Hold Me Tight

By Shopiaaa_

370K 19.6K 882

Denis memilih melepas cintanya karena yang dia cinta tidak sudi membalas cintanya. Diana adalah perempuan per... More

1 | Hold Me Tight
3 | Hold Me Tight
4 | Hold Me Tight
5 | Hold Me Tight
6 | Hold Me Tight
7 | Hold Me Tight
8 | Hold Me Tight
9 | Hold Me Tight
10 | Hold Me Tight
11 | Hold Me Tight
12 | Hold Me Tight
13 | Hold Me Tigth
14 | Hold Me Tight
15 | Hold Me Tight
16 | Hold Me Tight
17 | Hold Me Tight
18 | Hold Me Tight
19 | Hold Me Tight
20 | Hold Me Tight
21 | Hold Me Tight
22 | Hold Me Tight
23 | Hold Me Tight
24 | Hold Me Tight
25 | Hold Me Tight
26 | Hold Me Tight
27 | Hold Me Tight
28 | Hold Me Tight
29 | Hold Me Tight
30 | Hold Me Tight
31 | Hold Me Tight
32 | Hold Me Tight
33 | Hold Me Tight
34 | Hold Me Tight
35 | Hold Me Tight
36 | Hold Me Tight
37 | Hold Me Tight
38 | Hold Me Tight
39 | Hold Me Tight
40 | Hold Me Tight
41 | Hold Me Tight
42 | Hold Me Tight
43 | Hold Me Tight
44 | Hold Me Tight
45 | Hold Me Tight
46 | Hold Me Tight
47 | Hold Me Tight
48 | Hold Me Tight
49 | Hold Me Tight
50 | Hold Me Tight
51 | Hold Me Tight
52 | Hold Me Tight
53 | Hold Me Tight
54 | Hold Me Tight
55 | Hold Me Tight
56 | Hold Me Tight
57 | Hold Me Tight
58 | Hold Me Tight
59 | Hold Me Tight
60 | Hold Me Tight
61 | Hold Me Tight
62 | Hold Me Tight

2 | Hold Me Tight

13.9K 699 11
By Shopiaaa_

"Papa."

Denis tersenyum cerah melihat putrinya yang berlari menghampirinya. Menekuk lutut dengan kedua tangan yang terlentang, siap menerima pelukan putrinya.

Hap

Dia menangkap tubuh mungil putrinya yang kemudian dia bawa ke dalam gendongannya diikuti kecupan bertubi yang dia sematkan di seluruh wajah putrinya membuat sang putri tertawa geli.

"Gimana sekolahnya?" Tanya Denis sembari berjalan mendekati mobilnya.

"Seru, Papa! Chika punya temen baru, buku baru dan Chika sudah bisa menghitung sampai dua puluh!"

Denis tersenyum sumringah mendengarnya. Putrinya memang aktif dan selalu antusias melakukan hal baru.

"Anak Papa pinter," pujinya sembari mendudukkan sang putri ke kursi penumpang samping kemudi.

"Berarti Chika bakal ketemu Mama!"

Denis mematung dan menatap putrinya lekat yang menatapnya dengan riang. Di setiap kesempatan, putrinya selalu mengingat sang Mama. Apa serindu itu putrinya pada Mamanya?

Berdeham, Denis mengusap lembut rambut halus putrinya, "Chika, Mama lagi kerja. Kalau kerjaan Mama selesai, Mama pasti pulang dan temenin Chika di rumah."

Raut bahagia putrinya memudar dengan bibir dimajukan ke depan.

"Kapan Mama selesai kerjanya, Papa?"

Denis menarik nafas panjangnya ketika sesak kembali menghantam dadanya. Lagi, keadaan menyesakkan terjadi karena orang yang sama, Diana.

"Chika tunggu saja ya, Sayang. Chika harus fokus sekolah supaya Mama cepat selesai kerjanya."

Putrinya itu mengangguk lesu bahkan selama perjalanan ke rumah, putrinya itu tidak berceloteh seperti biasanya. Putrinya itu justru asik membuka buku barunya membuatnya tersenyum tipis penuh kepedihan.

Diana. Apa dia harus mencari keberadaan perempuan itu demi putrinya?

...

Bangkrut dan miskin. Itulah yang keluarga Diana alami setelah kejadian dimana Diana membuat pengakuan palsu yaitu, hamil anak Kakaknya, Riko. Sejak kejadian itu perusahaan keluarga Diana mengalami penurunan karena berita anak pemilik perusahaan ternama mengaku hamil anak dari lelaki yang sudah bertunangan. Karena kejadian itu banyak yang mencaci maki Diana sebagai perempuan murahan, gampangan, jalang dan sebutan menyakitkan lainnya yang membuat investor menarik dana dari perusahaan keluarga Diana.

