Utara & Selatan [#DS1 Selatan...

By Phinku

5.3M 653K 100K

[#1-teenfiction 30.11.2020] Tetangga seberang rumah? Musuh dari kecil? Tapi tinggal serumah? Pfffttt!!! 1. D... More

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15 DELAPAN PERATURAN!
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56
BAB 57
BAB 58
BAB 59
BAB 60
BAB 61
BAB 62
BAB 63
BAB 64
BAB 65
BAB 66
Epilog
Ucapan
Pipip Pipip Buat Tanta!
Wuf you! | More than
ADA APA INI!!!
Utara & Selatan 2 ???

BAB 41

58.7K 8.8K 1K
By Phinku

^Tanta Readers, Selamat Membaca!^

.

.

...


"

Terus gimana ceritanya bisa make flat shoes?" Mama bertanya sambil melihat

Utara yang mencampurkan beberapa adonan kue muffin yang akan Utara jadikan sebagai bayaran flas shoes.

"Ata yang beliin, dong, Ma," sahut Selatan yang tiba-tiba menyembul di pintu dapur.

Sejak kapan dia ada di sini? Utara tidak tahu. Bahkan cowok itu tidak mengucap salam seperti biasanya. Seperti jelangkung.

"Loh, ada Ata?" tanya mama.

"Mau mantau si ceroboh masak," ujar Selatan sambil bersandar di dinding dapur.

"Udah kayak jelangkung aja itu orang," sahut Utara sambil mengaduk adonannya.

"Uta, adonannya keenceran." Mama ingin bergerak menambahkan sedikit tepung, tapi Selatan menahan mama.

"Nggak boleh bantu. Ini rules-nya, Ma." Selatan bergerak maju. Ia yang mengambil alih menuntun Utara untuk memasak. Meski cowok begini, Selatan diam-diam jago masak. "Tepungnya tuh tambahin. Gitu aja nggak bisa."

"Berisik."

"Gulanya berapa? Entar diabetes lagi orang makannya."

"Nggak perlu makan kue ini, liat muka gue aja orang langsung diabetes."

Selatan memasang wajah jijiknya. "Iyuuuhh, nggak ada yang mau sama lo."

"Awas aja kalau lo suka sama gue."

"Lo berharap gue sukai? Atau jangan-jangan lo suka sama gue? Ngaku lo! Gue, kan, ganteng."

"Bekantan macam lo? Preeettt!" Utara beralih memasukan susu kental, kemudian choco chips. "Muffin gue paling enak sedunia kali ini."

"Gini Uta ngaduknya." Selatan berdiri di belakang Utara sambil memegang tangan cewek itu untuk menuntunnya, membuat posisi Utara menjadi seperti dipeluk Selatan dari belakang. "Gini," kata Selatan lagi.

Utara mendongak memperhatikan rahang tegas Selatan, sedangkan yang diperhatikan terus mengoceh cara mengaduk adonan yang benar.

"Kok lo malah lihatin gue?" Selatan memergokinya. "Baper ya, lo? Hayooo ngaku."

Utara langsung menyikutnya sampai Selatan meringis kecil. "Modus, ya, lo? Pake pegang-pegang tangan gue? Ngaku lo, hayoooo."

Utara dan Selatan tidak sadar sedari tadi mama menahan untuk tidak merintih kesakitan sambil memegang pelipisnya. Mama menumpu badan di dinding, hingga saat tidak mampu lagi, tubuhnya ambruk menghantam keramik. Perdebatan Utara dan Selatan padam seketika.

"Mama!" seru Utara yang langsung menghampiri mama. "Ma, mama kenapa, Ma?"

"Ata, mama kenapa?" Utara terus menggerak-gerakan tubuh mama yang masih tidak sadarkan diri.

"Ma." Selatan ikut menggerakan tubuh mama. Tidak ada tanda-tanda kalau mama akan sadarkan diri. "Ambil kunci mobil." Selatan langsung mengangkat tubuh mama untuk digendongnya. Utara berlarian menuju meja depan untuk mengambil kunci mobil mama.

***

"Mama kenapa?" Utara menggigit kukunya cemas. Langkah kakinya membawa Utara berjalan bolak-balik di garis yang sama. "Mama ...." Ia menutup wajahnya. Rasa takut yang sama seperti delapan tahun silam itu membuat Utara takut kejadian itu kembali terulang. Hawa yang sama, rumah sakit yang sama, Utara tidak bisa bernapas dengan tenang kalau mama belum juga dipastikan baik-baik saja.

