EL JUGADOR

By Hanraaa

2.9M 256K 50.3K

TELAH DIBUKUKAN "Ini perasaan gue yang pacarnya, kenapa berasa jadi selingkuhan dah?" -Obelia Andara (End) Pu... More

New Story
⚠️WARNING⚠️
Cast
00 : Prolog
01 : El Jugador
02 : El Jugador
03 : El Jugador
04 : El Jugador
05 : El Jugador
06 : El Jugador
07 : El Jugador
08 : El Jugador
09 : El Jugador
10 : El Jugador
11 : El Jugador
12 : El Jugador
13 : El Jugador
15 : El Jugador
16 : El Jugador
17 : El Jugador
18 : El Jugador
19 : El Jugador
20 : El Jugador
21 : El Jugador
22 : El Jugador
23 : El Jugador
24 : El Jugador
25 : El Jugador
26 : El Jugador
27 : El Jugador
28 : El Jugador
29 : El Jugador
30 : El Jugador
31 : El Jugador
32 : El Jugador
33 : El Jugador
34 : El Jugador
35 : El Jugador
36 : El Jugador
37 : El Jugador
38 : El Jugador
39 : El Jugador
40 : El Jugador
41 : El Jugador
42 : El Jugador
43 : El Jugador
44 : El Jugador
45 : El Jugador
46 : El Jugador
47 : El Jugador
48 El Jugador
49 El Jugador
50 El Jugador
51 : El Jugador
52 : El Jugador
53 : El Jugador
54 : El Jugador
55 : El Jugador
56 : El Jugador
57 : Epilog
Info Harga + Spoiler novel El Jugador
PO EL JUGADOR
43-44 : El Jugador (What If)
43-44 (2) : El Jugador (What If)
43-44 (3) : El Jugador (What If)
RAJA SPECIAL CHAPTER : 01
RAJA SPECIAL CHAPTER : 02
RAJA SPECIAL CHAPTER : 03

14 : El Jugador

39.4K 3.9K 329
By Hanraaa



Happy Reading!!!




Semalaman Sadewa tidak ada tidur hingga pagi ini. Ia terus kepikiran dengan Obelia sejak Bara memberitahu perihal isi rekaman CCTV yang berada di rooftop. Sadewa tak mengurus masalah Jibran karena ia mempercayakannya pada teman-temannya.

Setelah mengantar Karin pulang, Sadewa berniat untuk melewatkan mata kuliahnya hari ini untuk menjaga gadis itu. Tetapi kemudian ia teringat lagi dengan Obelia, Sadewa belum mendapatkan informasi apapapun dari kekasihnya itu.

Kekasih? Entahlah. Sadewa merasa sedikit tak tahu diri karena masih mengklaim Obelia miliknya tetapi ia sendiri menyakiti gadis itu kemarin. Baiklah, kali ini Sadewa mengaku salah. Sadewa akan meminta maaf hari ini pada Obelia.

Untungnya Karin tidak memintanya untuk tinggal, malah gadis itu yang memaksanya untuk pergi ke kampus dan meyakinkannya bahwa dirinya baik-baik saja jika ditinggal sendiri.

Karin sudah berada di rumahnya, dan Sadewa langsung pergi ke kampus setelahnya karena dia memiliki kelas pagi hari ini. Di sepanjang perjalanan, Sadewa berusaha menenangkan pikiran-pikiran negatifnya.

Obelia pasti akan memaafkannya seperti biasa. Sadewa tahu Obelia tidak pernah marah, bahkan ketika waktu itu ia pernah menamparnya. Hanya kata maaf dan sebuah kecupan di dahi, Obelia dengan mudahnya memaafkannya.

Sadewa yakin pasti kali ini akan berakhir sama, mereka akan berbaikan seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa. Ya, Sadewa yakin akan hal itu.

Setelah mata kuliah pertama berakhir, lelaki itu langsung keluar dari dalam kelasnya. Lelaki itu melangkahkan kakinya, pergi ke lantai tiga di mana biasanya pada hari itu ruangan Obelia berada di sana.

Sadewa terlihat tak peduli lagi masalah hubungan backstreetnya dengan Obelia. Dia tanpa ragu berlari kecil, hingga sampai di kelas tersebut. Langkahnya terhenti ketika melihat dosen di kelas itu masih mengajar, menerangkan di depan.

Kedua bola mata legam lelaki itu bergulir ke arah satu-persatu kursi yang berada di dalam sana. Tapi dia tiak bisa menemukan Obelia dari tempatnya berdiri. Yang ia lihat hanyalah teman Obelia yang waktu itu ia lihat, entah siapa namanya Sadewa tidak tahu, kini sedang sibuk berkaca.

