Hold Me Tight

By Shopiaaa_

348K 18.9K 878

Denis memilih melepas cintanya karena yang dia cinta tidak sudi membalas cintanya. Diana adalah perempuan per... More

1 | Hold Me Tight
2 | Hold Me Tight
3 | Hold Me Tight
4 | Hold Me Tight
5 | Hold Me Tight
6 | Hold Me Tight
7 | Hold Me Tight
8 | Hold Me Tight
9 | Hold Me Tight
10 | Hold Me Tight
11 | Hold Me Tight
12 | Hold Me Tight
13 | Hold Me Tigth
14 | Hold Me Tight
15 | Hold Me Tight
16 | Hold Me Tight
17 | Hold Me Tight
18 | Hold Me Tight
19 | Hold Me Tight
20 | Hold Me Tight
21 | Hold Me Tight
22 | Hold Me Tight
23 | Hold Me Tight
24 | Hold Me Tight
25 | Hold Me Tight
26 | Hold Me Tight
27 | Hold Me Tight
28 | Hold Me Tight
29 | Hold Me Tight
30 | Hold Me Tight
31 | Hold Me Tight
32 | Hold Me Tight
33 | Hold Me Tight
34 | Hold Me Tight
35 | Hold Me Tight
36 | Hold Me Tight
37 | Hold Me Tight
38 | Hold Me Tight
39 | Hold Me Tight
40 | Hold Me Tight
41 | Hold Me Tight
42 | Hold Me Tight
43 | Hold Me Tight
44 | Hold Me Tight
45 | Hold Me Tight
46 | Hold Me Tight
47 | Hold Me Tight
48 | Hold Me Tight
50 | Hold Me Tight
51 | Hold Me Tight
52 | Hold Me Tight
53 | Hold Me Tight
54 | Hold Me Tight
55 | Hold Me Tight
56 | Hold Me Tight
57 | Hold Me Tight
58 | Hold Me Tight
59 | Hold Me Tight
60 | Hold Me Tight
61 | Hold Me Tight
62 | Hold Me Tight

49 | Hold Me Tight

4.8K 294 10
By Shopiaaa_

Dengan bantuan bawahannya, Denis memberi pernyataan jika dirinya bukan lagi pimpinan perusahaan. Tanpa penjelasan lebih lanjut untuk sekedar mengurangi rasa penasaran karyawannya, Denis melenggang meninggalkan perusahaan yang belum satu tahun dia pimpin. Tidak ada penyesalan dalam dirinya, justru lega karena akhirnya Papanya tidak memiliki alasan untuk mengacaukan hidupnya.

Baru menginjak lantai lobby perusahaan, tatapannya jatuh pada sosok Papanya yang baru saja turun dari mobil. Papanya tidak sendiri, Papanya datang bersama orang kepercayaan Papanya. Langkahnya terhenti ketika Papanya berdiri di hadapannya dengan senyum lebar.

"Karena perempuan sialan itu kamu nekat melepaskan sesuatu yang menjadi obsesimu sejak dulu."

Tanpa merespon perkataan Papanya, Denis melanjutkan langkahnya menuju mobilnya. Tatapannya lurus pada jalanan dengan helaan nafas panjang. Akhirnya usahanya berhenti sampai di sini, setelah dirinya berhasil menstabilkan kembali perusahaan keluarga Diana.

"Setelah ini kamu bukan lagi sekretarisku, Egi. Carilah pekerjaan yang membuatmu nyaman dan sesuai dengan kemampuanmu," ujar Denis pada sekretarisnya yang hari ini menjadi sopirnya. Amplop yang berisi gaji untuk sekretarisnya dia berikan sebelum akhirnya mengambil kunci mobilnya.

"Terima kasih atas kerja kerasmu," Denis menepuk pundak sekretarisnya dan berlalu memasuki apartemen. Tidak memedulikan sekretarisnya yang masih berdiri di depan gedung apartemennya menatap kepergiannya tanpa ekspresi. Yang jelas saat ini yang dia butuhkan adalah ketenangan dan ketenangan itu ada pada keluarga kecilnya.

Keluarga kecil? Dia, Diana, Chika dan calon anak keduanya? Rasanya menggelikan mengingat statusnya dan Diana tidak sah di mata hukum.

