Hold Me Tight

Por Shopiaaa_

352K 19K 878

Denis memilih melepas cintanya karena yang dia cinta tidak sudi membalas cintanya. Diana adalah perempuan per... Más

1 | Hold Me Tight
2 | Hold Me Tight
3 | Hold Me Tight
4 | Hold Me Tight
5 | Hold Me Tight
6 | Hold Me Tight
7 | Hold Me Tight
8 | Hold Me Tight
9 | Hold Me Tight
10 | Hold Me Tight
11 | Hold Me Tight
12 | Hold Me Tight
13 | Hold Me Tigth
14 | Hold Me Tight
15 | Hold Me Tight
16 | Hold Me Tight
17 | Hold Me Tight
18 | Hold Me Tight
19 | Hold Me Tight
20 | Hold Me Tight
21 | Hold Me Tight
22 | Hold Me Tight
23 | Hold Me Tight
24 | Hold Me Tight
25 | Hold Me Tight
26 | Hold Me Tight
27 | Hold Me Tight
28 | Hold Me Tight
29 | Hold Me Tight
30 | Hold Me Tight
31 | Hold Me Tight
32 | Hold Me Tight
33 | Hold Me Tight
34 | Hold Me Tight
35 | Hold Me Tight
36 | Hold Me Tight
37 | Hold Me Tight
38 | Hold Me Tight
39 | Hold Me Tight
40 | Hold Me Tight
41 | Hold Me Tight
42 | Hold Me Tight
43 | Hold Me Tight
44 | Hold Me Tight
45 | Hold Me Tight
46 | Hold Me Tight
47 | Hold Me Tight
48 | Hold Me Tight
49 | Hold Me Tight
51 | Hold Me Tight
52 | Hold Me Tight
53 | Hold Me Tight
54 | Hold Me Tight
55 | Hold Me Tight
56 | Hold Me Tight
57 | Hold Me Tight
58 | Hold Me Tight
59 | Hold Me Tight
60 | Hold Me Tight
61 | Hold Me Tight
62 | Hold Me Tight

50 | Hold Me Tight

4.7K 224 16
Por Shopiaaa_

Jika ada kategori orang paling kejam dan tega, mungkin Papa Denis menjadi pemenangnya. Entah seperti apa jalan pikirannya sehingga pagi ini negeri ini dihebohkan oleh berita penurunan Denis sebagai pimpinan dari perusahaan besar berpengaruh di negeri ini dan berita terhapusnya Denis sebagai ahli waris. Diana sontak mematikan televisi yang menampilkan berita terhangat yang berasal dari keluarga Denis.

Denis memang bukan dari keluarga sembarangan. Tidak salah jika penurunan Denis sebagai pimpinan perusahaan dan ahli waris menjadi berita terhangat. Diana berusaha tenang ketika Denis mendekatinya seraya menggendong Chika yang begitu bahagia karena dibelikan mainan baru oleh Papanya.

"Mama, Chika punya mainan baru! Papa yang beliin. Katanya Papa bakal beliin mainan lagi kalau Chika rajin belajar dan jadi juara kelas."

Diana tersenyum lebar menyambut putrinya yang turun dari gendongan Denis dan berlari mendekatinya dengan memamerkan mainan barunya. Tangan halusnya mengusap puncak kepala Chika kemudian menatap Denis yang langsung memasuki kamar mandi tanpa menyapanya. Senyumnya luntur dan wajah cerianya memburam memikirkan berita yang menjadi perbincangan hangat hari ini.

Denis baru saja menjemput Chika di sekolahnya, sudah pasti Denis bertemu orang-orang yang mungkin sudah melihat bahkan mendengar berita terbaru dan terhangat dari keluarga berpengaruh di negeri ini. Seketika Diana mengkhawatirkan Denis. Apa Denis baik-baik saja disaat nyaris seluruh orang di negeri ini membahas perihal masalahnya dan keluarganya?

"Chika bisa ganti baju sendiri, kan?" Tanya Diana pada putrinya yang asik membongkar mainan barunya.