"Nggak apa-apa. Paling cuman kecapekan." Selatan mendekati Utara. Ia berusaha menenangkan cewek itu agar tidak cemas.

"Gue takut ... takut ... dulu papa ...."

"Sssttt, nggak boleh mikir gitu. Mending sekarang kita doa bareng-bareng, semoga mama baik-baik aja." Selatan merangkul punggung Utara. Ia menuntunnya untuk duduk di bangku rumah sakit yang terasa dingin karena hawa AC.

Utara mengusap wajahnya setelah berdoa, lalu menoleh pada Selatan. "Kalau mama kenapa-napa gimana?"

"Insyaallah nggak apa-apa, kok. Lo jangan mikir gitu."

"Uta."

Utara menoleh ke kanan. Bunda dan ayah tampak tergesa-gesa menghampiri. "Bunda!" Utara langsung berhambur ke pelukan Maudy. "Bunda, Uta takut.

Mama ...."

"Ssttt, nggak apa-apa. Jangan takut. Ada bunda, ada ayah, ada Ata juga," ujar bunda menenangkan sambil mengusap punggung Utara.

Tak lama kemudian suster dari ruang periksa mama keluar. Utara langsung menghampirinya. "Gimana mama? Baik-baik aja, kan?" "Sedang ditangani dan akan dilakukan rawat inap." Rawat inap? Separah apa mama sampai harus rawat inap?

"Rawat inap? Mama kenapa? Mama sakit apa?" tanya Utara cemas bukan main.

"Maaf. Tapi, saya harus buru-buru. Pasien sedang ditangani dokter." Suster itu pergi begitu saja meninggalkan Utara dengan perasaan yang berkecamuk.

"Nggak apa-apa." Bunda kembali memeluknya. "Mending Uta pulang dulu. Makan dan mandi dulu. Terus ke sini lagi bawa baju buat mama."

Utara menggeleng lirih. "Nggak. Uta mau di sini sampai dokternya keluar. Uta mau mastiin Mama baik-baik aja."

"Sayang, nanti kalau mama liat Uta kayak gini, mama bisa sedih. Uta pulang dulu, ya, makan dulu. Mandi biar seger, terus ke sini lagi. Oke? Mana Utara yang kuat? Nggak boleh cengeng," ujar Bunda yang membuat Utara terkekeh di sela rasa sedih dan cemas cewek itu. "Uta pulang dulu, ya, nanti ke sini lagi." "Ata, temenin Uta, ya," ucap bunda pada Selatan.

Selatan mengangguk dan berjalan mendahului Utara.

"Anak karate ayah yang garang, nggak boleh cengeng. Harus kuat. Mama nggak apa-apa, kok. Kita doain sama-sama." Ayah mengusap puncak kepala Utara.

Setelah memastikan Utara dan Selatan benar-benar pergi, Maudy langsung menjatuhkan dirinya di bangku rumah sakit. Wanita itu terlihat cemas, tetapi berusaha menahannya mati-matian di hadapan Utara dan Selatan. Ia tidak mau dua anaknya juga ikut merasa khawatir. Ia tahu kalau Lora di dalam sana sedang tidak baik-baik saja.

"Bismillah." Hasan mengusap punggung tangan Maudy.

"Gimana? Kasian Uta kalau tau yang sebenarnya." Maudy menyeka air matanya yang langsung mengalir membasahi pipi. "Uta udah nggak punya Papa dan kondisi Lora yang sekarang ... Tuhan ...." Maudy mendongakan kepala untuk menahan genangan air mata yang mulai berkumpul untuk turun.

Pintu kamar Tulip A itu dibuka dari dalam. Maudy langsung bangkit dan bergegas menghampiri pria berkacamata dengan sneli putih yang menangani sahabatnya.

"Bagaimana?" tanya Maudy penuh harap.

"Lora melewatkan check up di tiga minggu terakhir. Kanker otaknya sudah memasuki metastasis, stadium empat. Hasil rontgennya juga memperlihatkan kalau sel kankernya sudah menyebar ke organ-organ lain, sulit untuk diangkat dan kemungkinan sembuh sangat kecil."

Maudy menutup mulutnya terkejut. Dua irisnya kembali berkaca-kaca. Hasan mengusap punggung istrinya dan membawa Maudy untuk kembali duduk ke bangku.

"Sahabat macam apa aku? Lora melewatkan check up, sel kankernya menyebar." Maudy menggeleng lirih. "Kasian Uta."

