Diana menatap hampa ponsel tak berbentuk milik Denis yang berada di meja nakas dekat tempat tidur. Entah sengaja atau tidak Denis meletakkan ponselnya di sana. Yang jelas, perkataan Denis terngiang-ngiang di benaknya membuatnya semakin merasa bersalah.
Kenangan. Denis masih menyimpan kenangan tentang mereka yang jelas-jelas tidak ada hal yang menyenangkan. Mengingatkannya pada sikapnya yang kurang baik pada Denis. Sekarang dia merasakan karmanya, sangat menyakitkan.
Semenyakitkan inikah rasanya menjadi Denis dulu? Atau yang dia rasakan saat ini masih tidak sebanding dengan apa yang Denis rasakan dulu?
Pintu terbuka dari luar mengalihkannya dari bayangan masa lalu. Tersenyum lebar, Diana menyambut hangat kedatangan putrinya yang berada di gendongan Denis.
"Mama!"
Diana menerima pelukan putrinya setelah diturunkan dari gendongan Denis. Diciumnya wajah sang putri yang segar sehabis mandi dan rapi dengan seragam sekolahnya.
"Chika sudah makan?" putrinya itu menggeleng pelan kemudian tatapannya mengarah pada Denis yang membuka pintu kamar setelah mendengar ketukan pelan. Ketika pintu kamar dibuka, Diana sontak melengos setelah tahu siapa yang mengetuk pintu.
"Aku tidak mau makan," tolaknya langsung setelah Denis meletakkan nampan berisi makanan ke meja dekat sofa.
"Terserah," sahut Denis seraya mendekati putrinya dan membawa putrinya ke sofa untuk dia suapi sebelum berangkat ke sekolah. Denis sama sekali tidak menatap Diana yang menggigit bibir bawahnya, kesal dengan respon Denis. Membuatnya menyesal kareba sempat menolak karena pada dasarnya dirinya lapar dan tanpa sadar tangannya mengusap perutnya.
Membaringkan tubuhnya membelakangi Denis yang menyuapi Chika, Diana menghela nafas perlahan dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Guling menjadi sasaran kekesalannya karena rasa laparnya yang menggebu. Apalagi ketika mendengar seruan putrinya yang mengatakan jika makanan yang putrinya makan itu enak.
Ini masih pagi dan seharusnya dia bersih-bersih diri bukan memejamkan mata sebagai pengalihan dari rasa lapar. Matanya hendak terpejam tetapi tangan mungil yang menyentuh pipinya membuatnya tersentak dan menatap pemilik tangan mungil itu.
Putrinya tersenyum padanya dan menarik tangannya membuatnya mau tidak mau beranjak dari berbaringnya.
"Ada apa, Sayang?" Tanya Diana dengan lembut, mengabaikan keberadaan Denis yang duduk di pinggiran tempat tidur, menatap interaksinya bersama Chika.
"Chika mau makan sama Mama."
Setelah mengatakan itu, putrinya meraih makanan yang Denis pegang dan membawanya padanya membuatnya mau tidak mau menerima makanan yang putrinya berikan. Ketika dia menatap putrinya, putrinya itu membuka mulutnya, siap menerima suapan darinya.
Perlahan Diana menyuapi putrinya dan tersenyum lebar melihat putrinya makan dengan lahap. Namun senyumnya tidak bertahan lama ketika suapan ketiga putrinya itu menggeleng pelan dan tidak mau membuka mulutnya.
"Kenapa? Chika sudah kenyang? Tapi nasinya masih banyak, Sayang. Lagi, ya?" Bujuknya seraya menyuapkan makanan tetapi putrinya tetap tidak mau membuka mulutnya.
Menghela nafas pelan, Diana melarikan pandangannya pada Denis yang beranjak dari duduknya. Seolah sengaja membiarkannya membujuk Chika sendiri tanpa bantuan Denis. Pintu kamar yang ditutup menjadi tanda Denis meninggalkannya bersama sang putri.
"Kalau Chika gak mau habisin makanannya, Mama bakal marah sama Chika. Mama gak bakal kasih Chika izin buat peluk, cium dan manja-manjaan sama Mama."
"Ada Papa."
Diana tersenyum getir. Peran Denis cukup menggesernya dari kehidupan sang putri.
"Chika minum dulu kalau tidak mau makan lagi," Diana menyodorkan air minum pada putrinya, menyembunyikan perasaaan sedihnya setelah mendengar perkataan putrinya. Seharusnya dia tidak ambil hati perkataan putrinya. Putrinya itu masih kecil dan perkataannya pun, terkadang sesuka hati.
"Gak mau!" Tolak Chika, menolak untuk minum dan bergerak menjauhi Diana membuat Diana menghela nafas panjang. Air yang dipegangnya kembali diletakkan di nakas dan perlahan mendekati putrinya. Tak lupa makanan yang dipegangnya disimpan juga di nakas.