"Bisa, Mama."

"Ya sudah, sekarang Chika ganti baju ya. Habis itu makan."

Diana tersenyum saat putrinya menuruti perintahnya dan kepergian putrinya bertepatan terbukanya pintu kamar mandi yang menampilkan wajah segar Denis.

"Kamu habis cuci muka?" Tanya Diana melihat wajah segar Denis, tidak sekusam saat memasuki kamar bersama putrinya.

"Hm."

Denis duduk di samping Diana seraya memainkan ponselnya. Tetapi Diana langsung meraih ponsel Denis membuat Denis menatapnya tajam.

"Aku ... boleh pinjam ponsel kamu?" Tanya Diana gugup melihat tatapan tajam Denis yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Tidak boleh."

Denis hendak meraih kembali ponselnya dari Diana dan Diana dengan cepat menyembunyikan ponsel Denis dibalik tubuhnya seraya menggelengkan kepalanya.

"Diana!" Geram Denis tidak menyukai Diana yang telah lancang.

"Aku pinjam ponsel kamu. Janji gak bakal lama. Boleh?" Bujuk Diana yang tentu saja mendapat gelengan kepala dari Denis. Diana sontak berdiri saat Denis hendak menghapus jarak diantara mereka. Melihat aura kemarahan Denis tidak menyurutkan keinginan Diana untuk memegang ponsel Denis untuk sesaat. Tidak, lebih tepatnya Diana ingin menahan ponsel Denis dalam waktu yang tidak ditentukan.

"Kembalikan, Diana!" Geram Denis yang tentu saja kesabarannya setipis tisu.

Diana menggelenga dan bergerak menjauhi Denis dengan bergerak mundur hingga ....

Buk

Tubuhnya membentur dinding sementara Denis kini tersenyum penuh kemenangan karena telah berhasil menangkap mangsanya yang telah berani memancing sisi gelapnya.

"Mau bermain-main denganku, hm?" Bisik Denis terdengar mengerikan dengan satu yangan terulur ke punggung Diana, hendak mengambil alih ponselnya, tetapi ....

"Maafkan aku."

Brak

Wajah Denis mengeras ketika ponselnya dibanting ke lantai oleh Diana hingga retak. Tidak hanya membantingnya, Diana juga menginjak ponselnya berulang kali hingga tidak berbentuk. Tatapan tajamnya siap menerkam Diana tetapi kedatangan putrinya membuatnya seketika merubah raut wajahnya dan tersenyum hangat menyambut kedatangan putrinya yang baru selesai ganti baju sendiri. Suatu kebanggaan baginya karena sang putri belajar mandiri sehingga baik dirinya dan Diana tidak kesusahan mengurusi putrinya.

"Chika mau makan, Papa," rengek sang putri ketika berdiri di sampingnya dan menatapnya dengan tatapan memelas. Tangan putrinya mengusap perutnya membuatnya terkekeh melihat kelakuan lucu sang putri.

Mengabaikan Diana yang mungkin sudah berpuas hati telah menghancurkan ponselnya, Denis membawa sang putri keluar kamar untuk makan. Tanpa menawarkan Diana mau makan atau tidak. Amarahnya pada Diana belum padam dan perempuan itu harus diberitahu bagaimana bersikap sopan padanya.

Denis sengaja menutup pintu kamar dengan keras setelah menyuruh sang putri untuk berangkat duluan. Sebelum menutup pintu, dia melihat raut wajah Diana yang tengah menahan tangis. Apa pedulinya? Diana harus mendapat balasan atas perbuatannya.

...

Denis tidak hanya menemani Chika makan, tetapi membawa Chika keluar apartemen. Menghabiskan waktunya bersama sang putri di taman bermain yang ada di dekat apartemen. Kemudian membawa putrinya ke mini market terdekat, membelikan makanan atau minuman yang putrinya inginkan selagi tidak berlebihan. Denis memang menyayangi dan memanjakan putrinya tetapi dia juga memerhatikan makanan yang dikonsumsi putrinya. Denis tidak melarang putrinya untuk membeli makanan ringan selagi masih tahap wajar.