"Jangan nyalahin diri atas apa yang terjadi, cepat atau lambat Uta juga bakal tau. Nggak selamanya yang hitam itu pahit, Mau. Dan nggak selamanya rahasia itu bisa terus ditutupi," kata Hasan berusaha menenangkan, dan memberi dorongan. "Aku percaya doaku pada Tuhan. Insya Allah, Uta anak yang kuat, dia pasti bisa melewati ini."

***

Sepanjang perjalanan hanya diisi hening. Baik Utara dan Selatan sama-sama bungkam. Jalanan kota Jakarta dituruni hujan seolah mengikuti perasaan Utara saat ini. Selatan menoleh sekilas pada Utara yang melamun. Ada rasa iba di hatinya, tapi ia sendiri tidak tahu harus mengekspresikannya bagaimana.

Hujan turun semakin deras, mobil Selatan memasuki pekarangan rumah Utara. Perjalanan terlegendaris bagi Selatan karena tidak berbicara barang satu patah kata pun bersama Utara dalam perjalanan. Tiba-tiba saja setelah Utara membuka rumahnya, hatinya menjadi merasa sepi. Mama adalah orangtua satusatunya dan mama tidak pernah sakit sampai seperti ini.

"Nanti gue jemput habis Isya," ucap Selatan yang hanya Utara balas dengan anggukan. Selatan menghela napas, lalu berlari kecil menembus hujan untuk ke rumahnya.

Utara tidak nafsu makan. Ia memilih mandi dan ibadah Magrib, mendoakan mama. Setelahnya ia langsung menuju kamar mama. Mengemasi pakaian dan kebutuhan mama ke dalam tas. "Mama sakit apa? Akhir-akhir ini udah Utara perhatiin, tapi mama bilangnya baik-baik aja." Utara memeluk baju mama dengan erat. Iris cokelat terangnya kembali berkaca-kaca.

Utara mengambil satu baju di bagian paling atas lemari, tempat pakaian favorit Mama. "Ini apa?" Utara berjongkok memungut sebuah map coklat yang

jatuh bersamaan ketika dia berusaha menarik sebuah baju. Positron Emission Tomography (PET) Scan.

Kening Utara berkerut. Kalimat itu terlihat asing di matanya. Ia juga tidak tahu gambar itu hasil scan apa. Ia lantas duduk di tepi kasur mama sambil mengamati hasil scan tersebut. Tidak hanya satu, Utara mengamati satu persatu hasil tiga scan tersebut dan tetap sama sekali tidak mengerti.

CT scan dan MRI. Benar-benar asing bagi Utara. Ia mencoba mencari tahunya lewat browser di ponselnya.

"Nggak! Nggak mungkin!" Utara menggeleng keras. Tangannya tiba-tiba gemetar setelah membuka satu laman web. "Ini bukan punya mama!"

Utara menutup kasar resleting tas pakaian dan perlengkapan mama, lalu bergegas untuk memastikan kalau hasil scan itu bukanlah milik mama. Utara berhenti di ruang tamu. Ia mengamati kunci mobil mama yang Selatan letakan tadi. Cowok itu bilang selepas Isya akan berangkat bersama, tapi Utara tidak bisa lagi menunggu.

Trauma satu tahun silam saat pertama kalinya Utara membawa mobil dan mengalami kecelakaan sampai harus dirawat satu minggu di rumah sakit masih melekat sampai sekarang. Tapi, rasa trauma itu dikalahkan oleh rasa penasaran Utara. Tangannya berkeringat dingin dan gemetar, Ia mengambil kunci mobil tersebut tanpa pikir panjang.

Di kursi kemudi, Utara menatap lurus ke dapan. Ingatan tentang kecelakaan dulu masih menghantuinya. "Gue harus berani." Utara membulatkan tekatnya. Ia mulai menyalakan mesin mobil.

Selatan yang baru keluar rumah bertepatan dengan melesatnya mobil Mama lantas dibuat syok. Selatan berlari ke jalanan depan. "UTA!!! LO MAU KE MANA?!" Mobil sedan hitam itu melesat begitu saja. Selatan mengusap wajahnya frustrasi. Sifat tidak pikir panjang Utara dan gegabahnya itu tanpa dia sadari dapat membuat orang disekitarnya merasa cemas, termasuk Selatan saat ini.

.

.

To be contiune

Semoga bisa up malam ini

Continue Reading

You'll Also Like

493K 25.8K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
5.4M 228K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2M 110K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
5.3M 358K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...