Bahkan rumah megah bak istana milik keluarga Diana terpaksa dijual untuk membayar gaji karyawan karena perusahaan tidak terselamatkan. Akhirnya keluarga Diana pindah ke rumah kecil yang sederhana di pinggir kota dan membuka usaha toko sembako untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski keluarga Diana jatuh miskin, namun Denis tidak pernah melarang orang tua Diana menjenguk putrinya, begitu sebaliknya Denis kadang membawa putrinya bermain di rumah orang tua Diana jika dia ada perjalanan bisnis ke luar kota atau luar negeri.

Saat itu hanya satu yang Denis tidak tahu, keberadaan Diana. Orang tua Diana bungkam mengenai keberadaan putri mereka. Sosial media Diana juga tidak satupun yang aktif bahkan nomor ponselnya. Diana menghilang tanpa jejak.

Sekarang, Denis sangat sadar apa yang dia lakukan. Setelah mengantar putrinya pulang, entah setan darimana, bukannya kembali ke kantor, dia justru menuju rumah keluarga Diana. Ketika mobilnya berhenti di depan rumah keluarga Diana, seperti biasa rumah itu sepi namun warung di sebelah rumah itu sedikit ramai pembeli, orang tua Diana berada di sana melayani pembeli.

Keluar dari mobil, Denis memasuki warung melalui pintu samping tanpa harus berhadapan dengan ibu-ibu yang mengerubungi warung.

"Denis," Papa Diana menyadari kehadirannya dan bergegas mendekatinya setelah melayani pembeli terakhir.

"Sama siapa ke sini?" Tanya Papa Diana sembari menarik kursi plastik untuk Denis duduki.

"Sendiri."

Terlihat Papa Diana terkejut sebelum akhirnya tertawa. "Om kira sama Chika."

"Chika baru pulang sekolah dan Saya menyuruhnya beristirahat di rumah," Papa Diana mengangguk.

"Gimana Chika di sekolah? Minta ditungguin atau berani sendiri?"

"Chika berani sendiri."

"Syukurlah."

Denis tersenyum tipis ketika Mama Diana menghampirinya dan terkejut melihat kedatangannya tanpa Chika. Setelah menyapanya, Mama Diana berlalu meninggalkan warung untuk mengecek rumah dikunci atau tidak dan Denis hanya mengangguk mengiyakan.

"Gimana kabar Om dan Tante?" Tanya Denis tiba-tiba padahal baru tiga hari mereka bertemu, mengantar putrinya bermain di rumah Kakek dan Neneknya.

"Kabar kami baik," jawab Papa Diana sedikit bingung dengan pertanyaan Denis.

"Meski putri kalian hilang tanpa kabar?"

Denis mengamati perubahan ekspresi lelaki paruh baya di hadapannya yang langsung menatapnya dengan tatapan kesedihan yang kemudian berubah menjadi tatapan datar.

"Setidaknya kami masih bernafas sampai sekarang tanpa kekurangan apapun," ujar Papa Diana menatap Denis lekat yang Denis balas dengan tatapan memicing.

"Baiklah, sepertinya Saya tidak perlu basa-basi lagi. Kedatangan Saya ke sini untuk bertanya dan Saya membutuhkan jawaban yang jelas, dimana Diana?" Tatapan Denis menajam.

"Bukankah aku sudah bilang dia tidak pan---"

"Saya melakukan ini demi Chika. Putri Saya merindukan Mamanya dan Saya tidak akan tinggal diam melihat putri Saya bersedih karena merindukan Mamanya," potong Riko cepat membungkam Papa Diana yang tersentak.

"Chika ... cucuku merindukan Mamanya?"

Denis mengangguk dan memijit pelipisnya, "Saya lelah mendengarnya. Setiap kesempatan Chika selalu menanyakan keberadaan Mamanya dan Saya lelah terus berbohong pada Chika. Apa Om bisa memberitahu Saya dimana Diana? Setidaknya biarkan putri Saya bertemu dan memeluk Mamanya walau sebentar untuk mengobati rasa rindunya."

Denis mengerut kening melihat tatapan sendu Papa Diana yang dia rasa ada yang tidak beres mengenai Diana.

"Apa benar kamu melakukan semua ini demi Chika? Bukan karena ingin membalas dendam pada putriku karena telah menyia-nyiakanmu?" Tanya Papa Diana dengan suara serak membuat Denis tertegun dan sontak menggeleng.