Setelah dari mini market rupanya Denis membawa Chika berjalan-jalan menyusuri jalanan dengan mengendarai mobilnya hingga mereka memilih makan malam di luar sekalian. Memakan makanan yang tentunya diinginkan oleh putrinya. Ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam barulah Denis memilih pulang setelah seharian berada di luar dan merasa puas telah membuat putrinya bahagia.

Setibanya di apartemen, Denis menemukan kedua orang tua Diana duduk di meja makan. Tatapan kedua orany paruh baya itu mengarah padanya setelah mendengar langkah kakinya dan sang putri. Berdeham, Denis menyuruh putrinya untuk ke ruang tengah sebelum akhirnya dirinya mendekati orang tua Diana yang terlihat cemas.

"Kalian belum makan?" Denis menatap makanan di meja makan yang masih utuh.

"Kamu, Diana dan Chika belum makan."

Denis terdiam. Alasannya membawa orang tua Diana ke apartemen ini tentu saja untuk memperbaiki hubungan Diana dengan orang tuanya. Tetapi semua tidak sesuai ekspektasinya. Diana tidak mau berdamai bahkan terkesan takut dengan orang tuanya. Sementara orang tua Diana ingin berdamai dengan Diana. Karena Diana yang tidak mau berdamai justru membuat orang tua Diana bersikap seolah menjadi pembantu di apartemen ini.

Mereka tidak akan makan sebelum dirinya, Diana dan Chika makan. Bisa dikatakan orang tua Diana memakan makanan sisa darinya, Diana dan Chika. Mereka juga membersihkan apartemen tanpa dia suruh. Saat dirinya keluar kamar, mereka menundukkan kepalanya. Sangat persis seperti seorang bawahan yang menghormati atasannya.

"Saya dan Chika sudah makan di luar. Makanan itu kalian saja yang menghabiskannya," ujarnya santai seraya meletakkan minuman yang dibeli putrinya ke dalam kulkas. Namun gerakan tangannya terhenti ketika mendengar perkataan Mama Diana yang terdengar lirih namun sarat akan kekhawatiran.

"Diana belum makan sejak siang. Dia pasti kelaparan, apalagi ada satu nyawa yang bergantung padanya."

Menggeram, tanpa sadar Denis mencengkeram botol minuman sebelum akhirnya meletakkan minuman itu dengan kasar ke dalam kulkan hingga mengejutkan dua orang yang sejak tadi menatapnya takut.

Menutup kasar pintu kulkas, Denis mendekati meja makan. Menatap menu makanan yang tersaji di meja makan. Nyaris semua makanan yang tersaji merupakan makanan kesukaan Diana. Meraih piring, Denis mulai mengisinya dengan nasi serta lauk dan pauk untuk Diana tentunya. Setelah itu Denis menuangkan air ke dalam gelas bening kemudian mengambil wajah yang akan memudahkannya membawa makanan dan air untuk Diana.

Dirasa tidak ada yang terlupakan, Denis beranjak ke kamar tetapi langkahnya terhenti saat Mama Diana tiba-tiba meletakkan segelas susu hamil ke wadah yang berisi makanan dan air.

"Bayinya juga butuh asupan lebih," ujar Mama Diana menatapnya teduh.

"Maafkan Diana kalau dia sudah bikin kamu marah. Kamu boleh menegurnya atau menghukumnya asal jangan lupakan anak kalian dalam kandungan."

Melengos, Denis mengabaikan perkataan Mama Diana dan bergegas menuju kamar.

...

Suasana gelap dan senyap menyapa kedatangannya. Dalam kegelapan kamar, Denis masih bisa melihat sosok Diana yang berbaring memandang ke arah jendela, memunggungi pintu. Menutup pintu kamar dengan pelan, Denis mendekati sakelar lampu dan menekannya sehingga kamar yang semula gelap menjadi terang.

