^Happy Reading^
.
.
.
Selatan duduk di kursi, menyantap makanannya tanpa banyak bicara seperti biasanya. Ini semua gara-gara Utara yang sudah membuat moodnya hancur. Oke, lah Selatan menerima Utara tinggal di rumahnya, dan juga berjanji pada Mama Lora untuk menjaga Utara. Tapi Selatan tidak bisa jika harus berbagi apa yang sudah menjadi miliknya. Apalagi ini sebuah kamar, kamar Selatan sejak kecil, ponster spiderman, lemari kaca yang berisikan lego dan hot wheels, kasur empuk, meja belajar, permadani motif papan catur yang selalu menjadi sarang teman-temannya saat main ke rumah.
Kalaupun Selatan pindah ke kamar atas pun pasti akan susah mengangut barang-barangnya, dan mendekor ulang kamarnya. Selatan bersikukuh tidak mau pindah kamar.
"Ata d—"
"Nggak, Bunda," potong Selatan cepat.
"Dengerin Bunda dulu," kata Maudy menatapnya.
Selatan beralih menatap pada Utara yang duduk tepat di hadapannya, bahkan itu adalah kursinya Selatan, tapi malah Utara yang duduk lebih dulu. Benar-benar kehadiran yang sangat menyebalkan.
"Wahh apose nih udah pada makan duluan, nggak nunguin Ayahnya?" Hasan yang baru keluar dari ruang kerja itu langsung menimbrung ke meja makan, memperhatikan hidangan yang sungguh menggugah, rendang favorit Selatan, acar kuning favorit Utara, dan sayur tumis.
"Eh, ada Uta?" Wajah Hasan terkejut, namun kemudian tersenyum jenaka.
Selatan mendengus malas. Hey ayolah, anak kalian di sini. Kedua orangtuanya sangat menyayangi Utara, bahkan menganggapnya sudah seperti putri sendiri, terkadang Selatan merasa seperti Tapasya dalam serial Uttaran, dan Utara adalah Icha. Selalu saja Utara yang diemaskan. Kalau Ayah, mungkin karena Utara tidak punya Papa jadi Ayah memberikan perhatian lebih untuk Utara. Bahkan suka ke rumah Utara cuman buat ngasih permen lolipop.
"Ayah!" seru Utara girang.
Laki-laki yang dipanggil Ayah itu mengambil kursi di sebelah Utara. Selatan benar-benar kehilangan nafsu makannya.
"Yah, Ata nggak mau pindah kamar," kata Maudy membuat Selatan ingin teleportasi sekarang juga ke dimensi yang berbeda. "Kasian Uta kalau di kamar atas sendirian."
"Bunda nggak kasian sama Ata?" tanya Selatan. Senyum licik di wajah Utara membuat Selatan ingin menyuapkannya sambal terasi khas Bunda.
Bunda menggeleng, "Nggak gitu, sayang. Kamu kan cowok."
Oke, kali ini gender berperan.
Gue cowok, tapi kamar atas ada setannya, sahut Selatan dalam hati.
"Ata," panggil Ayah, kemudian mengedip jahil sebagai bentuk sebuah kode.
Argh! Selatan mengsuap wajahnya frustasi, masakan rendang favoritnya sudah tidak berasa. Kalau Ayah sudah turun tangan sambil mengedip sebelah mata, itu tandanya dunia Selatan sedang berada dalam ancaman bahaya. Karena Ayah adalah kunci Selatan untuk bisa keluar rumah diam-diam saat ingin balapan.
"Ata," panggil Ayah lagi.
"Hmm," balas Selatan bergumam sambil menggerakan sendok makannya malas.
"Na, itu Ata-nya mau kok, Bunda aja yang nggak jago bujuk," kata Ayah.
Bukan Bunda yang tidak bisa membujuk, tapi karena yang membujuk ini adalah Ayah. Kunci Selatan untuk kabur balapan. Pasalnya pernah sekali Selatan ketahuan Bunda, yang berujung pada uang jajan bulananya di potong separo, tidak hanya itu, Bunda juga mendiamkannya seminggu. Jadi, cara amanya untuk tidak ketahuan adalah dnegan bekerja sama dengan Ayah.
"Barang-barang Uta udah dibawa semua?" tanya Ayah kemudian Utara menggeleng, lalu melirik sinis ke cowok di depannya.
"Belum, masih ada boxs buku yang belum Uta bawa."
Kampret! Kampret! Kampret!
Selatan langsung bangkit membawa piring kotornya. "Ata sudah selesai makan." Selatan bergerak cepat sebelum—
"Ata nanti bantuin Uta bawa boxs buku, ya," kata Ayah membuat usaha Selatan buru-buru makan sia-sia. Ujung-ujungnya tetap disuruh. Sungguh mimpi apa Selatan semalam sampai hari ini moodnya benar-banar hancur. Sudah kamar, kursi makan, orangtua, dan membantu Utara membawa barang-barangnya?
