Hold Me Tight

By Shopiaaa_

352K 19K 878

Denis memilih melepas cintanya karena yang dia cinta tidak sudi membalas cintanya. Diana adalah perempuan per... More

1 | Hold Me Tight
2 | Hold Me Tight
3 | Hold Me Tight
4 | Hold Me Tight
5 | Hold Me Tight
6 | Hold Me Tight
7 | Hold Me Tight
8 | Hold Me Tight
9 | Hold Me Tight
10 | Hold Me Tight
11 | Hold Me Tight
12 | Hold Me Tight
13 | Hold Me Tigth
14 | Hold Me Tight
15 | Hold Me Tight
16 | Hold Me Tight
17 | Hold Me Tight
18 | Hold Me Tight
19 | Hold Me Tight
20 | Hold Me Tight
21 | Hold Me Tight
22 | Hold Me Tight
23 | Hold Me Tight
24 | Hold Me Tight
25 | Hold Me Tight
26 | Hold Me Tight
27 | Hold Me Tight
28 | Hold Me Tight
29 | Hold Me Tight
30 | Hold Me Tight
31 | Hold Me Tight
32 | Hold Me Tight
33 | Hold Me Tight
34 | Hold Me Tight
35 | Hold Me Tight
37 | Hold Me Tight
38 | Hold Me Tight
39 | Hold Me Tight
40 | Hold Me Tight
41 | Hold Me Tight
42 | Hold Me Tight
43 | Hold Me Tight
44 | Hold Me Tight
45 | Hold Me Tight
46 | Hold Me Tight
47 | Hold Me Tight
48 | Hold Me Tight
49 | Hold Me Tight
50 | Hold Me Tight
51 | Hold Me Tight
52 | Hold Me Tight
53 | Hold Me Tight
54 | Hold Me Tight
55 | Hold Me Tight
56 | Hold Me Tight
57 | Hold Me Tight
58 | Hold Me Tight
59 | Hold Me Tight
60 | Hold Me Tight
61 | Hold Me Tight
62 | Hold Me Tight

36 | Hold Me Tight

4.5K 282 26
By Shopiaaa_

Tawa Chika yang menggema mampu membangunkan Diana. Melihat betapa cerianya Chika pagi ini membuat Diana mengulas senyum tipis. Kondisi putrinya terlihat jauh lebih baik dari dua hari yang lalu dimana putrinya selalu mengeluh sakit hingga menangis karena merasa tidak nyaman di sekujur tubuhnya.

Diana juga tidak bisa menampik jika sumber keceriaan putrinya hingga terlihat jauh lebih baik itu berasal dari Denis yang mengajak putrinya bercengkerama seraya menyuapi putrinya. Diana masih ingat, sejak dua hari yang lalu saat pertama kali Chika masuk rumah sakit, putrinya itu tidak mau makan makanan rumah sakit. Setiap satu suapan berhasil ditelan, ujung-ujungnya dimuntahkan hingga membuatnya dirundung cemas dan ketakutan karena setiap makanan yang ditelan selalu dimuntahkan. Khawatir kondisi putrinya kian memburuk.

"Aku sudah siapkan pakaian ganti, mandilah."

Suara bariton yang berasal dari depannya membuyarkan lamunannya. Tatapannya bertemu dengan Denis yang entah sejak kapan berdiri di hadapannya. Dari aromanya saja, Diana pastikan jika lelaki itu sudah mandi, terbukti dengan pakaiannya yang sudah berganti dan wajah fresh Denis.

Diana mengangguk pelan. Dia hendak beranjak dari duduknya namun tangan kekar Denis lebih dulu meraih tubuhnya. Diana bahkan tidak berani membuka suara ketika Denis membantunya untuk berdiri dan menuntunnya menuju kamar mandi. Diana baru tersadar ketika Denis mengecup keningnya kemudian menutup pintu kamar mandi menyisakan dirinya sendiri di dalam kamar mandi dengan handuk yang berada di tangannya serta totebag yang berada di gantungan kamar mandi.