Memasuki apartemennya, hal pertama yang Denis lihat adalah orang tua Diana yang tengah membersihkan apartemennya. Melihat kedatangannya, orang tua Diana sontak membungkuk---layaknya sikap pelayan kepada majikannya.

Mengabaikan orang tua Diana, Denis bergegas menuju kamarnya dan mendapati Diana berdiri di balkon sementara Chika terlelap di tempat tidur. Mendekat, Denis memeluk Diana dari belakang membuat perempuan hamil itu tersentak.

"Denis."

"Aku bukan lagi menjadi pimpinan perusahaan," Denis dengan gamblang memberitahu Diana mengenai posisinya yang tak lagi berarti di perusahaan dan keluarganya. Sekarang dia tak lebih dari seorang anak yang dibuang Ayahnya. Akhirnya kisah kelamnya terulang kembali, bedanya dia tak terperangkap dalam lingkaran hitam menyesatkan. Ddnis masih berada di area aman dengan menahan Diana di sampingnya.

"Aku tidak punya apa-apa lagi. Aku miskin dan aku tidak punya orang tua. Apa kamu masih mau tunduk pada semua perintahku termasuk perintah agar tidak meninggalkanku?"

Denis membalikkan tubuh Diana hingga kini mereka berhadapan. Denis melihat tatapan datar Diana dan membuat Denis yakin jika ke depannya tidaklah mudah baginya mengendalikan Diana. Posisi mereka menjadi terbalik, kini Diana memiliki segalanya sementara dirinya layaknya beban bagi Diana.

Denis terdiam saat Diana melepaskan tangannya yang merengkuh pinggang Diana. Langkahnya mengikuti Diana yang menuju meja nakas, meraih dokumen yang tak asing baginya, dokumen tentang kepemilikan perusahaan. Denis mengikuti Diana duduk di sofa hingga tatapan Diana menyorotnya lekat membuatnya mengernyit.

"Kenapa?"

Denis menunduk saat Diana meletakkan dokumen itu ke pangkuannya.

"Itu punya kamu, hasil kerja keras kamu."

Denis sontak menggeleng dan mengembalikan dokumen itu pada Diana.

"Itu hak kamu, aku hanya membantu agar kembali normal."

"Gak, ini punya kamu DENIS!" Diana meninggikan suaranya di akhir kata ketika Denis melenggang memasuki kamar mandi tanpa mendengarkan ucapannya lebih lanjut. Menatap nanar pintu kamar mandi yang ditutup kasar oleh Denis, Diana menunduk penuh rasa bersalah. Semua ini salahnya yang membuat Denis menjadi asing dengan keluarganya sendiri.

Setelah makan malam di kamar, Diana menemani putrinya menonton tayangan kartun di ponselnya. Sementara Denis tampak sibuk di meja kerjanya. Entah apa yanh Denis kerjakan, namun melihat dari raut wajahnya yang serius membuat Diana tidak memiliki keberanian untuk mengganggu. Setelah obrolan mereka tadi siang yang berakhir dengan Denis meninggalkannya, Diana tidak berani mengajak Denis bicara.

Diana hanya patuh-patuh saja saat Denis membawakan makanan dan susu hamil untuknya. Selebihnya Diana menghabiskan waktunya bersama putrinya, berbagi cerita, menonton dan tidur saat merasa lelah.

Waktu yang beranjak semakin malam membuat Diana menyuruh putrinya tidur dan menyimpan ponselnya di nakas. Memeluk putrinya dan memastikan perutnya aman, Diana terlelap bersama putrinya tanpa tahu jika Denis diam-diam menatap interaksinya bersama sang putri.

...

Tengah malam Diana terjaga disaat keinginan membuang air kecil begitu mendesak membuat tidurnya terganggu. Melepas pelukannya pada sang putri, Diana beranjak dari baringannya seraya merapikan rambutnya. Diana melirik ke sisi tempat tidur yang kosong membuatnya mengernyit. Tetapi keadaan yang mendesak membuatnya tergesa-gesa memasuki kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya.

