Hold Me Tight

By Shopiaaa_

352K 19K 878

Denis memilih melepas cintanya karena yang dia cinta tidak sudi membalas cintanya. Diana adalah perempuan per... More

1 | Hold Me Tight
2 | Hold Me Tight
3 | Hold Me Tight
4 | Hold Me Tight
5 | Hold Me Tight
6 | Hold Me Tight
7 | Hold Me Tight
8 | Hold Me Tight
9 | Hold Me Tight
10 | Hold Me Tight
11 | Hold Me Tight
12 | Hold Me Tight
13 | Hold Me Tigth
14 | Hold Me Tight
15 | Hold Me Tight
16 | Hold Me Tight
17 | Hold Me Tight
18 | Hold Me Tight
19 | Hold Me Tight
20 | Hold Me Tight
21 | Hold Me Tight
22 | Hold Me Tight
23 | Hold Me Tight
24 | Hold Me Tight
25 | Hold Me Tight
26 | Hold Me Tight
27 | Hold Me Tight
28 | Hold Me Tight
29 | Hold Me Tight
30 | Hold Me Tight
32 | Hold Me Tight
33 | Hold Me Tight
34 | Hold Me Tight
35 | Hold Me Tight
36 | Hold Me Tight
37 | Hold Me Tight
38 | Hold Me Tight
39 | Hold Me Tight
40 | Hold Me Tight
41 | Hold Me Tight
42 | Hold Me Tight
43 | Hold Me Tight
44 | Hold Me Tight
45 | Hold Me Tight
46 | Hold Me Tight
47 | Hold Me Tight
48 | Hold Me Tight
49 | Hold Me Tight
50 | Hold Me Tight
51 | Hold Me Tight
52 | Hold Me Tight
53 | Hold Me Tight
54 | Hold Me Tight
55 | Hold Me Tight
56 | Hold Me Tight
57 | Hold Me Tight
58 | Hold Me Tight
59 | Hold Me Tight
60 | Hold Me Tight
61 | Hold Me Tight
62 | Hold Me Tight

31 | Hold Me Tight

4.7K 301 38
By Shopiaaa_

Diana mendesah kecewa saat puluhan panggilan hingga pesan yang dikiriminya tidak mendapat respon dari Renata. Diana merasa bersalah dan ingin meminta maaf. Tetapi Renata terlanjur marah padanya karena dia membela Denis, suaminya.

Diana paham perlakuan Renata semata-mata demi kebaikannya. Tetapi Diana tidak boleh gampang tergiur karena ada Denis, sang suami yang harus dia jaga imejnya. Jangan sampai Renata semakin membenci Denis karena setidaknya Denis memiliki kebaikan yang membuat Diana memilih bertahan.

"Lagi apa?"

Diana tersentak ketika Denis memeluknya dari belakang kemudian mengecup pipi dan berakhir mengecupi lehernya membuatnya kegelian hingga mendorong pelan kepala Denis.

"Kamu menolakku?" Tanya Denis melepaskan pelukannya dan mengarahkan tubuh Diana menghadapnya.

Diana menggeleng pelan. Entah perasaannya saja atu memang kenyataannya, akhir-akhir ini segala yang dia lakukan terlihat salah di mata Denis. Bisa jadi Denis yang ingin dimengerti atau dirinya yang memang selalu salah di mata Denis.

"Aku takut Chika bangun dan menyaksikan tindakan tidak senonoh kita," ujar Diana memberi pengertian dengan suara lembut diiringi senyum tipisnya seraya membelai pipi Denis.

Denis menjauhkan tangan Diana dari wajahnya dan menatap Diana tajam. Tanpa persetujuan Diana, Denis merampas ponsel Diana kemudian memperlihatkan apa yang dia temukan di ponsel Diana pada si pemilik ponsel.

"Kamu tidak bersalah, kenapa harus meminta maaf pada Renata? Tindakan kamu sudah benar dengan membela aku, suami kamu. Renata saja yang egois, merasa dirinya paling benar," ketus Denis seraya menarik pesan-pesan yang Diana kirimkan pada Renata dan hanya dibaca oleh Renata tanpa membalasnya. Denis semakin geram melihat puluhan panggilan ditujukan pada Renata.

"Renata sudah dewasa dan sudah menjadi seorang Ibu. Biarkan dia berpikir perbuatannya sendiri. Jika posisinya dibalik, aku yakin Renata akan melakukan seperti yang kamu lakukan."

Mata Diana berkaca-kaca saat Denis membanting ponselnya ke lantai. Menatap Denis tidak percaya, Diana menubruk tubuh Denis, memeluk Denis dengan erat. Bukan untuk meredakan emosi Denis, tetapi untuk menenangkan dirinya sendiri. Diana memang perlahan pulih dari segala traumanya, tetapi ada ketakutan ketika mendengar bentakan atau mendapat perlakuan yang menjurus pada kekerasan. Dan yang Denis lakukan padanya membangkitkan ketakutan yang selama ini telah dia coba untuk lawan.