Diana masih terpaku pada setiap perlakuan Denis hingga ketukan pintu yang disusul suara Denis menyadarkannya untuk segera bersih-bersih dan terselip perhatian agar dirinya tidak berlama-lama di dalam kamar mandi, takut terjadi sesuatu pada kandungannya.

Ya, kandungannya.

Denis hanya khawatir pada darah dagingnya, bukan pada yang mengandung darah dagingnya.

Memangnya apa yang dia harapkan dari Denis? Perihal hati saja dia sudah kalah, apalagi mengenai perhatian.

...

Diana yang baru keluar dari kamar mandi dikejutkan dengan berbagai makanan yang terhidang di meja dekat sofa. Tatapannya mengarah pada Denis yang mendekatinya dengan senyum tipis. Denis mengambil alih handuk dalam genggamannya dan tanpa diperintah, Denis menyimpan handuk yang di genggamnya pada gantungan. Kemudian Denis menuntunnya pada sofa yang sudah tersaji banyak makanan yang membuatnya bingung siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak itu?

Meski nafsu makannya kian meningkat tapi Diana tidak mungkin menghabiskan semua makanan yang Denis sediakan.

"Mau aku suapi?"

Diana sontak memundurkan wajahnya ketika sendok berisi makanan diarahkan ke mulutnya oleh Denis. Yang Diana lakukan mengundang tatapan tajam Denis membuat Diana gelagapan.

"Aku ... aku makan sendiri," Diana meraih satu porsi nasi goreng dan menyuapkannya ke mulutnya tanpa melihat Denis yang menghela nafas.

Selesai dengan makannya, Diana beranjak mendekati brankar yang ditempati putrinya. Pantas saja putrinya terlihat tenang saat dia dan Denis sedang makan, rupanya putrinya asyik memainkan ponsel Denis. Diana mengecek suhu tubuh putrinya yang sudah tidak panas lagi. Lega dan senang menjadi satu karena kondisi putrinya kembali membaik.

"Mama, Chika haus."

Diana segera mengambilkan air untuk putrinya namun gerakannya kalah cepat dengan Denis yang tiba-tiba berdiri di belakangnya dan memberikan air minum untuk putrinya.

"Terima kasih, Papa."

Diana tidak bisa menahan rasa harunya. Putrinya tumbuh dengan baik. Tidak melupakan ajarannya untuk jangan melupakan kata maaf jika ada salah, meminta tolong jika butuh bantuan dan berterima kasih jika diberi bantuan. Dengan gerakan pelan Diana membantu putrinya meneguk air minum dan saat dia hendak membantu putrinya kembali berbaring, tiba-tiba putrinya memeluknya.

Lebih mengejutkannya lagi, putrinya itu menarik tangan Denis untuk ikut memeluknya sehingga dirinya berada di antara Chika dan Denis.

"Chika kangen Papa. Chika pengen lihat Papa meluk Mama kayak gini. Jangan pisah-pisah lagi, Chika gak suka. Chika mau dimanja sama Mama dan Papa."

Diana terdiam. Tubuhnya mendadak kaku mendengar penuturan putrinya yang mampu menyentil hatinya. Putrinya merindukan Papanya dan karena kerinduan itu membuat putrinya jatuh sakit. Ketika bertemu dengan Denis, putrinya langsung sembuh. Putrinya benar-benar merindukan Denis dan dia tidak peka akan itu.

Diana merasa bersalah tetapi dia menolak untuk merasa bersalah. Kepergiannya bukan karena keinginannya sendiri. Denis yang membuatnya pergi. Denis memang berjasa dalam hidupnya karena telah membuatnya perlahan keluar dari traumanya. Tetapi jauh dari itu, Denis merupakan luka yang perlahan menggores hatinya.

Denis menyakitinya.

Jujur saja, dia mencintai Denis. Cinta yang datang tiba-tiba dan menimbulkan rasa sesal karena pernah memberi luka pada Denis di masa lalu karena penolakannya. Penolakannya di masa lalu menumbuhkan dendam dalam diri Denis dan dendam itu yang melukainya saat ini.

"Papa juga kangen Chika dan Mama. Sepertinya hanya Chika yang kangen Papa, Mama gak kangen Papa."

Denis memasang wajah sedihnya membuat Chika menatap lekat sang Mama.

