Tuhan itu adil, Uta. Karena di luar ekspektasi dan harapan kita, kita jadi menganggap Tuhan itu nggak adil."

Utara mencekal kuat kemeja hitam Selatan. Ia kembali menangis.

"Nanti malam kita liat bintang sama-sama. Di sana ada mama sama papa yang juga melihat kita. Ini memang berat, tapi mungkin ini yang terbaik."

"Terbaik? Sekaran gue nggak punya siapa-siapa! Kenapa semesta menghukum gue kayak gini," ujar Utara tersedu-sedu.

"Lo nggak sendiri. Ada bunda, ayah, dan ada gue."

Dan, gue akan menepati janji gue ke mama buat menjaga lo.

***

Masih lama lagi nggak, ya?" Gadis kecil dengan tas bergambarkan salah satu Princess Disney itu menipiskan bibirnya. "Sebentar lagi mau hujan." Telapak tangan mungilnya menadah ke langit. Tampak awan kelabu yang begitu pekat bersamaan dengan tiupan angin yang menerbangkan beberapa helai rambutnya.

"Kalo hujan, kita tinggal hujan-hujanan. Seru!" Selatan yang baru menduduki bangku kelas tiga SD itu menguatkan cekalan di kedua tali tasnya begitu semangat jika urusan mandi hujan.

"Tapi, kata bunda, kamu kan baru sembuh dari demam. Jadi nggak boleh main hujan." Utara dengan ikat rambut berbentuk telinga kelincinya itu menggeleng. Ia menggerakan telunjuknya ke kanan-kiri pertanda tidak boleh di depan Selatan.

Selatan itu selalu demam kalau main hujan, dia juga pernah sampai dirawat di rumah sakit. Kalau ketahuan mandi hujan, pasti bunda marah dan sedih.

"Kata ayah, aku kan super hero." Tangan Selatan mengepal terangkat. "Jadi aku nggak apa-apa dong main hujan. Kamu aja yang jangan main hujan. Uta kan cengeng," katanya lagi.

"Aku nggak cengeng!" Mata gadis kecil itu melotot.

Selatan memeletkan lidahnya mengejek. "Aku mau mandi hujan, wleee!"

"Nggak boleh! Nanti dimarahin bunda. Aku aja yang boleh karena aku nggak sakit kalau main hujan."

"Boleh!"

"Nggak!"

"Suka-suka aku, dong."

"Iiihh!" Utara bersedekap membuang muka, pun dengan Selatan.

"Loh, Utara sama Selatan belum pulang? Nunggu siapa?" Bu Anis, wali kelasnya itu menghampiri kedua bocah yang tengah berdiri tepat di samping pagar depan.

"Belum Bu guru. Lagi nunggu papa jemput," jawab Utara.

"Aku pulang ikut Uta. Ayah sama bunda lagi jenguk Kakek di luar kota," timpal Selatan.

"Udah lama menunggu?"

Utara mengangguk. "Iya, tumben papa lama jemput."

Tak lama, sebuah taksi berhenti di depan mereka. Utara hanya diam memperhatikan. Yang jelas itu bukan mobil papanya. Karena papa selalu menjemput menggunakan mobil putihnya sendiri.

"Itu mama?" Selatan bersuara saat melihat wanita itu turun dari mobil. "Tumben, ya, mama yang jemput."

"Ayo, Sayang, kita pulang," ucap mama menghampiri dua bocah kecil dengan seragam putih merahnya.

"Mama, mama kenapa menangis?" tanya Utara melihat wajah mama dengan mata yang berair.

Mama mengusap wajahnya cepat. "Ayo, Sayang."

"Bu guru, Uta sama Ata pulang duluan, ya," ucap Utara berpamitan kemudian melambaikan tangan pada Bu Anis.

"Mama, Papa mana? Tumben mama yang jemput," tanya Utara dengan raut polosnya.

Mama langsung menumpahkan air matanya. Ia lantas memeluk tubuh putrinya yang membuat gadis kecil itu semakin kebingungan.

"Mama kenapa?" Selatan ikut bertanya cemas, membuat mama juga ikut merangkulnya anak cowok itu.

