The Lost Existence

By RizkyT

20.3K 1.5K 280

Adakah mahkluk luar angkasa? Hal itu selalu menjadi pertanyaan di masa kecilku, ada berbagai planet, tata sur... More

Chapter 1, Part 0 - Prologue
Chapter 1 Part 1
Chapter 1 Part 2
Chapter 1 Part 3
Chapter 1 Part 4
End Of Chapter 1, Farewell Earth
Chapter 2 Part 1
Chapter 2 Part 2
Chapter 2 Part 3
Chapter 2 Part 4
Chapter 2 Part 5
Chapter 2 Part 6
Chapter 2 Part 7
Chapter 2 Part 8
End Of Chapter 2, The First Journey
Chapter 2 Notes
Chapter 3 Part 1
Chapter 3 Part 2
Chapter 3 Part 3
Chapter 3 Part 4
Chapter 3 Part 5
Chapter 3 Part 6
Chapter 3 Part 7
Chapter 3 Part 8
Chapter 3 Part 9
Chapter 3 Part 10
Chapter 3 End Fall Of The Empire
Chapter 4 Part 1
Chapter 4 Part 2
Chapter 4 Part 3
Chapter 4 Part 4
Chapter 4 Part 5
Chapter 4 Part 6
Chapter 4 Part 7
Chapter 4 Part 8
Chapter 4 Part 9
Chapter 4 Part 10
Chapter 4 Part 11
Chapter 4 Part 12
Chapter 4 Part 13
Chapter 4 Part 14
Chapter 4 Part 15
Chapter 4 Part 16
End Of Chapter 4, Start Of Tragedy
Last Chapter, Part 1
Last Chapter Part 2
Last Chapter Part 3
Last Chapter Part 4
Last Chapter Part 5
End Of Chapter 5

Chapter 4 Part 17

97 13 0
By RizkyT

Gildo

Tubuhku telah runtuh, tulang yang sudah terurai, dan darah yang tidak lagi mengalir dalam nadi. Tapi aku tetap berjalan dan bergerak dipompa oleh semangat dan harapan yang terkandung dalam tubuhku.

"Gildo, kamu kenapa? Apa yang terjadi.. tubuhmu..., Aaaakh" Aku telah bertemu dengan Reina, dia menangis histeris melihat keadaanku, tapi aku hanya membalas dengan senyum melihat dia baik-baik saja. Dia kemudian menggopohku masuk ke salah satu ruangan yang memiliki tempat peristirahatan yang cukup.

"Aku tidak apa-apa sayang, kamu bagaimana kabarnya?"

"Maksudmu apa sayang, lihat lukamu ini, cepat berbaring. Aku akan mengobati lukamu."

"Aku tidak apa-apa Reina, aku tidak akan pulih meski memakai formula Hijau Z-N, tubuhku sudah mencapai ambang batasnya."

"Tidak, kamu tahu aku tidak akan berdiam saja melihat kondisimu ini. Ayo cepat berbaring akan kubuat kamu kembali pulih."

Hah, aku tidak akan pernah menang jika adu mulut denganya. Pendirian dia sangat keras, aku segera berbaring di salah satu kasur di sini dan merasa jika bersama dia rasanya semua masalah akan bisa teratasi.

Dia memberi obat pada luka-lukaku kemudian dibalutnya dengan rapi dan beberapa dijahitnya. Aku meminum obat yang diberikan olehnya, meskipun tidak efektif karena sel-sel pada tubuhku hampir mati karena aku memakai formula penyembuh secara berlebihan. Aku tetap senang karena istriku merawatku disampingku. Sudah berapa lama yah aku seperti ini yah, pulang dengan luka di sekujur tubuh dan Reina sudah bersiap merawatku. Senyumku mengembang melihatnya, dia makin cantik saja.

"Ihh kamu kok ngeliat kayak gitu sih, orang sakit gak usah tingkah aneh-aneh."