"Saya tidak dendam pada Diana. Semenjak bercerai Saya menganggap semuanya telah usai."

Papa Diana menatap Denis lekat, mencari kebohongan dibalik tatapan penuh keyakinan Denis yang membuat lelaki paruh baya itu menghela nafas panjang.

"Diana tidak kemana-mana."

"Maksud Om?"

"Diana bersama kami, di sini," lirih Papa Diana menatap Denis sendu yang mampu membuat tubuh Denis menegang dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Diana ada di sini?"

Papa Diana mengangguk pelan. "Ingin melihatnya?" tawar Papa Diana yang tanpa berpikir jernih Denis justru mengangguk dan mengikuti langkah Papa Diana menuju rumah.

...

Denis merasa pasokan udara di sekitarnya kian menipis, dadanya seperti dihantam ribuan ton dan tatapannya tidak lepas dari pemandangan yang ada di hadapannya. Tubuhnya mendadak kaku, bahkan mulutnya seakan kehilangan kata-kata melihat perempuan yang selama ini selalu putrinya tanyakan duduk termenung di depan jendela dengan menekuk kedua kaki dan meletakkan kepalanya di atas lututnya.

Dia, Diana.

"Kamu boleh mendekatinya tapi jangan menyakitinya. Dia bukan Diana yang kamu kenal."

Suara Mama Diana membuyarkan keterpakuannya pada sosok perempuan kurus itu. Denis memusatkan tatapannya pada Mama Diana yang menatap lurus ke arah putrinya yang tidak menyadari kehadiran mereka di ambang pintu kamar yang berada di pojok ruangan rumah kecil ini.

"Diana mendapatkan karmanya dengan baik. Sekarang dia sedang menjalani dan menikmati karmanya yang hanya kami ketahui namun sekarang kamu juga mengetahuinya."

Denis diam, mendengarkan perkataan Mama Diana dengan tatapan yang masih mengarah pada sosok yang dia cari.

"Kami memperbolehkan kamu menemui Diana asal jangan menyakiti putri kami. Dia sudah cukup menerima karmanya, jangan menambahnya lagi. Kalau kamu ingin berbicara dengannya, Tante mohon jangan membentaknya dan menatapnya penuh kebencian. Tante minta maaf kalau perkataan Tante berlebihan, tapi Tante mohon jangan lakukan itu. Jika ada hal dalam diri Diana yang belum kamu ketahui, Tante mohon maafkan. Biarkan Diana menjalani kehidupannya seperti sedia kala."

Denis menatap Mama Diana yang mengusap air matanya dengan tatapan memohon mengarah padanya.

"Apa yang terjadi?" Dengan getir dia bertanya.

"Diana depresi, dia menyesali perbuatannya. Saat ini dia sedang dalam masa pemulihan. Maka dari itu Tante mohon jangan membentaknya dan menatapnya penuh kebencian. Sama seperti Chika, Diana juga merindukan Chika bahkan meracau nama Chika ketika tertidur."

"Apa Tante bisa meninggalkan kami berdua?" Tanya Denis hati-hati yang mendapat anggukan dari Mama Diana. Sementara Papa Diana sejak mengantarnya menuju keberadaan Diana langsung kembali ke warung sehingga Mama Diana yang menemaninya.

Sepeninggal Mama Diana, Denis melangkahkan kakinya mendekati Diana yang masih belum menyadari keberadaannya. Tangannya bergetar namun memberanikan diri menyentuh bahu Diana yang sontak membuat perempuan itu bereaksi di luar dugaannya. Denis terkejut ketika Diana melindungi kepalanya dengan kedua tangan, bergerak mundur dan menggumamkan maaf.

Denis tertegun namun dengan gerakan cepat dia menahan pergerakan Diana yang nyaris membentur dinding.

"Diana, ini aku Denis," gumamnya parau dengan kedua tangan menahan bahu Diana. Diana masih menutupi wajahnya hingga perempuan itu tidak lagi menggumamkan kata maaf dan menurunkan tangannya yang menutupi wajahnya.

Kini tatapannya dan Diana bertemu. Denis tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat wajah pucat Diana yang terlihat tirus dengan kantung mata dan bekas luka memanjang di pelipisnya, lebih tepatnya bekas jahitan.

"De ... Denis? Kamu ... kamu Denis?"

Denis mengangguk. Perasaannya mendadak kacau melihat kondisi Diana yang jauh dari bayangannya. Perempuan itu tidak baik-baik saja. Benar-benar jauh dari Diana yang dia kenal. Diana di hadapannya adalah perempuan lemah dengan tatapan sayunya dan mudah untuk dihancurkan.

