EL JUGADOR

By Hanraaa

2.9M 256K 50.3K

TELAH DIBUKUKAN "Ini perasaan gue yang pacarnya, kenapa berasa jadi selingkuhan dah?" -Obelia Andara (End) Pu... More

New Story
⚠️WARNING⚠️
Cast
00 : Prolog
01 : El Jugador
02 : El Jugador
03 : El Jugador
04 : El Jugador
05 : El Jugador
06 : El Jugador
07 : El Jugador
08 : El Jugador
09 : El Jugador
10 : El Jugador
11 : El Jugador
12 : El Jugador
13 : El Jugador
14 : El Jugador
15 : El Jugador
16 : El Jugador
17 : El Jugador
18 : El Jugador
19 : El Jugador
20 : El Jugador
22 : El Jugador
23 : El Jugador
24 : El Jugador
25 : El Jugador
26 : El Jugador
27 : El Jugador
28 : El Jugador
29 : El Jugador
30 : El Jugador
31 : El Jugador
32 : El Jugador
33 : El Jugador
34 : El Jugador
35 : El Jugador
36 : El Jugador
37 : El Jugador
38 : El Jugador
39 : El Jugador
40 : El Jugador
41 : El Jugador
42 : El Jugador
43 : El Jugador
44 : El Jugador
45 : El Jugador
46 : El Jugador
47 : El Jugador
48 El Jugador
49 El Jugador
50 El Jugador
51 : El Jugador
52 : El Jugador
53 : El Jugador
54 : El Jugador
55 : El Jugador
56 : El Jugador
57 : Epilog
Info Harga + Spoiler novel El Jugador
PO EL JUGADOR
43-44 : El Jugador (What If)
43-44 (2) : El Jugador (What If)
43-44 (3) : El Jugador (What If)
RAJA SPECIAL CHAPTER : 01
RAJA SPECIAL CHAPTER : 02
RAJA SPECIAL CHAPTER : 03

21 : El Jugador

46.4K 4.3K 876
By Hanraaa




Jangan lupa play multimedia di atas ya^^
Happy Reading!!!




Sudah seminggu berlalu semenjak Obelia menangis selama tiga jam tanpa henti, membuat Laksewara melewatkan mata kuliahnya. Bahkan baju lelaki itu sampai basah karena Obelia.

Setelah kejadian itu Obelia jadi sering merasa malu jika berpas-pasan dengan Laksewara. Tapi hal itu juga yang membuatnya dan Laksewara menjadi semakin dekat.

Saat Laksewara bertanya apa yang terjadi padanya, Obelia hanya bercerita sebagian, ia tidak ingin berbohong tapi tidak sepenuhnya memberitahu. Jadi Obelia hanya memberitahu Laksewara masalah ia butuh uang untuk Liza.

Obelia tak lagi merasa canggung atau kaku seperti awal-awal mereka kenal. Laksewara pintar mencari topik obrolan, dan pembahasannya pun lumayan tidak membosankan.

Sebenarnya salah satu faktor mengapa Obelia jadi sering bersama dengan Laksewara adalah karena Mega asik bersama pacarnya sekarang.

Gadis itu mengerti bagaimana rasanya hubungan yang masih baru seperti Mega. Rasanya seolah dunia hanya milik berdua, hanya ingin menghabiskan waktu bersama si terkasih tanpa gangguan siapapun.

Itu mengapa Obelia tidak ingin mengganggu mereka. Obelia hanya bisa tersenyum ketika kekasih Mega ke kelasnya, untuk menjemput teman perempuannya itu.

Perihal kondisi Obelia, tidak usah ditanya. Tidak semudah itu bagi dirinya untuk melupakan Sadewa. Mengingat hubungan mereka tidaklah sebentar. Apalagi mereka berada di kampus yang sama, terkadang Obelia melihat Sadewa. Tapi dengan segera ia memutar arah karena tidak ingin berpas-pasan.

Sebenarnya Obelia belum ada niatan untuk move on. Dia ingin menghindar dulu setidaknya sampai perasaannya pada Sadewa menghilang.