Keluar dari kamar mandi, Diana menatap sekitar dan tidak menemukan keberadaan Denis. Mendekati pintu, tangannya seketika terhenti saat hendak menarik handel pintu. Dia ingin mencari Denis tetapi dia enggan untuk keluar kamar. Alasannya tetap sama, karena ada orang tuanya. Namun saat dia melirik jam dinding, setidaknya tidak masalah jika dia keluar kamar mengingat orang-orang pasti terlelap, termasuk oranh tuanya sehingga dia tidak perlu takut.

Menghela nafas panjang, Diana keluar kamar. Melangkah pelan dengan tatapan mengawasi sekitar hingga langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang dicarinya berada di dapur.

Diana mengurungkan niatnya untuk mendekati Denis. Diana tertegun melihat sosok Denis yang sangat berbeda dari Denis yang dia temui tadi siang, saat lelaki itu baru pulang dari kantor.

Denis menunduk dengan nafas memburu dan kedua tangan lelaki itu terkepal di atas meja. Diana tidak tega sehingga memilih mendekati Denis. Tanpa mengatapan apapun, Diana menganggat kepala Denis dan tertegun melihat tatapan kosong Denis.

Keringat membanjiri wajah tampan Denis dan bibir Denis memucat.

"Denis."

Diana menangkup wajah Denis dan menatap Denis khawatir.

"Kamu ... kenapa?" Diana mengecek suhu tubuh Denis tetapi suhu tubuh lelaki itu normal membuatnya kian khawatir karena Denis hanya menatapnya tanpa meresponnya.

"Denis, kamu kenapa?" Diana mengusap keringat Denis dengan satu tangan menggenggam kedua tangan Denis yang terkepal dan dapat dia rasakan kedua tangan Denis gemetar dan dingin.

"Denis, jawab aku! Badan kamu gak panas tapi kamu keringetan dan pucat. Bilang sama aku, kamu kenapa?"

Diana menepuk kedua pipi Denis saat Denis hanya menggeleng pelan tanpa membuka suaranya.

"Kamu pucat," lirih Diana saat Denis memilih beranjak dan membawanya meninggalkan dapur.

"Aku baik-baik saja, Diana. Kenapa bangun?" Tanya Denis seraya merangkul Diana dan mengarahkan tatapan Diana ke depan agar tidak selalu menatapnya yang berbeda dari biasanya.

"Aku kebangun karena buang air kecil dan kamu gak ada di kamar makanya aku cari."

"Tidur lagi," ujar Denis seraya membaringkan Diana ke tempat tidur setibanya di kamar dan Diana menurut. Menarik selimut hingga menutupi setengah tubuh Diana, Denis mengecup kening Diana sekilas.

"Tidur yang nyenyak, ya."

"Kamu mau ke mana?"

Pertanyaan Diana menghentikan Denis yang hendak meninggalkan kamar.

"Ke dapur."

"Kamu lapar?" Diana menuruni tempat tidur dan mendekati Denis.

Denis terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

"Iya, aku lapar. Kamu tidur dulu ya."

Denis menuntun Diana ke tempat tidur dan setelah mendudukkan Diana ke tempat tidur, Diana justru memeluknya membuatnya tersentak.

"Diana."

"Aku tahu kamu sedih. Meski gak bisa bantu kamu, aku mohon jangan larut dalam kesedihan kamu. Aku bakal sanggupi permintaan kamu untuk tetap berada di sisi kamu asal kamu harus baik-baik aja. Kamu harus kuat karena yang kamu jaga bukan cuma aku, tapi anak-anak kita. Kamu punya segalanya dan seharusnya kamu gak mikirin apa yang telah terjadi. Perusahaan Papa aku, itu sebenarnya milik kamu. Semua hasil kerja keras kamu, aku cuma titip nama aja. Orang tua aku juga orang tua kamu. Berarti kamu adalah anak mereka. Kamu punya keluarga, Denis. Kamu kepala keluarga sekaligus suami dan Ayah buat aku dan anak-anak. Kamu punya keluarga, kamu gak sendiri."

Denis terkekeh dan melepas pelukan Diana.

"Siapa yang sedih dan kenapa harus sedih? Aku memang bukan pimpinan perusahaan lagi, atau bisa dikatakan aku ini pengangguran. Tapi bukan prinsipku buat ambil alih apa yang bukan milikku. Perusahaan itu anak nama kamu dan kenyataannya memang milik kamu, aku sama sekali gak terlibat di dalamnya."