Diana terisak, mencari kehangatan di dalam pelukan Denis. Meski Denis tidak membalas pelukannya, namun Diana masih tetap memeluk Denis. Diana butuh pelukan karena dia akui, diriny lemah. Dia butuh pelukan dan dukungan dari orang sekitarnya.

"Jangan menangis," setelah beberapa saat Denis terdiam, akhirnya Denis membalas pelukan Diana dan mengusap lembut punggung bergetar Diana.

"Maaf kalau aku bikin kamu nangis," bisik Denis tepat di telinga kanannya dan meninggalkan ciuman berkali-kali di pelipis Diana.

Ditangkupnya wajah Diana dan ibu jarinya bergerak mengusap air mata Diana. Saat menggenggam tangan Diana, Denis tertegun saat melihat kedua tangan Diana bergetar yang menandakan jika Diana ketakutan.

Rahang Denis mengeras, marah pada dirinya sendiri karena telah membuat Diana ketakutan.

Denis kembali memeluk Diana dengan sangat erat dan sekali mengecup puncak kepala Diana.

"Maafkan aku, Diana. Aku tidak bermaksud. Maafkan aku."

Denis merasa bersalah dan yang bisa dia katakan adalah, maaf dan maaf. Diana berjuang melawan segala ketakutannya, tetapi dia sendiri yang membuat Diana kembali pada jurang yang selama ini telah Diana coba untuk daki.

Diana tidak membalas perkataan Denis. Diana justru meluapkan tangisnya dalam pelukan Denis. Meluapkan segala rasa yang selama ini dia pendam.

"Maafkan aku," suara Denis melemah dan menatap Diana sendu.

Diana mengangguk pelan dan tersenyum tipis saat Denis mengecupi kedua tangannya kemudian kembali memeluknya hingg perlahan membuatnya tenang.

...

Setelah kejadian semalam, pagi harinya Denis rela meninggalkan pekerjaannya demi Diana. Denis sama sekali tidak melepaskan Diana sedikitpun sehingga melimpahkan urusan putrinya pada sopir serta satu orang suruhannya untuk mengurusi putrinya. Mendapati tubuh Diana hangat, Denis panik bukan main dan semakin menyalahkan dirinya sendiri.

Saat bangun di pagi hari, Diana yang biasanya bangun lebih dulu justru masih memejamkan mata dengan wajah pucat. Denis takut dan saat memanggil dokter, Denis bernafas lega karena kandungan Diana tidak kenapa-kenapa dan Diana butuh banyak istirahat.

Denis tidak henti-hentinya mengecup kening Diana saat melihat Diana membuka mata dan tersenyum padanya. Diana menolak untuk makan namun Denis memaksa dengan segala cara sehingga mau tidak mau Diana mau makan dan sekarang Denis memeluk Diana, menyalurkan kenyamanan yang begitu Diana sukai.

"Chika di mana?"

"Chika sekolah, Sayang," Denis mengecup ujung hidung Diana dan tersenyum pada Diana.

"Kamu yang antar?"

Denis menggeleng pelan, "Sopir yang antar. Aku gak tenang ninggalin kamu yang lagi sakit."

Diana mengusap lengan Denis, "Aku cuma demam, besok pasti udah sembuh."

Tatapan Denis menjadi sendu melihat wajah teduh Diana.

"Kamu gak bakal kayak gini kalau bukan karena aku yang bikin kamu ketakutan."

Diana menggeleng pelan. "Bukan salah kamu. Memang sudah waktunya aku sakit dan banyak istirahat."

Denis menenggelamkan wajahnya di leher Diana dengan satu tangan bergerak mengusap perut Diana yang membuncit.

"Kenapa kamu seperti ini, Diana?"

"Aku kenapa?"

Denis mengangkat wajahnya dan menatap Diana sendu. "Kenapa kamu sebaik ini? Aku salah, tapi kamu tidak pernah menyalahkan aku. Jangan membuatku menjadi sangat buruk, Diana."

Diana tersenyum lembut dan mengarahkan tangan Denis ke perutnya kemudian menggerakkan tangan Denis di perutnya hingga tanpa diberitahu, Denis bergerak mengusap kembali perut Diana.

"Karena kamu memang tidak salah. Aku yang salah karena aku yang memulai semuanya tapi kamu yang disalahkan. Aku minta maaf karena membuat Renata memandang kamu buruk. Seharusnya Renata mandang aku buruk karena mau-maunya sama kamu yang udah punya calon istri. Maafin aku ya, kalau aku merusak kehidupan kamu sama Vanya. Gara-gara aku, Vanya jadi gak bisa main ke sini."

Diana menunduk, menyembunyikan air matanya yang sebentar lagi akan jatuh dari kelopak matanya. Namun, Denis mengetahui itu sehingga sebelum air mata Diana jatuh, Denis menangkup wajah Diana kemudian mengecup kedua mata Diana.