Melelahkan memang, Obelia merasa seperti sedang bersembunyi dari seseorang yang belum pasti memedulikannya. Tapi akhir-akhir ini ia tidak pernah melihat Sadewa lagi.

Tolong jangan katakan Obelia bodoh karena Sadewa. Dia sudah tahu. Setidaknya Obelia sudah berusaha untuk menjauh.

Saat ini Obelia sedang berada di perpustakaan. Ia sedang berusaha menjauhi rooftop karena ujung-ujungnya ia akan menyebat di tempat itu. Obelia sedang mengurangi merokok karena penyakit jantungnya kambuh lagi tiga hari yang lalu.

Ingin ke kantin, tapi Obelia takut akan bertemu dengan Sadewa. Jadi gadis itu membawa bekalnya sendiri dan bersembunyi di pojok rak buku untuk memakan makan siangnya, karena bisa-bisa ia diusir jika ketahuan membawa makanan ke dalam perpustakaan. Oh, tapi tak sering, terkadang Obelia memakan bekalnya di bangku taman.

Tangan Obelia bergerak, menunjuk satu-persatu buku yang tersusun rapi di dalam rak sembari membaca judulnya. Tidak ada yang membuatnya tertarik, sampai ia menemukan satu buku yang membuatnya penasaran.

Buku tersebut terletak di rak paling atas, di antara buku berwarna hitam dan juga merah. Gadis itu berjinjit, berusaha meraih buku tersebut. Ia mendecak karena tak sampai.

Kemudian kedua bola matanya bergulir ke arah rak buku ketiga yang kosong. Apa Obelia menaikinya saja? Perempuan itu mengulurkan kakinya, menginjak rak tersebut. Terdiam, Obelia menggeleng, mendecak sembari menarik kakinya kembali.

Bodoh. Bisa-bisa raknya roboh karena menahan beban tubuh Obelia.

Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, kemudian ia pergi ke arah meja yang terletak tak jauh dari rak-rak buku perpustakaan. Obelia menarik salah satu kursi yang belum diduduki, kemudian mengangkatnya ke tempat rak buku tadi. Setelah meletakkannya, Obelia berdiri di atas kursi tersebut.

Dahi Obelia mengerut tipis. "Loh, hilang?" gumamnya pelan.

Buku yang ingin ia ambil tadi kini sudah tak ada di tempatnya. Lantas gadis itu menggaruk kepalanya karena bingung. Baru ditinggal sebentar bukunya sudah hilang.

Di pojok rak buku, seorang pria tengah menyandarkan punggungnya sembari sesekali melirik ke arah gadis yang tengah berdiri di atas kursi. Lelaki yang mengenakan tudung hoodie-nya itu mendecak melihat Obelia berdiri di atas kursi yang kakinya tampak tak kokoh lagi.

"Ck, si bego. Di bawah, di bawah!" Sadewa memekik dengan suara berbisik. 

Oh astaga, coba lihat siapa yang pergi ke perpustakaan sekarang? Bisa-bisa Sadewa ditertawakan teman-temannya jika mereka tahu seorang Sadewa pergi ke perpustakaan.

Sudah dua jam Sadewa berada di sana. Ia diam-diam memperhatikan Obelia, membuntuti gadis itu dari jauh. Jika Obelia berada di rak ketiga, Sadewa akan bersembunyi di belakang rak tersebut. Terkadang mengintip melalui sela-sela buku. Sudah seperti penguntit pikirnya. Penguntit mantan lebih tepatnya.

Jangan salah paham, Sadewa tidak sesering itu mengikuti Obelia secara diam-diam seperti ini. Dia tidak mungkin selancang itu. Sadewa hanya tidak suka jika Laksewara berusaha mencari kesempatan, seolah-olah ia bertemu dengan Obelia karena tidak sengaja dan memang sudah ditakdirkan.

Hah, sialan. Padahal Sadewa tahu Laksewara mengikuti Obelia juga. Lagipula Sadewa jarang membuntuti gadis itu. Ia tidak melakukannya jika Obelia pergi ke kelas, pulang ke rumah, ataupun pergi ke toilet. Sisanya Sadewa akan mengikuti Obelia, ia bersembunyi sejauh tujuh meter di belakang gadis itu.