Apa mungkin Obelia duduk di kursi bagian paling belakang?

Sadewa menghembuskan napas panjangnya ke udara. Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada dinding dengan kedua tangan bersedekap di depan dada, kemudian memejamkan matanya sejenak. Sadewa baru sadar dia segugup ini hanya karena Obelia. Kedua tangannya yang diletakkannya di depan dada sampai bisa merasakan degup jantungnya sendiri.

Cukup lama Sadewa menunggu, mungkin hampir lima belas menit lebih ia berdiri di depan ruangan itu. Sampai akhirnya Sadewa menoleh karena dosen itu lebih dulu pergi, disusul dengan para mahasiswa yang keluar satu persatu.

Mereka yang melintas di sebelah Sadewa memandanginya sambil berbisik-bisik seperti biasa. Mereka terheran-heran karena tahu Sadewa tak memiliki satu pun kenalan di sana tetapi lelaki itu berdiri di depan kelas mereka.

Mega yang terlalu asik berkaca tak henti-hentinya mendecak sebal karena pipi mulusnya ditumbuhi satu jerawat yang terlihat cukup besar. Sepertinya perempuan itu tidak menyadari keberadaan Sadewa di sebelahnya, hingga lelaki itu menahan lengannya.

Mega melotot karena kaca di tangannya hampir terjatuh, mulut gadis itu sudah terbuka, bersiap untuk mengeluarkan nama seisi kebun binatang untuk menyumpahi siapa yang dengan lancang menarik tangannya.

"Wo—"

"Lo bisa ikut gue sebentar?" tanya Sadewa tanpa basa-basi.

Mega dengan kedua bola matanya yang masih membesar terkejut mendapati Sadewa di depannya, lalu beralih menatap ke arah tangan Sadewa yang memegang lengannya.

"Hei."

"L-lo ng-ngomong sama g-gue?"

Telunjuknya gemetar saat menunjuk dirinya sendiri. Sadewa menghela malas, tak menanggapi gadis itu. Kemudian ia menatap ke arah sekitar, setelahnya menarik Mega ke sudut koridor.

Mega dengan senyumannya yang tertahan sudah salah tingkah lebih dulu. Mimpi apa Mega semalam dirinya ditarik-tarik seperti ini oleh Sadewa. Gadis itu menjerit di dalam hati saat Sadewa memojokkannya.

Bukannya panik karena ada orang asing yang menariknya, Mega malah merasa senang bukan main.

"Siapa nama lo?"

Bibir Mega yang hendak menjawab bergetar karena gugup. "M-me Me... Me—"

"Me apa Me? Meimei?" Sadewa sedikit meninggikan suaranya karena kesal dengan Mega yang sangat lelet.

"Bukan bukan. Mega, nama gue Mega. Hehe."

"Mega. Lo temannya Obelia kan?"

Mega mengangguk kaku, ia menatap Sadewa bingung karena tiba-tiba menanyakan perihal temannya.

"Di mana dia sekarang?"

"Engg, gue nggak tau. Dari kemarin Obelia nggak bareng gue."

"Lo temannya kan? Masa nggak tau?"

"Ya gitu deh, dia teman sekelas gue. Cuma barengan kalau di kelas sama di kantin doang. Kenapa emangnya?"

"Hari ini dia nggak turun?"

"Nggak tau sih, biasa dia suka ngebolos di rooftop. Gatau hari ini turun apa nggak."

Sadewa mendecak, menatap perempuan di depannya dengan tatapan kesal. Sebenarnya Mega teman Obelia atau bukan? Setiap ditanya tentang Obelia dia tidak tahu apa-apa.

"Lo nggak nyari tau dia kemana?"

Mega mengerjap, alisnya mengernyit bingung. "Ngapain? Gue kan lagi nggak ada butuh apa-apa sama Obelia."

Dahi Sadewa mengerut, lelaki itu tampak menahan marah saat mendengar perkataan Mega. Wajah Mega tampak santai-santai saja saat berbicara. Tidak ada gunanya Sadewa berlama-lama di sana.

Sebelum Sadewa pergi, lelaki itu melontarkan satu kalimat kepada Mega. "Saran gue lo jauh-jauh dari Obelia," ucap Sadewa sarkas kemudian pergi begitu saja dari sana.

Mega menatap kepergian Sadewa dengan ekspresi bingung. "Lah? Emang Obelia salah apa sampe harus gue jauhin?" gumam Mega bingung. "Loh, bentar. Emangnya Sadewa kenal Obelia?"