"Kenapa kita ke rumah sakit? Siapa yang sakit, Ma?" Utara kembali bertanya saat mobil yang mereka tumpangi itu berhenti tepat di depan gedung besar rumah sakit.

Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit berhawa dingin dan aroma antiseptik yang bercampur obatan. Kedua bocah itu berseberangan saling memegang ujung jari mama yang berjalan sebagai penuntun.

"Mama, kita ke mana? Siapa yang sakit? Papa mana?" tanya Utara mendongak, tapi mama menatap lurus dan tidak menjawab.

Wanita itu berusaha menahan air mata agar tidak tumpah lagi di depan Utara dan Selatan. Namun, hal itu hanya bertahan sebentar, setelah pintu itu dibuka, mama tak kuasa menahan tangisnya yang seketika tumpah.

"Papa!" Utara berlari cepat menghampiri pria yang ia panggil papa terbaring di atas kasur dengan beberapa perban dan memar. Matanya tertutup dan wajahnya teduh seperti orang tidur.

"Papa kenapa?" Utara menangis.

"Papa bangun ... papa kenapa?" Tangan kecil Utara menggerakkan tubuh papa yang tak memberi reaksi sedikit pun.

Mama menghampiri putrinya. Ia menarik pelan gadis itu. "Papa sudah pergi, Sayang," ucapnya pahit.

"Papa ...." Utara meraung. "Nggak boleh! Papa sayang sama Uta, kan? Papa nggak boleh jadi bintang!" Utara menangis dalam pelukan Mama. "Mama ... papa, Ma ...."

Selatan hanya berdiri mematung di tempatnya. Bibirnya melengkung ke bawah bergetar. "Papa Dimas, kan ada janji sama Ata buat beli pensil warna sama-sama lagi. Terus main ke taman Safari lagi." Ia mulai ikut menangis.

"Mama janji untuk menjadi sosok papa buat Uta, Mama akan berikan yang terbaik untuk Uta, untuk menjaga Uta, dan membuat Uta selalu tersenyum." Mama memeluk putrinya yang menangis?" Selatan menghampiri Utara yang berada di depan rumahnya.

Mama sedang berada di rumah Selatan, tapi Utara lebih memilih duduk di teras. Tangannya menumpu di atas meja sambil menopang dagu dan mendongak melihat bintang malam hari.

"Ata jelek!" Utara memeletkan lidah.

"Kamu ngapain di sini sendirian?" tanya Selatan, lalu ikut duduk di kursi sampingnya.

"Aku lagi liat bintang. Kata mama, papa udah jadi bintang," ucap Utara dengan mata bulatnya yang polos.

"Kalo gitu aku juga mau jadi bintang. Kan keren bisa terbang tinggi, terus bersinar terang."

Utara menggeleng. "Tapi, mama bilang kalau cuman orang meninggal yang bisa jadi bintang. Jadi Ata nggak bisa jadi bintang."

"Aku, kan, superhero, jadi aku bisa berubah jadi apa aja, termasuk jadi bintang."

Utara menggeleng. "Nggak bisa."

"Bisa."

"Nggak bisa!"

"Iiih, aku bilang bisa!"

Utara bersedekap membelakangi Selatan, pun sebaliknya. Kedua bocah kecil itu saling memunggungi seperti nama mereka yang berlawanan.

"Uta, Ata, ngapain di luar? Ayo, masuk, Nak." Bunda memanggil dari depan pintu.

"Aku ada pensil warna baru. Awas, ya, kamu minjem." Selatan menyempatkan memeletkan lidah sebelum masuk lebih dulu.

"Siapa juga yang mau minjem, dasar jelek! Wleeeee!!"

***

Goresan pensil terdengar bergesekan dengan lembar kertas. Cewek itu menyibakkan helaian rambut kecil yang mengganggu penglihatannya.

"Uta lagi ngapain?" Mama membuka pintu kamar putrinya. Ia mendapati Utara tengah duduk di kursi belajar dengan tangan yang sibuk bersama sebuah pensil warna.