Kepala Obelia menoleh cepat saat merasa diperhatikan, gadis itu memicingkan mata sembari membenarkan kaca matanya.

Dengan cepat Sadewa kembali bersembunyi dengan jantung berdegup kencang. Lelaki itu menarik tali hoodie-nya hingga tudungnya mengerut, menutupi hampir seluruh wajahnya.

Obelia yang memang merasa diperhatikan sejak tadi lantas menggaruk tengkuknya karena merasa merinding. Pasalnya di dalam perpus yang cukup besar itu cukup sepi sekarang.

Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk di meja sembari membaca buku. Sedangkan di bagian rak tidak ada siapa-siapa selain dirinya.

"Anjir. Ini kampus Bel, bukan SD. Ga mungkin kan bekas kuburan?" gumamnya sedikit takut.

Gadis itu hendak turun dari atas kursi, namun Obelia membatu ketika mendengar suara kayu patah yang disebabkan oleh kursinya. Sedetik kemudian tubuh Obelia tiba-tiba limbung karena kaki kursi tersebut langsung patah.

Belum sempat jatuh sepenuhnya, Obelia merasa punggungnya ditahan oleh sebuah tangan. Gadis itu mengerjap, lantas menoleh.

Kedua alisnya terangkat dengan ekspresi syok, menatap Laksewara yang tengah berekspresi sama dengannya. Lelaki itu menahan punggung dan juga satu bahunya.

"I got you," ucap Laksewara sembari bernapas lega.

Kemudian lelaki itu menegakkan punggung Obelia, membantunya untuk berdiri. Lalu menyingkirkan kursi yang sudah naas itu ke samping.

"Thanks."

"No problem. Untung gue dateng, Bel. Lain kali hati-hati. Kalau mau ambil sesuatu minta tolong sama penjaga perpusnya. Jangan kaya tadi ah, bahaya."

Sadewa yang melihat kedatangan Laksewara memasang ekspresi julid. Apa tadi katanya? Untung gue dateng? Bukannya lelaki itu sudah berdiri di luar perpus sejak tadi? Sadewa tahu siasat busuk Laksewara. Pasti dia akan mengatakan seolah-olah mereka tak sengaja bertemu. Karena ikatan batin antara sahabat katanya. Cih, alasan macam apa itu?

Obelia hanya menyengir setelahnya. Kemudian bertanya, "lo udah dari tadi di sini?"

"Enggak, gue baru aja datang. Mau nyari buku. Eh, gataunya lo di sini juga."

Lihat? Sadewa benar kan? Bibir Sadewa bergerak, mengulangi kata-kata Laksewara dengan ekspresi mengejek. Lelaki itu terlihat begitu kesal, tapi tak bisa melakukan apa-apa.

Bibir Obelia membulat, ia menganggukkan kepalanya. Kemudian kedua bola matanya terhenti di satu titik, mengarah ke buku yang tadi ia ingin ambil, kini sudah berada di rak bawah.

"Loh? Ini bukunya," seru gadis itu pelan sembari merunduk, meraih buku tersebut.

"Kenapa Bel?"

"Enggak, ini tadi gue mau ambil buku yang ini di rak paling atas. Tau-tau udah pindah ke bawah," ucap Obelia. Gadis itu kembali merinding. "War, perpus kita nggak ada cerita-cerita aneh kan?"

"Maksud lo?"

"Kaya cerita horor gitu misalkan? Perpus kita emang dari dulu tanah kosong kan? Bukan ... bekas kuburan?"

Kening Laksewara terangkat satu mendengar pertanyaan Obelia. Perlahan Laksewara mengulas senyumannya, namun senyum yang mengejek. Seperti menahan tawa.

"Ih gue serius!" ujar Obelia kesal, kemudian sedikit mendekat pada Laksewara. "Lo tau? Gue ngerasa diperhatiin dari tadi. Bukunya juga pindah sendiri. Jangan-jangan emang ada penunggunya di sini." Gadis itu berbisik begitu pelan.

Laksewara tertawa tanpa suara. Lelaki itu menahan gemasnya melihat ekspresi konyol gadis itu. Kemudian ia mengulurkan tangannya, mengusak pucuk rambut Obelia.