Denis mengusap kedua mata Diana yang berkaca-kaca dan menyuruh Diana kembali tidur. Denis menatap Diana tajam saat Diana hendak kembali menahannya membuat Diana menurut saat disuruh kembali tidur. Sehingga yang Diana lakukan adalah menatap punggung Denis yang meninggalkan kamar.

Diana tersenyum tipis dan menatap nanar kepergian Denis. Ini pertama kali dia melihat sosok Denis yang terkenal keras dan suka menyakitinya terlihat tegar meski tatapan lelaki itu tidak bisa bohong. Denis tidak baik-baik saja.

Saat matanya ingin terpejam, dia justru dikejutkan dengan bantingan barang yang berasal dari luar kamar. Sontak Diana menuju asal suara dan menemukan sosok Denis yang terduduk di ruangan tengah dengan tubuh bersandar di sofa dan kedua tangan meremas rambutnya.

"Denis!"

Diana mendekati Denis dan memeluk Denis yang masih meremas rambutnya. Tubuh Denis bergetar, matanya memerah tetapi tidak ada air mata yang jatuh. Tatapan Denis kosong dengan wajah pucatnya membuat Diana semakin yakin pada pemikirannya sendiri jika Denis jauh lebih tidak baik-baik saja.

"Denis ... jangan seperti ini. Kamu gak sendiri, ada ...."

"Aku dibuang, Diana. Si sampah ini akhirnya kembali dibuang."

Geraman Denis membuat Diana tertegun dan sontak menangkup wajah Denis. Diana melihat tatapan terluka Denis tetapi semakin tertegun mendengar tawa yang menguar dari Denis. Tawanya terdengar lemah, tidak mengandung keceriaan membuat Diana yang mendengarnya merasakan bagaimana rasanya.

Sesak dan menyakitkan.

"Denis, kamu bukan sampah. Kamu gak dibuang. Kamu suami aku dan Ayahnya anak-anak kita. Kamu berharga buat anak-anak kita. Kamu bukan sampah. Kamu ...."

"Aku yang membuatmu hancur, Diana. Memerkosamu hingga hamil membuat kamu menunda pendidikanmu hanya karena berjuang untuk anakku. Aku tidak ada saat kamu sedang berada di masa sulit. Hamil sembilan bulan dan melahirkan. Tidak ada aku yang menemani. Aku justru sibuk lari dan bersembunyi dari orang-orang sialan yang ingin menangkap si pengedar ini. Aku gak berguna. Tidak tahu diri. Sudah untung orang tuaku kembali memungutku, aku justru berulang dan kembali dibuang. Aku sampah, Diana."

"Gak. Kamu berharga, kamu bukan sampah. Denis, jangan menyesali apa yang terjadi. Kamu punya aku dan anak-anak kita. Jangan seperti ini, Denis," Diana melirih melihat Denis menatap lurus ke depan dan enggan menatapnya yang mulai berkaca-kaca melihat raut wajah Denis yang tak bertenaga.

"Denis ...."

"Aku lelah, Diana."

Dan Diana mengerti, bukan hanya dirinya yang hancur dan butuh perlindungan. Tetapi, Denis juga sama butuhnya.

...

Mon maap manusia satu ini sibuk organisasi jadi kayaknya jadi makin jarang updatenya🤡doain aja ya proker organisasi berjalan dgn baik jdi gk makan waktu bnyak buat rapat evaluasi, dsb.🥰jadi ad waktu bnyak buat up🤸‍♀️

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | shopiaaa_
23 Januari 2023



Continue Reading

You'll Also Like

17.4K 1.5K 36
Hidup Elea yang baik baik saja tiba tiba harus menjadi seperti roller coaster yang penuh dengan kejutan saat bertemu dengan Skyler. Siapa yang menyan...
59.7K 2.4K 20
Caleb Braxton terpaksa harus bertunangan dengan seorang gadis desa bernama Bella Chester. Caleb yang merupakan pria arogan, tentu saja menolak rencan...
2.9M 143K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
282K 22.6K 63
Setelah impiannya tercapai, nyatanya semua pencapaiannya tersebut tak bisa menyempurnakan kebahagiaan di hati Megan Ailee. Ketika ia bertemu dengan m...