"Uta lagi gambar," jawabnya tanpa menoleh.

"Gambar apa? Mana mama liat." Mama menumpu tangan pada sisi meja. Ia memperhatikan hasil karya tangan kecil anaknya. "Selamat hari ayah." Mama membaca lekat-lekat tulisan besar di atas gambarnya.

"Ini Uta, ini mama, ini papa. Papa udah aku kasih sayap biar bisa terbang tinggi jadi bintang," ucap Utara memperkenalkan hasil gambarnya satu persatu. Anak kecil dengan kucir satu, wanita dengan panjang kaki sebelah yang ia sebut mama, dan pria dengan sayap besar yang ia sebut sebagai papa.

Mama tertawa kecil. "Bagusnyaaa ...." pujinya seraya mencubit pipi gembul anaknya.

"Ma," pangil Utara.

"Iya?"

Bocah kecil itu menipiskan bibirnya. "Tadi di sekolah, ada hari ayah. Banyak teman-teman Uta yang datang sama papanya. Ata juga datang sama ayah. Cuma Uta sama Noir yang duduk dipojokan sama-sama nggak ada papa." Berselang kemudian, bibirnya melengkung ke bawah. "Uta, kangen papa ..."

Mama tersenyum mengelus puncak kepalanya. "Anak mama." Mama mengangkat tubuh kecil Utara ke dalam gendongannya. "Besok kita ke makam papa buat hari ayah, Uta mau?"

Utara mengangguk antusias. "Mama nggak akan ninggalin Uta kayak papa, kan?"

Tangan wanita itu mengusap wajah putrinya. "Nggak, kok. Mama janji. Mama akan selalu ada buat Uta," ucap mama sambil menoel hidungnya.

"Di sini ternyata." Suara yang berasal dari arah pintu itu mengalihkan atensi keduanya.

"Eh, ada Ata." Mama menurunkan Utara.

"Ma, aku mau ajak Uta jalan sama ayah. Uta mau ikut, nggak? Nanti kita makan es krim, terus beli permen lollipop bareng," ujar Selatan yang sudah siap dengan topi Spiderman merah di kepala.

Utara melirik ke arah mama dan dibalas anggukkan Mama sambil tersenyum.

"Pake topi juga, dong. Biar sama," kata Selatan sambil menunjukan topi di kepalanya.

Utara berbalik. Ia mengambil topi boater dengan pita biru kesayangannya.

"Nah, kan, kita sama pake topi."

"Tapi punya kamu Spiderman."

"Kan aku super hero." Selatan mengangkat tinggi tangannya yang membuat Utara tertawa.

"Mama, Utara berangkat, ya," pamit Utara. "Iya, hati-hati. Jangan nakal, ya. Denger kata ayah." Utara mengangguk sambil mengacungkan jempol.

"Tenang, Ma. Ata kan super hero. Jadi, Ata bakal jagain Uta dari monster yang membahayakan," kata Selatan menunjukan jurus andalannya yaitu melompatlompat sambil meninju angin.

Mama terkekeh kecil, lalu mengangguk.

Pada lukisan Utara dulu, hanya papa yang memiliki sayap untuk terbang menjadi bintang. Sekarang, mama juga memiliki sayap yang sama seperti punya papa.

Hallooo Tanta....

Apa kabar???

Suka nggak nih dapat notif lagi dari cerita ini?

Aku bakal sering up. Mungkin kalain heran, kenapa aku sering up sampe tiap hari. Sebenarnya aku harus ngejar dedline untuk cerita ini. Dan kalo nggak ngejarpun aku upnya nggak tiap hari kok, apalagi sampe double wkwkwkwk. 

Jadi, dengan tiap harinya cerita ini up, semoga kalian nggak bosan dan tetap betah ya...

Mana nihhh bucinnya Ata??? Ada nggak??? Sini-sini absen dulu. 

Tim Uta, atau tim Ata?

Sampai ketemu di bab selanjutnya...

Makasiiii banyakkk buat yang udah baca hehehe

Jangan lupa vote!

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 110K 58
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
290K 12K 31
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
200K 9.4K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
183K 17.6K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...