"Mama?"

Diana gelagapan ditatap lekat oleh putrinya. Apalagi Denis yang menjatuhkan dagunya di bahunya dan menatapnya dalam jarak yang sangat dekat. Deru nafas Denis menerpa pipinya membuat Diana terancam. Denis pandai memanfaatkan keadaan.

"Ti ... tidak. Mama kangen Papa juga," Diana membelai wajah Chika seraya tersenyum tipis.

"Mama gak bohong?"

"Iya, Sayang."

"Tapi Papa cemberut," Chika menunjuk Papanya yang masih memperlihatkan wajah sedihnya.

Diana mau tidak mau menatap Denis yang ternyata tengah menatapnya lekat.

"A ... apa?" Tanya Diana gelagapan. Dia tidak nyaman namun menjauhi Denis pasti mengundang kecurigaan putrinya.

"Kamu kangen aku?"

Diana mengangguk. Tidak mengerti lagi permainan apa yang Denis mainkan untuk menjebaknya dalam kecanggungan.

"Coba cium. Chika, setuju gak kalau Mama cium Papa. Soalnya dari Papa datang Mama gak cium Papa. Gak kayak Chika yang langsung cium sama peluk Papa."

Diana menahan nafasnya. Dia semakin tidak nyaman namun dia juga tidak mau membuat putrinya bersedih. Diana menatap Denis yang tersenyum lebar ke arahnya.

"Boleh, Papa. Mama cium Papa sekarang."

Ucapan antusias Chika membuat Diana melemas dan bisa dirasakan pelukan Denis kian mengerat seolah takut dirinya melepas pelukan Denis.

Mendekat, dengan cepat Diana mencium pipi Denis kemudian menatap Chika yang bertepuk tangan. Putrinya itu dengan senyum bahagianya berdiri di atas brankar dan menciumnya diikuti Denis yang mengambil alih pipi kanannya.

"Chika saya Papa sama Mama," ujar putrinya yang kian erat memeluknya membuatnya membalas pelukan putrinya tak kalah erat. Matanya berkaca-kaca, hatinya menghangat sekedar mendengar kata sayang dari putri yang dia rawat dari kecil penuh perjuangan.

Ya, penuh perjuangan.

Ada banyak rintangan yang harus Diana lewati untuk membesarkan Chika. Dimana dia dihadapkan pada masa depan---impian yang ingin diraihnya ada di depan mata atau seorang anak yang lahir dari kejadian satu malamnya bersama orang yang tidak dicintainya, Denis. Kehadiran Chika memang sempat merusak hidupnya namun kehadiran Chika juga yang menjadi obat dari semua rasa sakitnya.

Membesarkan seorang anak tanpa seorang suami tidak mudah. Menyembunyikan Chika dari publik dan tidak menganggap Chika sebagai anaknya di hadapan publik bukan keinginannya, tetapi keadaan yang membuatnya harus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya.

Melihat wajah cantik putrinya dengan segala tingkah lakunya yang menggemaskan membuat Diana bersyukur karena berhasil membesarkan Chika. Meski pada akhirnya harus menempatkan putrinya diantar hubungannya dan Denis yang jauh dari kata baik.

"Mama kenapa menangis?"

Diana mengerjap ketika ada yang mengusap air matanya. Tatapannya bertemu dengan Denis yang menatapnya khawatir. Kedua tangan Denis bahkan menangkup wajahnya dan tidak segan Denis mengecup pipinya yang basah oleh air mata.

"Kamu kenapa? Apa pelukanku menyakitimu? Perutmu sakit?" Tanya Denis menuntut dan tidak mendapat balasan dari Diana. Diana justru menatap Denis yang menatapnya khawatir. Menikmati kekhawatiran Denis dengan khayalan jika dia berharga di mata Denis meski kenyataannya bukan begitu.

"Diana jawab aku, kamu kenapa?" Desak Denis menggerakkan kepala Diana.

"Tidak. Aku tidak kenapa-kenapa."

Denis menghela nafas panjang. Kedua tangan yang menangkup wajah Diana perlahan dilepaskan. Denis menatap Chika yang menatap sang Mama sedih.