Sadewa mengeraskan rahangnya melihat Laksewara menyentuh Obelia. "Si anjing .... Cewek gu—" bibirnya terhenti ketika teringat sesuatu. "M-mantan gue, anjir!" rutuknya kesal dengan suara berbisik.

"Nggak ada Bel. Bisa aja kan bukunya dipindahin orang lain sebelum lo ngambil? Ngaco lo. Lagian kalau ada setan mereka nggak bakal berani dekatin lo."

Kening Obelia mengernyit. "Kenapa?"

"Mereka insecure duluan gara-gara ngeliat muka lo. Kata Mbak kunti dia kalah cantik sama Mbak Obelia."

Sadewa terperangah mendengar gombalan basi Laksewara. Lelaki itu berekspresi seolah-olah ingin muntah. Salah besar Laksewara menggombali Obelia seperti itu. Sadewa hapal betul dengan sifat Obelia yang susah diberi kata-kata manis. Ia begitu yakin Obelia pasti akan merasa geli dan mengedikkan bahunya setelah ini.

"Apadah." Obelia memukul Laksewara dengan bukunya, kemudian gadis itu membuang wajahnya yang mulai memerah. Laksewara hanya tertawa setelahnya.

Kedua mata Sadewa membesar melihat ekspresi tersipu Obelia. Rahangnya terjatuh karena tak percaya. Apa-apaan gadis itu? Bisa-bisanya ia salah tingkah hanya karena gombalan murahan.

"Tumben Bel ke perpus. Biasa lo pergi ke rooftop."

Obelia tersenyum masam. "Gue mau ngurangin ngerokok."

"Bagus dong?"

"Tapi susah. Sekarang aja mulut gue rasanya asem."

Laksewara merogoh saku celananya, kemudian menarik tangan Obelia. Memberikan gadis itu beberapa permen buah yang masih terbungkus rapi.

"Katanya permen bisa ngurangin kecanduan ngerokok. Gue juga nggak tau sih bener apa nggak. Tapi nggak ada salahnya kan nyoba?"

Obelia terdiam dengan ekspresi ragu. Apa benar, pikirnya.

Laksewara mengambil salah satu permen di telapak tangan Obelia. Kemudian membuka bungkusnya seraya berbicara, "gue tau ini bakalan susah. Tapi khusus lo susahnya bakal berkurang karena gue temenin."

Obelia terdiam ketika lelaki itu mengulurkan tangannya, menyuapinya permen yang tadi. "Maksudnya?" tanya Obelia.

"Gue juga mau berenti ngerokok. Kita usaha bareng-bareng, pelan-pelan aja gapapa. Gimana? Lo mau?"

Kedua sudut Obelia mengembang, ia mengulas senyumannya setelah mendengar ucapan Laksewara. Kemudian menganggukkan kepala.

Sementara itu, Sadewa yang tak tahan berlama-lama di sana pergi dari dalam perpus dengan wajah tertekuk sempurna. Dadanya terasa panas seperti terbakar. Bisa-bisa ia akan gosong jika bersikukuh bersembunyi di sana.

Sadewa melangkah sedikit berdebum sembari mencemooh perkataan Laksewara yang ingin berhenti merokok. "Nyenyenye. Gegayaan lo anjing."



⭑*•̩̩͙⊱••••✩••••̩̩͙⊰•*⭑



Sadewa membuka kotak rokoknya yang menyisakan satu batang berbahan dasar tembakau tersebut. Kemudian ia membakarnya dengan pemantik, lalu menghisapnya.

Saat ini Sadewa sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya di kantin seperti biasa. Lelaki itu hanya diam, tak ikut menimbrung, hanya memperhatikan sembari menyeruput minumannya.

Dan seperti biasa pula, Karin duduk di sebelahnya. Hanya saja akhir-akhir ini Sadewa jadi lebih banyak diam pada gadis itu. Demi Tuhan, Sadewa sampai membenturkan dahinya ke tembok hingga benjol, ketika ia ingat dengan apa yang terjadi setelah ia pulang dari club.