"Eh, Sadewa! Bentar, gue belom minta nomor wa lo!" teriak Mega saat lelaki itu semakin menjauh.



⭑*•̩̩͙⊱••••✩••••̩̩͙⊰•*⭑



Setelah menemui Mega dan tak menemukan Obelia, Sadewa pergi menuju ke kantin. Di sana teman-temannya sudah berkumpul dalam satu meja seperti biasa.

Tadi Sadewa sempat pergi ke rooftop untuk mencari Obelia. Tapi gadis itu tidak ada di sana.

Wajah lelaki itu terlihat kusut, tanpa menyapa, Sadewa langsung duduk di tempat yang kosong. Tepatnya di sebelah Lingga.

Saat mendongak, Sadewa baru sadar bahwa di depannya ada Laksewara. Lelaki itu menghela malas.

"Eh, Wa. Si Karin gimana kabarnya?" tanya Vanessa.

"Gapapa, udah baik-baik aja. Gue suruh istirahat dulu hari ini, nggak langsung ngampus."

"Ntar gue sama yang lain mau ke rumahnya."

Sadewa hanya mengangguk, kemudian memesan minuman dingin dari tempatnya. Tak lama minumannya datang, Sadewa langsung menegaknya.

Lelaki itu tak ada mengonsumsi apapun selain air mineral sejak kemarin. Dan sekarang Sadewa terlalu malas untuk mengisi perutnya dengan makanan. Lidahnya seperti tak berselera.

"Lo gue telpon lagi semalem, kenapa nggak diangkat?" tanya Bara.

"Hp gue rusak."

"Loh, tiba-tiba?" Bara kebingungan.

Sadewa hanya mengedikkan kedua bahunya, tampak tak peduli. Kemudian menegak minuman dinginnya. Lelaki itu sedikit meringis karena dinginnya minuman itu menusuk hingga ke kepala.

"Gue mau ngasih liat ini ke lo."

Bara mengulurkan tangannya, memberikan ponsel yang sudah menyala, layarnya menampilkan sebuah rekaman. Yang Sadewa yakini adalah rekaman CCTV di rooftop kemarin.

Sadewa menekan tombol play pada layar ponsel Bara. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Coba lo perhatiin."

Sadewa kembali melihat ke arah layar ponsel tersebut. Namun ia tak menemukan apapun selain keberadaan Obelia yang duduk membelakangi kamera CCTV. Gambarnya terlalu jauh dan Sadewa tak dapat melihat dengan jelas apa yang sebenarnya Obelia lakukan di sana.

"Gue nggak liat apa-apa."

"Ck, liat bener-bener. Si ... siapa sih namanya? Kobel? Kobelia bukan?"

"Obelia." Laksewara membenarkan.

"Nah iya. Obelia maksudnya. Dia ngapain coba di situ? Hampir sejam anjir dia duduk doang di situ. Kaya orang kemasukan."

"Meratapi nasib kali," celetuk Rachel sembari mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan.

"Obelia siapa sih?" bisik Vanessa.

"Yang nyelamatin Karin waktu di rooftop. Lo ke mana aja sih pas Lingga cerita?" ujar Rossy.

"War. Lo masih nyimpan foto-foto yang kemarin nggak? Siniin dulu hape lo."

Laksewara sempat terdiam mendengar permintaan Bara. Kemudian ia merogoh sakunya, membuka galeri yang menampilkan beberapa foto, lalu memberikan ponselnya pada Bara. Setelahnya, Bara mengoper ponsel Laksewara kepada Sadewa.

Sadewa menerima ponsel tersebut. Kemudian memperhatikan satu-persatu foto-foto di dalamnya.

"Itu sengaja gue minta Laksewa foto apa aja yang ada di atas rooftop kemarin. Biar ada bukti buat diserahin ke polisi nanti. Tapi gue nemu ini persis di bawah tempat duduk Obelia."

Sadewa hanya diam saat tangan Bara menggeser layar ponsel Laksewara yang berada di genggamannya. Terdapat gambar yang memperlihatkan beberapa bekas putung rokok berserakan di bawah kursi yang sempat diduduki Obelia.

Sadewa hanya diam. Otaknya berusaha mencerna foto tersebut.

"Apasih? Kok gue nggak dikasi tau?" Raka menarik ponsel tersebut dari tangan Sadewa.

Kedua matanya membesar, tampak terkejut. "Maksud lo si Kobel ngerokok?!"