Dilihatnya Diana meringkuk, seperti kedinginan. Meraih remote pendingin ruangan, Denis mengatur suhu ruangan agar tidak terlalu dingin. Setelah meletakkan kembali remote pendingin ruangan ke tempat semula dan menyimpan nampan yang dibawanya ke nakas, Denis memutari tempat tidur dan memandangi wajah Diana yang tidak terusik dengan kedatangannya.

Diana sangat pulas tetapi ada yang mengusiknya. Jejak air mata di pipi Diana sangat mengganggu membuatnya mengulurkan tangannya mengusap pipi Diana yang terdapat jejak air mata. Kemudian tatapannya terpaku pada apa yang Diana genggam.

Ponselnya yang sudah tidak berbentuk berada digenggaman Diana. Tatapannya kembali mengarah pada wajah terlelap Diana dengan tatapan rumitnya. Kemarahannya kembali muncul ketika mengingat kelakuan Diana yang telah membanting ponselnya namun kemarahannya tidak sebesar kekhawatirannya karena Diana dari siang belum makan bahkan tidak meminum susu hamilnya.

Diana sedang hamil dan calon anak mereka bergantung pada Diana. Jika Diana saja melewatkan makan siangnya, tentu saja calon buah hatinya juga demikian. Menghela nafas panjang, Denis mengambil duduk di samping Diana dan perlahan satu tangannya bergerak mengusap pipi Diana disusul suara halusnya, mencoba membangunkan Diana untuk makan.

Membangunkan Diana tidak susah karena beberapa saat kemudian kedua mata Diana mengerjap dan perlahan terbuka sempurna. Melihat dirinya, sontak Diana beringsut menjauh dan langsung duduk membuat Diana meringis seraya memegangi kepalanya.

"Kalau baru bangun jangan langsung duduk biar gak pusing," ujarnya seraya menarik lengan Diana agar mendekat dengannya. Namun Diana menolak dan semakin menjaga jarak dengannya.

"Jangan membuatku melakukan kekerasan, Diana."

Nada suara Denis tidak selembut sebelumnya membuat Diana mau tidak mau mendekat pada Denis. Diana tersentak ketika dia mendekat, Denis justru meraih sesuatu yang masih berada di genggamannya, ponsel Denis yang sudah tidak berbentuk lagi.

"Ini sudah rusak, kenapa kamu masih memungutnya?" Tanya Denis seraya meraih kartu telepon dari ponselnya yang sudah tidak bisa digunakan itu dan menatap Diana dengan tatapan teduhnya. Mencoba menahan amarahnya yang terus-menerus berontak untuk keluar. Denis hanya sedang mencoba mengendalikan diri mengingat saat ini Diana belum mengisi perutnya dan melihat jejak air mata di pipi Diana membuatnya tersadar untuk tidak membuat Diana stres karena itu akan berdampak pada calon buah hati mereka.

Sementara Diana yang ditatap lembut oleh Denis menunduk, tidak berani menatap wajah Denis. Namun tatapannya terpaku pada kartu telepon yang Denis genggam. Tangannya bergetar dan jantungnya berdebar ketika pikirannya mulai memikirkan sesuatu yang mungkin akan semakin membuat masalah menjadi runyam.

"Diana, kamu harus makan sekarang. Kamu tadi melewatkan makan siangmu."

Denis meraih nampan yang dibawanya tetapi gerakannya terhenti ketika Diana menarik tangannya dan meraih sesuatu yang berada di genggamannya, kartu telepon.

Raut wajah Denis menajam dan Diana sontak menuruni tempat tidur, hendak berlari memasuki kamar mandi tetapi kalah cepat dengan Denis yang memeluknya dari belakang. Nafas Diana tercekat ketika Denis meletakkan dagunya di bahu Diana. Kedua tangan Denis mengusap perut Diana membuat tubuh Diana meremang. Kedua tangan Diana terkepal erat dan bergetar karena didalam kepalan tangannya ada kartu telepon yang menjadi alasan Denis melakukan hal ini padanya.

"Kembalikan sebelum aku memaksamu untuk mengembalikannya," bisik Denis dengan suara seraknya membuat Diana dilanda ketakutan.