Sadewa tidak tahu apa yang merasukinya malam itu sehingga ia melakukan sesuatu yang gila pada Karin. Yang ia rasakan saat itu hanyalah marah, dan ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia tidak ada perasaan apa-apa pada Karin.

Sekarang Sadewa jadi menyesal sendiri, karena hal itu dia merasa sedikit canggung jika sedang berdua dengan Karin. Anehnya gadis itu biasa-biasa saja seperti tak terjadi apa-apa. Bahkan ia langsung memotong ucapan Sadewa ketika lelaki itu meminta maaf dan hanya mengatakan tidak apa-apa.

Yang membuat Sadewa bingung adalah ketika wajah Karin memerah. Apa gadis itu marah padanya, pikir Sadewa. Tapi besok-besoknya mereka berkomunikasi seperti biasa. Sepertinya Karin lupa dengan soal ciuman itu. Sadewanya saja yang terkadang masih suka teringat tanpa sengaja.

"Weh Wa. Masam amat tuh muka. Kaya habis putus cinta aja!" celetuk Bara yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Sadewa.

Sialan sekali orang itu.

"Lah Bar. Lo lupa muka Sadewa emang begitu? Dia kan ada keturunan gen telenan, makanya muka dia lempeng ga ada ekspresi."

Raka dan Bara tertawa setelahnya. Sedangkan Sadewa menatap tajam ke arah kedua orang itu.

"Putus cinta? Emangnya Sadewa punya cewek? Bukannya selama ini dia nempel sama Karin terus ya?" sindir Lingga.

Terkadang Lingga gemas sendiri, saking sibuknya menjaga Karin yang menurutnya sangat beban itu, Sadewa sampai menjomblo hingga sekarang.

Karin hanya tersenyum malu mendengar perkataan Lingga. Sementara itu Sadewa melirik sinis, kemudian membalas, "kebanyakan pacaran kayaknya otak lo jadi konslet nggak bisa bedain mana yang namanya sahabat sama pacar," ucap Sadewa menohok.

Perlahan kedua sudut bibir Karin menurun, ia hanya tersenyum tipis secara paksa. Jantungnya agak mencelos mendengar perkataan Sadewa. Setelah kejadian itu Sadewa masih bisa menganggapnya sebatas sahabat?

Karin jadi gemas sendiri karena Sadewa tidak mau mengaku. Apa harus dia yang mengungkapkan perasaannya lebih dulu agar Sadewa tidak merasa malu?

Vanessa tertawa mendengar balasan sarkas dari Sadewa. Perempuan itu sampai memukul bahu Lingga hingga lelaki itu terhuyung ke samping.

"Lagian kalian juga. Udah-udah kek cengcengin Sadewa sama Karin. Mereka tuh cuma sahabatan. Plis deh," ucap Rossy.

Rachel mengangguk setuju, namun menahan tawanya. Lalu berucap, "friends with benefits."

Sadewa menegak minumannya sampai habis, lelaki itu benar-benar muak dengan pembahasan teman-temannya yang tak ada habisnya.

Tak lama seseorang muncul dari arah utara, kemudian duduk begitu saja di seberang Sadewa. Wajah Sadewa semakin suntuk mendapati Laksewara duduk di hadapannya.

Padahal Laksewara duduk di sana karena memang kursinya kosong tidak diduduki. Berbeda dengan Sadewa, lelaki itu tampak sumringah seperti orang yang sedang kasmaran.

"Kemana aja lo War baru datang sekarang?" tanya Raka. "Perasaan sibuk mulu lo akhir-akhir ini."

"Lo nggak liat mukanya? Dari ekspresinya sih kalau kata gue lagi jatuh cinta," ejek Bara yang tengah mengunyah gado-gadonya. Si pakar cinta memang paling peka.

Sadewa mendecih pelan.

"Widih. Serius nih? Seorang Laksewara bisa jatuh cinta juga?" tanya Rachel agak terkejut.

"Apa sih lo pada? Jangan ngarang cerita. Gue lagi sibuk ngurus tugas."

Bara melirik jahil ke arah Laksewara. "Ah masaa? Nugasnya bareng anak jurusan lain gitu War?"

"Ini ada apa sih? Kok gue gatau apa-apa?" sergah Vanessa.