"Sebentar lagi aku dan Vanya nikah," beritahu Denis yang sebelumnya sudah Denis beritahu padanya.

"Aku tahu."

Denis menatap Diana dalam.

"Vanya gak mau tinggal di sini."

Diana menatap Denis dengan senyum lebarnya. "Bagus, itu berarti Chika gak merasa terganggu dengan kehadiran Vanya. Aku rasa, kamu cukup mengerti kalau Chika gak suka dengan keberadaan Vanya."

"Kamu tahu apa ketakutanku?"

Diana menggeleng pelan dan Denis menggenggam erat kedua tangan Diana.

"Aku takut tidak bisa adil."

Diana menipiskan bibirnya.

"Itu wajar, karena kamu dihadapkan pada dua sisi. Dimana satu sisi merupakan orang yang kamu cinta, sementara satu sisinya lagi orang yang kamu tanggung kehidupannya."

Denis menggeleng pelan.

"Bukan begitu, Diana. Hanya saja---"

"Aku mengerti, Denis. Aku terima kamu apa adanya, entah setidak adilnya apa kamu nanti. Aku tetap berdiri di belakang kamu. Terima kasih, karena telah memberikan kehidupan yang layak untukku dan membuatku perlahan sembuh."

Denis bungkam, tidak tahu apa yang harus dia katakan pada Diana. Semuanya terasa kelu untuk dikatakan sebelum akhirnya dipeluknya Diana dengan erat.

...

Denis masih mengingat semuanya. Wajah sendu Diana, suara lembut Diana hingga air mata Diana yang langsung dia cegah dengan ciuman di kedua mata Diana. Bahkan, Denis masih ingat ketika dirinya memeluk Diana sebelum akhirnya mereka tidur bersama.

Namun saat Denis membuka kedua matanya. Lebih tepatnya, memaksa kedua matanya terbuka, Denis menemukan putrinya yang menangis seraya memeluknya.

"Chika, kamu kenapa, Nak?" Denis mengusap surai putrinya yang kemudian mendongak menatapnya dengan berlinang air mata.

"PAPA!"

Denis meringis saat putrinya itu menubruknya dan kembali menangis. Susah payah Denis beranjak dari berbaringnya dan membawa putrinya ke pangkuannya.

"Chika kenapa?"

"Papa, Mama ... Mama gak ada."

Gerakan tangan Denis yang mengusap surai putrinya terhenti. Sontak Denis menatap tempat di sampingnya yang kosong.

"Mama ke mana, Nak?"

"Mama pergi, Papa. Mama pergi, Chika manggil Mama tapi Mama gak lihat Chika," isak putrinya membuat Denis sontak berdiri dan menyusuri apartemennya.

Tubuh Denis menegang ketika tidak menemukan keberadaan Diana. Tangisan putrinya membuatnya semakin panik. Menggeleng pelan, dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri jika Diana tidak mungkin pergi. Diana tidak bisa jauh darinya dan Diana bergantung padanya.

Kenyataannya, Denis terpaku saat semua barang-barang yang dia berikan pada Diana berada di meja makan. Kalung, anting, cincin dan ponsel milik Diana berada di sana.

Mendekat, Denis meraih cincin pernikahan mereka dan menggenggamnya erat. Rahangnya mengeras dan tanpa memedulikan putrinya yang berada digendongannya, Denis berteriak meluapkan amarahnya dan menendang kursi cukup kuat hingga menimbulkan keributan yang membuat putrinya berteriak ketakutan.

Denis lemas, dikecupnya puncak kepala putrinya.

"Maafin Papa, Nak. Papa gak marah ke Chika."

"Papa, Mama mana?"

Denis terdiam, namun sorot matanya tidak bisa berbohong jika saat ini amarah menguasainya. Diana sialan! Perempuan itu kembali memberinya luka. Diana hanya bermain-main dengannya.

Dari dulu hingga sekarang seharusnya Denis sadar jika Diana tidak akan bisa mencintainya. Perempuan itu hanya bermain-main dengannya. Mencari kelemahannya kemudian menghancurnya.

...

Maaf ya lama banget updatenya. Aku sibuk banget dan sekarang lagi aktif²nya di organisasi😌

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Continue Reading

You'll Also Like

37.2K 2.2K 48
Di dalam suatu hubungan, pasti ada saja masalah. Apalagi menjalin hubungan bersama Fachri! Cowok brengsek, dan semua tahu itu. Kesha masih bisa terse...
3.5M 26.9K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
30.8K 2.2K 29
Bukan salahnya jika ia terlahir dari sebuah kesalahan. Kenapa harus seorang anak yang menjadi korban dari kesalahan orang tuanya di masa lalu? Kenapa...
474K 33.3K 68
"Tomi". Panggilan Kania kini merubah pandangan gue menjadi menatap mata beningnya. "Ya?" "Sekarang, kamu tahu kan kalau aku ga pernah main main sama...