Uta kampret! Awas aja lo!
Utara & Selatan
"Lo pikir dengan pakai Ayah sama Bunda, lo bakal menang?" Selatan menumpuk boxs buku Utara menjadi dua.
"Jangan mimpi, karena Ata selalu menang dari Uta, begitu seterusnya," kata Selatan lagi sambil menatap Utara sinis.
Utara mengedikan bahu, "Cepetan angkat box-nya ke rumah."
"Lo pikir gue babu? Angkat sendiri lah." Selatan meletakan box buku itu di atas permadani.
"Gue laporin lo sama Ayah."
Selatan memejamkan mata dengan dua tangan yang mengepal geram. Bisa-bisanya Utara mengancam dirinya. Awas saja! "Dasar bocil nyusahin!"
Tawa Utara menggema saat Selatan takluk, lalu mengangkat dua box bukunya sekaligus. Wajah Selatan yang memerah kesal sekarang menjadi hiburan untuk Utara.
Sekarang tinggal satu box lagi. Utara keluar kamar, dia ingat kalau kompor sedang menyala. Utara lagi merebus air. Dia tidak mau seperti kejadian waktu itu, dimana panci Mama sampai hitam gosong, untungnya tidak meledak gara-gara kecerobohannya.
Utara ingin membuat susu coklat hangat, dia menuangkan bubuk susu dengan tangan yang sibuk main ponsel.
Alih-alih menuangkan air panas ke dalam gelas, Utara yang main ponsel malah menuangkan air panas di atas meja, hingga airnya mengalir ke bawah dan mengenai kakinya. Utara terpenjat kaget.
"Mama!" Panci malang itu terlepas dari tangannya, kaki Utara memerah seketika setelah air panas itu mengenai sebagian punggung kakinya.
Selatan yang baru saja kembali, langsung bergegas menuju dapur.
Motto Selatan: ketawa dulu baru nolongin Uta.
Selatan tertawa terpingkal-pingkal memegang perutnya melihat panci tergeletak di lantai, dan Utara yang nekompat-lompat.
"Jahat lo! Huaaa Mama perih."
"Akibat kualat sama yang tua," sahut Selatan menjadi-jadi.
"Halah, tua sejam aja belagu!"
"Tetap aja gue lebih tua dari lo."
Utara mengabaikan Selatan, dan berjalan tergopoh-gopoh menuju kotak p3k. Kemarin jari, hari ini kaki. Baru saja sehari Mama pergi.
"Makanya, kalo ngerjain sesuatu tu fokus. Ini nggak." Selatan menyerobot salap bioplacenton dari tangan Utara.
"Duduk," kata Selatan, dan Utara menurut tanpa berontak duduk di sofa.
"Mampus lo, kualat. Jangan sok melawan gue, gini jadinya."
"Bacot lo! Sini, gue bisa sendiri."
Tapi Selatan menepis tangan Utara. Rivanol kemarin saja meleber kemana-mana. "Sebagai ganti dari gue ngangkat boxs buku lo, lo juga harus bantu gue mindahin barang gue ke kamar atas."
"Pindahin sendiri, lah!"
"Pindahin sendiri mata lo. Ini semua gara-gara lo tau gak. Coba aja lo nggak lebay, alay, rempong, gue gak bakal pindah kamar."
"Heh Bekantan setan, enak aja ngatain gue."
"Kalau mau hidup lo nggak jadi babu di rumah gue, lo harus nurut sama gue, bantuin gue, dan gue gak mau tau."
"Enak aja, gue laporin lo ke—"
"Dasar bocil yang suka ngadu, lo pikir gue ciut, apa? Gue Selatan, dan gue bisa melakukan apapun, ingat itu. Karena Ata selalu menang dari Uta, begitu seterusnya." Selatan meletakan salap itu di atas meja, kemudian masuk ke kamar Utara dan membawa box buku terakhir.
Utara tersenyum sinis, "Kali ini gue menang." Utara bangkit perlahan, jalannya jadi tergopoh-gopoh gara ketumpahan air panas yang membuat punggung kakinya melepuh, memerah, untungya air panas tadi sempat Utara diamkan sebentar, dia tidak bisa membayangkan jika itu air panas yang mendidih di titik tinggi.
_____
Yuhuuu Utara & Selatan Up lagi nihhh
Semoga kalian sukaa yaaaa
Makasihhh banyak yang udah baca sampe siniii
Uhhhh kaliannn terluvvvvv
Oke, tunggu kelanjutannya yaaa...
Sweet Regards
Phinku
"Jangan lupa bersyukur hari ini"