"Kan lo bego yang. Diem aja udah— aduh!" Lingga meringis sembari memegangi kepalanya yang dilempar es batu oleh Vanessa.

"Yang yang, pala lo peyang!"

"Laksewara dekat sama siapa?" Rachel penasaran.

"Inisialnya K."

Kening Laksewara mengernyit bingung. "K?"

"Dih si anjir pura-pura gatau. Kobel cok! Kobel! Ah lu mah." Bara jadi kesal sendiri.

"Obelia bangsat!" sahut Lingga sembari menoyor kepala Bara.

"Gue nggak jadian sama Obelia," elak Laksewara.

"Ih serius Laksewara sama Obelia yang itu? Yang waktu itu nyelamatin Karin bukan?" Vanessa ikut heboh.

"Enggak, gue cuma temenan sumpah," ucap Laksewara panik.

Pasalnya bahaya jika ada yang mendengar mereka sekarang. Bisa-bisa dirinya dan Obelia menjadi bahan gosip padahal mereka tidak berpacaran. Laksewara tidak mau Obelia berakhir ilfeel dan menjauhinya karena itu.

"Gapapa kali War. Kita malah seneng lo ada ceweknya. Asal ga lupa temen aja." Raka menimpali.

"Tapi gue sama Obelia emang nggak jadian," ucap Laksewara penuh penekanan.

Sadewa mengernyitkan dahinya, tidak suka dengan pembahasan teman-temannya.

"Kalau emang nggak jadian ya udah biasa aja. Serius amat. Lagian yang lain cuma bercanda," ujar Sadewa sembari mematikan putung rokoknya.

Mereka semua terdiam setelah mendengar perkataan Sadewa. Suasana mendadak hening selama beberapa detik. Sadar dengan nada bicara Sadewa yang tidak mengenakkan.

Sementara itu Laksewara menatap Sadewa dengan kerutan samar di dahinya. Laksewara sadar bahwa lelaki itu tak menyukai keberadaannya sejak awal.

Tidak ingin suasana menjadi canggung, lantas Karin menyeletuk. "Jadi lo temenan sama Obelia? Nanti boleh nggak lo sampein, gue mau ketemu sama dia. Mau bilang makasih," ujarnya pada Laksewara sembari tersenyum.

Satu tangan Karin menyentuh tangan Sadewa yang berada di bawah meja. Berusaha menenangkan lelaki itu.

Sadewa yang mendengar perkataan Karin spontan menoleh cepat. Lelaki itu tampak gugup. Tidak mungkin kedua perempuan itu bertemu. Jangan sampai, pikirnya.

"Nggak usah. Biar gue aja, nanti gue yang sampein. Sekalian mau minta maaf," ucap Sadewa cepat.

"Minta maaf?" Karin mengernyit tidak mengerti.

"Orang mau terima kasih kenapa lo halang-halangin?" tanya Laksewara dengan kening menukik tak suka.

"Lo nggak tau apa-apa, jangan ikut campur." Sadewa menunjuk lelaki di hadapannya.

Laksewara mendecih geli, kemudian melipat tangannya di depan dada seraya tersenyum remeh. "Nggak tau apa-apa? Bahkan gue tau sampai sekarang lo nggak dimaafin kan sama Obelia?"

"Apasih? Maafin apa?" tanya Karin mulai penasaran.

"Sadewa nuduh Obelia yang nyelakain lo waktu itu. Bahkan Sadewa ngedorong Obelia padahal dia lagi ngehentiin pendarahan di kepala lo."

Brak!

Mereka semua yang ada di meja itu tersentak, sangat terkejut saat Sadewa berdiri dan tiba-tiba menarik kerah baju Laksewara dari tempatnya. Membuat gelas yang ada di atas meja sampai tumpah.

"Woy woy woy!" Raka panik.

"Lo jangan sok tau. Mentang-mentang lo temannya sekarang bukan berarti lo tau masalah gue sama dia," desis Sadewa, melemparkan tatapan menusuk ke arah Laksewara.

Bukannya takut, Laksewara malah mengangkat satu alisnya. Seolah-olah menantang Sadewa.