"Iya, aku Denis," paraunya masih menatap Diana lekat.

Kedua tangan Diana memegang tangannya dengan erat dengan tangis tanpa suara yang membuatnya sesak.

"Denis ... anak aku ... anak aku mana Denis. Anak kamu gak ada Denis. Anak aku ... anak aku mana."

"Diana hei!" Denis menahan Diana yang meremas rambutnya sendiri dan histeris dengan kalimat yang sama. Denis menggenggam kedua tangan Diana, menahan pergerakan perempuan itu yang tangisnya kian menjadi.

"Anak aku gak ada. Anak aku mana Denis. Anak aku mana!"

Denis terpaksa mencengkeram kedua tangan Diana saat Diana berontak dan ingin menjambak rambutnya lagi. Entah inisiatif dari mana, Denis membawa Diana ke dalam pelukannya dan membiarkan Diana memukul dadanya bahkan menarik kemeja yang dia kenakan. Tangis perempuan itu pecah hingga membasahi kemejanya.

"Anak aku mana Denis. Anak aku gak ada," gumam Diana dengan kalimat yang sama membuat Denis semakin memperdalam pelukannya. Dia tidak tahu kenapa air matanya turut jatuh melihat Diana seperti ini.

"Anak kita ada, Diana. Anak kita tumbuh dengan baik. Dia merindukan Mamanya."

Tangis Diana terhenti dan Denis perlahan melepas pelukannya. Dia memberanikan diri menangkup wajah Diana, menatap mata sembab Diana yang terlihat mengerikan dengan kantung mata.

"Kamu ingin melihatnya?" Tanyanya yang diangguki Diana.

"Kalau kamu ingin bertemu dengannya, kamu harus sembuh."

"Sembuh? Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja. Aku mau anak aku. Anak aku mana Denis."

Diana kembali histeris dan Denis kembali memeluknya, meredam tangis Diana di dadanya. Rasanya menyakitkan melihat orang yang pernah dia cintai bernasib seperti ini. Namun tidak ada yang bisa dia lakukan melihat kondisi Diana seperti ini selain menenangkannya walau tidak mudah.

"Kamu memang sakit, namun kamu bisa membuat putri kita takut melihatmu. Tubuhmu kurus dan kantung matamu mengerikan. Bukannya menghampiri, putri kita justru menjauhi kamu karena takut melihat Mamanya yang berbeda."

Denis terpaksa melepas pelukannya ketika Diana mendorong pelan dadanya. Perempuan itu menghapus kasar air matanya dan menatapnya lekat.

"Aku ... aku mau makan," gumam Diana menunjuk nampan di nakas yang masih terisi.

Denis tersenyum tipis dan dengan senang hati dia meraih piring berisi nasi serta lauk pauk itu. Dia menyuapi Diana yang perempuan itu terima tanpa penolakan hingga kandas. Setelahnya dia memberikan minum pada Diana hingga matanya tak sengaja melihat obat yang ada dekat nampan yang dia rasa merupakan obat Diana. Diraihnya obat itu dan dia berikan pada Diana untuk diminum. Namun Diana menolaknya membuatnya mengeluarkan ancaman yang dia sendiri tidak yakin apakah ampuh untuk Diana.

"Aku tidak akan membawamu bertemu anak kita karena kamu tidak mau sembuh."

Detik selanjutnya Denis terkejut saat Diana tiba-tiba mengambil obat yang ada di telapak tangannya dan memasukkanya ke dalam mulutnya yang didorong oleh air.

"Aku sudah meminumnya. Bisakah kamu membawaku bertemu anakku?"

Denis tersenyum, mengulurkan tangannya hendak mengusap surai Diana namun reaksi perempuan itu membuatnya tertegun. Membuatnya tertegun jika Diana lebih dari yang dia lihat. Sepertinya ada yang disembunyikan darinya dan menariknya untuk mencari tahu apa yang Diana alami selama lima bulan ini.

Perempuan itu memang berubah namun berubah terlalu jauh dan seperti sulit untuk dijangkau. Dan entah kenapa rasa yang sempat dia buang jauh kini kembali menunjukkan tanda-tandanya membuatnya menggeram dan meninggalkan Diana yang menatap kepergiannya dengan mata memerah menahan tangis.

...

Bau-bau Denis gagal move on nih🤭

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

__________________

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 104K 34
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
2.2M 99.4K 46
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
1.1M 59.4K 54
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
1.3M 6.2K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...