"Tidak apa-apa kamu makin cantik saja Reina."

"Ih dasar, selalu saja tiba-tiba ngomong seperti itu."

Beberapa tulangku sudah remuk dengan saraf nadi yang sudah rusak. Tapi aku masih dapat menggerakkan tangan kananku menyentuh kepalanya. Mengelus rambutnya dengan lembut.

"Aku masih ingat ketika kita pertama kali bertemu Reina, aku ditugaskan menyerbu sarang monster dan kamu bertugas sebagai koordinator lapangan."

"Ya, dan kamu sangat brutal waktu itu, tidak mengindahkan perintah komando pangkalan, berperang semaunya."

"Tapi kita menang kan, aku malu juga mengingat diriku yang dahulu, hahaha. Meski begitu aku senang karena itu aku bisa dirawat olehmu, aku masih ingat kata-katamu. Katamu jika aku terluka seperti ini lagi, kamu akan membiarkan aku mati." Aku tersenyum kecil mengingat masa laluku.

"Gimana enggak, overdosis obat penguat, luka sekujur tubuh, tulang-tulang patah. Kalau telat pengobatan kamu bisa mati tahu enggak, untung saja tubuhmu tidak ada yang sampai putus."

"Haha, maafkan aku Reina." Aku kembali mengelus rambutnya, kami saling bertatapan dan tersenyum kecil mengingat masa lalu.

"Tapi setelah itu kita selalu bertempur bersama, aku bertempur di garis depan dan kamu memberi perintah di pangkalan komando."

"Terus kamu selalu menang pertempuran, mendapatkan berbagai penghargaan, sampai diangkat menjadi komandan tertinggi pasukan"

"Dan kamu selalu menemaniku, Reina."

Kami terdiam saling berpandangan dengan senyum yang melebar, ingin rasanya waktu berhenti.

"Setelah pertempuran melawan monster-monster itu aku melamarmu, berharap semoga Forste tetap damai."

Kemudian aku meletakkan tanganku ke perut Reina.

"Bagaimana, kabar buah hati kita Reina?"

"Tidak usah khawatir sayang, dia baik-baik saja."

Kemudian dia memelukku, meski tubuhku masih sakit tapi pelukanya menenangkan diriku.

"Sayang kenapa kamu masih bertempur, bagaimana dengan buah hati kita? Aku tidak ingin kamu masih terluka seperti ini."

"Kamu tidak mengerti sayang, kita belum mendapatkan kedamaian, ada penjajah yang menguasai kita, pengusik yang merusak ketentraman planet kita."

"Kamu yakin mereka ingin mengganggu kita sayang? Kita langsung mencap mereka jahat tanpa mencoba berkomunikasi lebih dahulu. Aku yakin mereka datang ke sini untuk membawa kedamaian."

Aku telah menyadarinya dari tadi, sejak aku sampai di sini. Parasit Styr sudah menggerogoti tubuhnya. Di diriku juga sudah masuk parasit yang sama denganya, ketika baju pelindungku sudah rusak. Berulang kali suara dalam pikiranku menyuruhku menyerah, menyuruhku bergabung dengan mereka.

"Bukankah kamu menginginkan kedamaian sayang? Tempat yang aman untuk buah hati kita berkembang, yang sekarang berada dikandunganku."

Aku memeluknya dengan erat, air mata mengucur deras pada wajahku. Aku berkata dengan terseguk.

"Ya sayang, aku ingin melihat anak kita tubuh berkembang, bermain-main dengan ceria, menemani kita saat tua."

"Kita bersama mengelilingi planet Forste ini, berpetualang melihat pemandangan indah, tidak ada lagi ancaman."

Aku mendekatkan wajahnya ke wajahku, kemudian menciumnya. Ciuman yang sangat hangat, selama beberapa lama aku tidak ingin melepaskanya.