"Dari reaksi lo yang berlebihan kaya gini, gue jadi curiga kalau sebenarnya lo ada pera—"

BUAGKH!

Perkataan Laksewara terputus ketika ia mendapat satu bogeman mentah dari Sadewa.

"Sadewa!" Karin menarik lengan lelaki itu dengan ekspresi panik. Namun Sadewa menepis tangannya.

"Gue udah peringatin, jangan sok tau!"

Laksewara berdiri dari tempatnya sedikit terhuyung sembari menyentuh hidungnya yang mati rasa. Dengan menyerang Sadewa balik, menonjok lelaki itu hingga terjerembab di atas tanah.

Beberapa orang yang ada di kantin sontak menatap ke arah merka yang kini menjadi pusat perhatian. 

"ANJING! KENAPA JADI BERANTEM ANJING?!!"

Bara dengan sigap berlari ke arah Laksewara, menahan tubuh temannya yang hendak menyerang Sadewa lagi.

"Sadewa! Lo apa-apaan?!" Karin memarahi lelaki itu sembari merendahkan posisinya. Berniat untuk membantu Sadewa untuk berdiri.

Wajah gadis itu terlihat khawatir, namun Sadewa menepis tangan Karin setelahnya. "Lepas," ucap lelaki itu dingin.

Karin terdiam dengan dahi mengerut samar, tak percaya mendengar nada bicara Sadewa padanya yang tidak seperti biasa.

Sadewa berdiri dari tempatnya dengan nafas memburu. Sedikitpun tidak melepaskan tatapan tajamnya pada Laksewara. Semenjak Laksewara mulai berani mendekati Obelia, Sadewa mati-matian menahan emosinya.

"Jangan pernah lo maksa Obelia buat maafin lo!" Laksewara berucap penuh penekanan. Ini pertama kalinya lelaki itu terlihat marah.

Laksewara hanya tak ingin perasaan Obelia memburuk karena Sadewa. Obelia baru saja bisa tertawa lepas semenjak kejadian di rooftop, di mana Laksewara yang menenangkan gadis itu selama tiga jam.

"Lo bukan siapa-siapa! Lo nggak berhak ngatur gue, ataupun Obelia. Sadar bangsat! Lo cuma orang baru di kehidupan dia! Jadi jangan belagu!" teriak Sadewa dengan otot lehernya yang tampak mencuat.

Setelahnya Sadewa mendecak gusar, baru sadar sekarang dirinya menjadi tontonan di kantin. Lantas lelaki itu melangkah lebar, pergi dari sana dengan emosi yang belum surut sedikit pun. Sadewa tak ingin membuat drama.

Sementara itu, Bara masih menahan tubuh Laksewara yang hendak mengejar Sadewa.

"Bangsat! Anjing lo Sadewa!"

Lingga terperangah ditempatnya. Ia terkejut karena mendengar seorang Laksewara menyumpah serapah.



  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉

26 Januari 2022

Sorry ya ges updatenya kemalaman mulu. Soalnya baru selesai ditulis sama revisi. Mataku sampai mau juling rasanya🤣

Nanti kalau ada typo atau salah tulis komen aja. Biasa aku masih suka ketuker sama nama karakter di cerita sebelah. Maklum, nulisnya tengah malam. Separuh ngantuk wkwkwk.

Jangan lupa promosiin cerita ini ke sosmed, atau ke teman-teman kalian yaa. Terima kasih❤️

Continue Reading

You'll Also Like

Mom? [ch2] By yls

Fanfiction

109K 11.3K 33
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
2.2M 105K 82
Zayn Mahesa itu brengsek. Siapapun tau jika Zayn si ketua PASUKAN 08 itu adalah brandalan licik yang akan menghalalkan segala cara untuk menghancurka...
1.6M 142K 47
Kebosanan berujung tantangan. Lyvia Josephine harus memenangkan egonya dengan mendapatkan Alster Blais. Merasa tertantang untuk mendapatkan sosok yan...
3M 378K 72
[PRIVATE CHAPTER--FOLLOW DULU, BARU BOLEH BACA] Ini bukan cerita dalam bayanganmu, sebaiknya baca dulu 💙 Sagara Damian Narendra. Orang-orang mengena...