"Chika di sini dijagain sama suster dulu, ya? Papa mau bawa Mama keluar biar Mama gak nangis lagi."

"Chika ikut, Papa."

"Chika di sini, Nak. Chika kan, masih sakit. Kalau Chika ikut nanti Chika gak sembuh-sembuh. Papa janji setelah Chika sembuh, Papa bakal bawa Chika ke tempat yang Chika mau."

"Jaga Mama, Papa."

Denis tersenyum dan mengecup pipi putrinya. Denis keluar ruangan sebentar memanggil suster untuk menemani putrinya. Setelah suster memasuki ruang rawat Chika, Denis membawa Diana keluar dari ruang rawat putrinya.

...

Terjadi keheningan antara Denis dan Diana. Sejak meninggalkan ruang rawat Chika, genggaman Denis tidak pernah lepas dari Diana. Denis membawa Diana duduk di kursi taman rumah sakit dan terus memberondong Diana dengan pertanyaan yang sama namun Diana tidak merespon. Diana justru berusaha melepas genggaman tangannya namun Denis bersikeras tetap menggenggam tangan Diana hingga Diana memilih pasrah.

"Diana, jangan kekanak-kanakan," ujar Denis terdengar frustasi di pendengaran Diana membuat Diana menatap Denis dengan tatapan datar.

"Jadi, lepaskan aku. Kamu tidak suka dengan sifat kekanak-kanakanku. Lepaskan aku dan pergilah pada Vanya karena hanya Vanya yang pantas untukmu."

"Aku tanya kamu kenapa? Jangan menangis di hadapan Chika! Chika belum sembuh dan dengan kamu menangis di hadapan Chika membuat Chika khawatir sama kamu. Kamu gak lihat gimana sedihnya Chika lihat kamu menangis? Diana, aku tahu kami marah sama aku. Tapi aku mohon, simpan dulu kemarahanmu. Jangan egois, demi kesembuhan Chika. Cukup dengan kamu pergi membawa Chika yang menjadi keegoisanmu hingga Chika jatuh sakit, jangan ulangi lagi."

Diana melengos sebelum akhirnya menatap Denis tajam.

"Aku bilang buat lepasin aku. Oke, aku bakal turuti kemauan kamu untuk tidak egois. Tapi kamu juga harus turuti kemauan aku buat lepasin aku, biarkan aku bebas. Aku janji bakal serahin anak-anak ke kamu. Aku gak bakal usik kamu lagi."

"Jangan harap!" Sentak Denis melepas genggamannya dan beralih mencengkeram rahang Diana cukup kuat membuat Diana meringis.

"Sakit."

Denis tersenyum miring.

"Aku tidak akan melepaskanmu sekalipun kamu memberikan apa yang aku inginkan."

"Apa aku harus mati dulu baru kamu mau lepasin aku?"

Rahang Denis mengeras. Diana mulai berani melawannya dan Denis tidak heran siapa yang telah membuat Diana menjadi berani padanya. Riko dan Renata sialan!

"Kematianmu tidak akan sanggup mematahkan tekadku untuk tidak melepasmu, Diana! Jadi, jangan berharap aku akan melepasmu kecuali dalam mimpi."

Denis mengecup singkat bibir Diana.

"Kenapa kamu menjadi seberani ini denganku? Bukankah lebih baik kamu menjadi Dianaku yang penurut maka semuanya bisa kamu dapatkan."

"Hatimu tidak bisa aku dapatkan!" Sentak Diana yang diakhiri dengan ringisan karena Denis semakin kuat mencengkeram rahangnya.

"Kembali lancang, Diana? Aku sudah menurunkan egoku untuk bersikap lembut padamu tapi ini balasanmu?"

"Denis ...."

"Sudah kukatakan, bertahanlah di sampingku, sialan!" Sentak Denis membuat Diana memejamkan matanya diikuti air mata yang jatuh tanpa bisa Diana cegah. Diana ketakutan tapi Denis semakin membuatnya takut.

"Denis, jangan bikin aku semakin buruk di mata Vanya dan orang tua kamu. Setialah pada Vanya, jangan membuat Vanya bernasib sepertiku."