Kepalanya menggeleng pelan dan detik itu juga dia merasakan usapan Denis di perutnya terhenti. Diana menahan nafas untuk sesaat ketika Denis memegangi perutnya dan satu tangan Denis bergerak naik kemudian berhenti di dadanya.

Diana menjauhkan tangan Denis yang mulai bergerak nakal tetapi bukannya melepas, Denis justru mencengkeramnya membuat Diana meringis.

"Sakit," keluhnya memukuli tangan Denis. Semenjak hamil bagian dadanya terasa sensitif dan kadang-kadang sakit.

Mata Diana berkaca-kaca karena Denis bukannya melepaskan, justru semakin mencengkeramnya membuat Diana berontak untuk lepas dari Denis hingga kartu yang digenggamnya jatuh tepat di kakinya. Baik Diana dan Denis sama-sama menunduk, menatap kartu yang jatuh di dekat kaki Diana. Tubuh Diana seperti mati rasa saat kartu itu terjatuh namun dengan gerakan cepat dia menginjaknya. Kali ini Denis kalah cepat dengannya.

Denis menatapnya marah dan berusaha menyingkirkan kakinya. Diana menekan kuat kakinya agar Denis tidak berhasil mengambil kartu itu. Tetapi semua hanya kemenangan semata bagi Diana karena Denis pada akhirnya berhasil mendapatkan kartu itu setelah mengangkat kakinya dengan kekuatan penuh membuat tubuhnya limbung dan terjatuh.

Diana meringis ketika punggungnya membentur pinggiran tempat tidur dan pinggangnya luar biasa nyeri saat membentur lantai. Kedua tangannya sontak memeluk perutnya yang terasa sakit. Tubuhnya seakan hancur ketika segala rasa sakit menyerangnya, terlebih pada perutnya yang sakitnya luar biasa membuatnya menitikkan air mata.

"De ... Denis," lirihnya seraya terisak diliputi rasa takut. Takut jika kandungannya kenapa-kenapa. Tangisannya menggema membuat Denis pucat pasti.

"Diana," Denis merengkuh Diana dan tanpa berkata lagi, Denis menggendong Diana. Melangkah cepat meninggalkan kamarnya dan dengan paniknya Denis berteriak meminta tolong kepada siapa saja untuk menyiapkan mobil dan secepatnya membawa Diana ke rumah sakit.

Teriakan Denis yang menggema membuat orang tua Diana mendekati sumber suara dan mereka terkejut melihat sang putri tengah kesakitan di gendongan Denis. Papa Diana sontak meraih kunci mobil Denis yang Denis simpan di saku celananya. Di tengah kepanikan, putrinya datang dan menangis melihat sang Mama kesakitan. Mama Diana dengan sigap menenangkan sang cucu dan menyuruh Denis serta suaminya untuk secepatnya ke rumah sakit, sementara dirinya menjaga cucunya di sini seraya mendoakan sang putri.

...

Bberapa abad gak up, pasti berdebu banget😂

Btw, mampir hayuk di ceritaku yg di fizzo🥰itung² baca sambil dapet cuan🤸‍♀️

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | shopiaaa_
09 Februari 2023

Seguir leyendo

También te gustarán

59.8K 2.4K 20
Caleb Braxton terpaksa harus bertunangan dengan seorang gadis desa bernama Bella Chester. Caleb yang merupakan pria arogan, tentu saja menolak rencan...
19.9K 2.9K 17
Dimana kamu terjebak di dunia Lookism, mencari jalan keluar- tapi sayangnya kamu bukannya mendapat jalan keluar, kamu semalin masuk kedalam jebakan d...
84.3K 10.9K 36
Memutuskan pindah ke Rumania rupanya bukan sesuatu yang bisa Sunoo anggap sebagai keputusan paling tepat dalam hidupnya. Karena di sana ia harus berh...
30.8K 2.2K 29
Bukan salahnya jika ia terlahir dari sebuah kesalahan. Kenapa harus seorang anak yang menjadi korban dari kesalahan orang tuanya di masa lalu? Kenapa...