Ingatan ketika aku menjadi komandan tertinggi pasukan, terbayang di benakku. Aku menghadap kepada yang mulia, dia memberikan medali penghargaan kepadaku dan menjadikan aku pemimpin segenap pasukan Forste.

Aku berjanji kepadanya.

"Aku akan melindungi Forste, dari segala ancaman dengan mengerahkan segenap jiwa dan ragaku. Meskipun aku harus memilih keputusan pahit, kesetiaanku hanya demi kejayaan Forste."

Aku melepaskan ciuman dan pelukanya. Mencoba berdiri meski sakit masih menjalar pada tubuhku. Berjalan menuju meja, tempat perlengkapanku diletakkan. Mengambil pistol berwarna hitam yang sudah lama menemaniku.

Aku mengarahkan pistol itu kearah istriku.

Tidak ada tampang terkejut yang terlihat pada dirinya. Dia tetap mengembangkan senyum manisnya.

"Kenapa kamu masih bertempur sayang, bukankah kamu tidak sabar ingin melihat buah hati kita tumbuh berkembang. Kamu hanya melakukan perbuatan yang sia-sia sayang."

Pikiranku juga bergejolak, Styr makin menggerogotiku. Berkali-kali dia mengajak aku untuk menyerah, mengajakku untuk ke kedamaian. Kedamaian yang semu.

"Ayo sayang bergabunglah denganku, turunkanlah senjatamu ini."

Secara lambat Reina mengangkat kedua tanganya, bergerak lambat ke arah senjata yang kutodongkan.

Suara-suara dalam kepalaku terus bergaung. "Marilah bergabung dengan kami, kami akan memberimu kekuatan, kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Kebahagian yang semu, menjadi budak dari parasit tanpa kemerdekaan diri. Menjadi boneka yang tak berakal.

Aku tidak dapat menekan pelatuk senjataku, dalam hatiku bergulat perasaan tak berujung. Tanganku hanya terdiam mengacungkan senjata, yang hanya terdiam tidak bertenaga. Dan kedua tangan Reina telah menggenggam tanganku.

"Tembakkanlah Gildo."

"Apa, Reina aku tidak akan melakukanya."

"Aku percaya kepadamu Gildo, kamu pasti memilih keputusan yang terbaik. Aku menyayangimu karena kegagahanmu itu, dan aku yakin buah hati kita juga akan bangga terhadapmu."

Air mata deras mengalir dari mata merahnya. Dirinya mengerut menahan sakit yang dideritanya. Sakit dari Styr yang menggerogoti pikiranya.

"Tidak mungkin Reina, tidak mungkin, apapun yang terjadi aku tidak dapat menembakmu." Aku berkata lirih sambil menangis, pengangan pistolku yang kuat sekarang bergetar. Tidak ada nampak seorang pejuang pada diriku. Menangis cengeng seperti pengecut.

"Gildo, sebagai pemimpin dari menara kontrol aku memerintahkanmu, perintah yang terakhir. Tembak individu yang telah merusak keaman Forste, tembak aku."

Tanganku mulai tenang, aku menegakkan tubuhku memposisikan tubuhku dengan mantap.

"Gildo aku akan selalu mencintaimu."

"Aku juga Reina."

"Daar..."

Peluru melesat dari pistolku menembus kepalanya.

...

...

...

Beberapa meter dariku, aku mendengar teriakan kepedihan yang sangat dalam dari seorang gadis.

"KAAAKAAAKKK!!!!"

...

Continue Reading

You'll Also Like

86.9K 5.4K 31
Leoni Cahaya, gadis yang masuk kedalam sebuah novel. apakah gadis itu menjadi antagonis? tidak. figuran? tidak. atau prantagonis? tidak sama sekali. ...
133K 6.1K 36
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
61.2K 5.1K 21
(non fiksi/ random) Bacaan untuk 13++++ bukan prosa. bukan rant. pernah? berarti kita sama! belum pernah? berarti kita sama! ©️ 2017
4.3M 300K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...