"Chika mau apa, hm?" Diana mencoba membujuk sang putri tetapi putrinya itu menepis tangannya membuatnya tersenyum pedih. Melirik pintu kamar yang masih tertutup rapat membuat Diana mendesah kecewa, Denis tidak kembali ke kamar dan seolah sengaja membiarkan dirinya sendiri membujuk sang putri yang entah kenapa hari ini bersikap menyebalkan menurutnya.
"Chika mau makan, Mama."
Diana meraih kembali sepiring nasi yang masih tersisa setengahnya itu. Tanpa kata, Diana mulai menyuapi sang putri tetapi putrinya menolak suapannya membuatnya menatap tak percaya sang putri.
"Katanya Chika mau makan. Sini Sayang, biar Mama suapin. Atau Chika mau makan sendiri, hm?" Diana menyodorkan piring pada sang putri tetapi putrinya itu justru menangis kencang membuatnya sontak menyimpan piring berisi makanan ke nakas dan mendekati putrinya, membawa putrinya ke dalam pelukannya. Seraya menatap pintu kamar, Diana mengusap punggung sang putri agar tangisnya mereda. Tetapi yang dia harapkan tak kunjung tiba, Denis tidak masuk kamar meskipun Chika menangis.
Matanya berkaca-kaca, siap menjatuhkan air mata tetapi sang putri yang melepas pelukannya membuatnya tersentak. Belum sadar dari keterkejutan, Diana menatap Chika tidak percaya ketika putri sulungnya itu mengecup kedua pipinya.
"Mama makan juga. Chika gak mau makan sendirian," ujar sang putri diselingi isak tangisnya yang belum reda membuat Diana menatap putrinya layaknya orang bodoh kemudian tertawa kencang, menertawakan kekonyolan yang terjadi.
Jadi putrinya itu bersifat menyebalkan agar dirinya makan juga. Lucu sekali.
Dikecupnya seluruh wajah putrinya dan mengusap air mata putrinya dengan perasaan bersalah karena tidak menyadari maksud putrinya.
"Maafin Mama ya, Sayang. Jangan nangis lagi, ayo makan sama Mama," ujarnya seraya meraih makanan dan menyuapi putrinya, kemudian menyuapi dirinya sendiri hingga makanan di piring habis. Bukan hanya satu piring, makanan di dua piring sekaligus habis.
Saat menyuapkan suapan terakhir pada putrinya, pintu kamar dibuka dari luar dan muncul sosok Denis membuat pergerakan Diana terhenti. Diana sadar dari lamunannya ketika dengan tidak bersalahnya Denis melahap makanan yang hendak dia suapkan untuk putrinya.
Mengerjap, Diana ingin protes pada Denis tetapi ciuman tiba-tiba di pipinya membuatnya terpaku dan tatapannya mengarah pada Denis yang dengan santainya menggendong putrinya ke kamar mandi.
...
Denis memang tidak berbicara pada Diana, tetapi perlakuan Denis tidak menunjukkan jika lelaki itu marah padanya. Setelah memandikan sang putri, Denis mendekat padanya dan tanpa seizinnya, Denis menggendongnya ke kamar mandi dan yah ... mereka suami istri dan mandi bersama bukanlah suatu kesalahan.
Siang ini, selayaknya pengangguran yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan, Denis memaksanya untuk tidur setelah memakan makan siang serta susu hamilnya. Tangan besar Denis mengusap perutnya membuatnya gelisah namun perasaan hangat hinggap kala merasakan gerakan samar dari dalam perutnya. Calon buah hati mereka bahagia disapa oleh Ayahnya.
Diana segera melengos saat Denis menghentikan usapannya kemudian mendongak, menatapnya. Diana mempertahankan posisinya, menahan diri untuk tidak menatap Denis yang masih menatapnya. Tetapi tangan besar yang awalnya berada di perutnya kini menangkup wajahnya yang membuatnya mau tidak mau membalas tatapan Denis yang menatapnya lekat membuatnya diserang rasa gugup.
"Aku belum mengatakannya."
"Apa?"
"Maaf soal kemarin."
Diana terdiam, diserang rasa tidak percaya dan terkejut. Dia tidak salah dengar kan? Denis meminta maaf?
"Kamu---"
"Terima kasih."
Diana mengerut keningnya dan di detik kemudian kedua matanya melotot ketika Denis menarik tengkuknya, tanpa sempat melawan, Denis melahap habis bibirnya.
...
Sebenarnya part ini harus up tgl 25, tapi ... aku ingetnya kalo aku gada tabungan bab. Pas di cek barusan, ternyata part ini belum diup woy :') Aku nih lalai jadinya kalian nunggu lama kan :')
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YGY! MAAF BANGET UPNYA LUAMMAA BUANGETT ...
...
Hold Me Tight | shopiaaa_
16 Maret 2023