Diana berkata lembut dan menatap Denis penuh pengertian namun yang dia lakukan justru membuat Denis kian menatapnya penuh amarah. Diana sontak menutup matanya, menantikan apa yang akan Denis lakukan setelahnya. Namun beberapa saat Denis tidak beraksi membuat Diana perlahan membuka mata dan tatapannya bertemu dengan tatapan sendu milik Denis.

Bahkan cengkeraman di rahangnya perlahan terlepas. Bibir Diana bergetar hendak membuka suara tetapi pelukan Denis menghentikannya.

Diana terisak merasakan pelukan Denis yang sangat erat. Diana tidak mengerti lagi jalan pikiran Denis. Denis menjebaknya dalam kebingungan yang tak berujung. Menjadikan Diana seolah tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Denis selalu memiliki cara untuk membuatnya lemah tak berdaya dalam kuasa Denis.

Diana hanya ingin bebas karena Diana sadar cintanya untuk Denis tidak pantas Denis balas. Karena sudah tidak ada lagi ruang lagi untuknya. Tetapi perkataan Denis setelahnya membuat Diana kian tergugu, Diana semakin terjebak dalam berbagai pemikiran yang menyesakkan.

"Aku mencintaimu, tidak bisakah kamu bertahan di sisiku?"

Suara parau Denis menghantarkan denyutan nyeri di hati Diana. Diana jngin bertahan tetapi semua yang terjadi di depan mata mendorongnya menjauh.

Diana tetap pada pendiriannya, dia menyerah.

"Tidak."

Jawaban tanpa keraguan berhasil Diana utarakan dan detik selanjutnya, Diana memekik ketika Denis memegang kedua bahunya, menatapnya tajam sebelum akhirnya menyambar bibirnya penuh kerasukan. Dalam usahanya mendorong Denis menjauh dan menolak lumatan Denis, Denis melihat air mata Denis mengalir. Gerakan Diana melemah. Diana terisak dalam lumatannya hingga tatapannya bertemu.

Mereka menangis bersama dalam lumatan panas yang Denis ciptakan.

"Bertahan, Diana. Tugasmu hanya bertahan. Tetap di sisiku dan tunggu aku," bisik Denis melemas setelah lumatannya terlepas. Denis menatap Diana lekat, penuh permohonan dan untuk pertama kalinya Denis memohon padanya. Memohon agar dirinya tidak pergi.

"Kamu melukaiku," lirih Diana.

"Maafkan aku, Diana."

Diana menggeleng pelan. Diana kembali berontak tetapi Denis menahannya dalam pelukan erat membuat tubuh Diana melemah. Kesadarannya perlahan mulai menipis yang disusul pekikan Denis.

Diana tidak tahu pasti apa yang terjadi setelahnya karena kegelapan menyapanya. Satu yang diingatnya sebelum kegelapan datang menyapa, suara bergetar Denis disusul raut panik Denis melihat sesuatu yang mengalir dari pangkal pahanya.

"Kamu berdarah, Diana! Diana, bertahanlah! Aku mohon, bertahan."

...

Main tebak-tebakan yok. Denis si manipulatif atau ada yang Denis sembunyikan?😬Maapin dosa²nya Denis ya, jangan hujat Denis😂

Clue, kita sedang berada di alur penuh perbadutan 😶 *ehgimana

Gak janji update cepet. Meski kuliah udah libur tapi ada kegiatan di luar perkuliahan yang menyita waktu. Maaf kalau updatenya lama☺️

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Continue Reading

You'll Also Like

84.3K 10.9K 36
Memutuskan pindah ke Rumania rupanya bukan sesuatu yang bisa Sunoo anggap sebagai keputusan paling tepat dalam hidupnya. Karena di sana ia harus berh...
1.9M 91.3K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
19.9K 2.9K 17
Dimana kamu terjebak di dunia Lookism, mencari jalan keluar- tapi sayangnya kamu bukannya mendapat jalan keluar, kamu semalin masuk kedalam jebakan d...
180K 7.5K 68
Gadis itu terus mengabaikan pria yang sejak tadi mengganggunya, mengajaknya kenalan, menggodanya bahkan merayunya. hingga gadis itu jengah dan member...