"Hah? Tuh cewek ngerokok? Di kampus?" Vanessa ikut penasaran. Mengambil alih ponsel tersebut. "Banyak banget anjir bekas rokoknya ...."

"Gila ... gede juga nyalinya. Kalau keliatan yang lain nggak takut digosipin apa ya? Lo tau kan biasanya cewek ngerokok rata-rata nakal semua?"

"Apadah, kita juga ngerokok kan kecuali Karin? Emang kita nakal? Ga kan?" Rossy agak tersinggung dengan perkataan Vanessa.

"Ya tapi kan di kampus. Ya kali cewek ngerokok di kampus? Gila aja njir. Mengundang mulut netijen."

"Nggak mungkin." Kali ini Sadewa menyahut. "Itu bukan punya Obelia," gumamnya pelan.

Bukankah Sadewa sudah lama melarang gadis itu untuk berhenti merokok?

"Masalahnya dia ngerokok nggak kemarin doang Wa. Gue sama Laksewara sempat ngecek beberapa rekaman, nggak cuma rekaman yang kemarin doang. Di tempat yang sama, Obelia duduk persis di situ. Kadang di pembatas juga. Kaya orang banyak beban hidup," ucap Bara.

Awalnya Bara membuka-buka rekaman hari yang lain karena lelaki itu penasaran, apakah di kampusnya ada pergaulan yang menyimpang atau tidak. Biasanya mereka yang nakal akan melakukan sesuatu yang aneh di tempat-tempat yang jarang di datangi. Ujung-ujungnya Bara tidak menemukan apa-apa selain Obelia yang memang suka pergi ke atas sana.

"Lagian kok lo bisa tiba-tiba bilang ga mungkin tuh cewek ngerokok? Kaya lo kenal aja. Buktinya tuh ada di foto," lanjutnya lagi.

"Lo napa jadi ngomongin dia sih? Kita kan bahas masalah Jibran sama Karin. Lagian dia jangan dibawa-bawa dalam masalah ini, kasian dia gatau apa-apa. Nanti kena ikut polisi juga." Rossy menatap Bara tak suka. "Fokus ke masalah Karin. Masalah cewek itu ngga usah pada ikut campur. Lagian dia ngerokok doang. Mungkin dia lagi stres atau apa gitu, makanya dia ngerokok diam-diam di atas."

"Ya ... kan dia temannya Laksewara. Siapa tau ada masalah apa gitu, kan gue bisa bantu."

"Bisaan modus lu kutu ranjang." Rachel melempar es batu ke arah kepala Bara, membuat lelaki itu meringis.

"Jadi ... sebenernya apa yang diomongin Jibran sama Karin sampe-sampe Jibran berani banget mukul kepala Karin pake balok? Maksud gue ... itu kelewatan njir. Bisa ngebunuh orang," ujar Vanessa.

"Mungkin mereka pas putus ga baik-baik? Atau mungkin Jibran dendam gara-gara Sadewa sering mukulin dia."

"Tapi kenapa ga langsung nyerang Sadewanya aja? Kenapa harus Karin? Berarti ya memang Jibran punya masalahnya sama Karin kan?"

Raka menatap Sadewa, lalu bertanya, "lo udah coba tanya Karin?"

Sadewa mengangguk dengan wajah frustasinya. Lelaki itu memijat kepalanya sendiri yang terasa berdenyut pusing, efek tidak tidur. Kedua mata lelaki itu tampak kuyu, tidak tajam seperti biasanya.

Sadewa terlalu pusing dengan masalah Jibran dan Karin, ditambah lagi masalah Obelia yang belum selesai, sekarang dia baru tahu Obelia merokok lagi secara diam-diam. Kenapa Sadewa tidak tahu masalah itu?

"Terus apa katanya?"

"Karin nggak ingat apa-apa."

Lingga yang sedari tadi asik menghisap rokoknya mendecak malas. "Aelah. Pake amnesia mendadak segala, nambah beban aja."

"Sstt! Apasih Ngga. Gue pukul juga pala lo pake balok biar tau rasanya." Vanessa memelototi Lingga.

Sementara itu, Laksewara hanya diam. Tak ikut berbicara. Lelaki itu sibuk memikirkan Obelia dengan kepalanya yang terasa pusing. Pasalnya Obelia memiliki penyakit jantung yang sudah jelas harus jauh-jauh dari benda tersebut.

Hening setelahnya. Sampai akhirnya Lingga yang baru saja membuang rokoknya di dalam gelas menyeletuk, "btw lo pada nggak lupa kan malam ini kita ada balap motor?"



  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉

16 Januari 2022

Hahh, baru juga sekali telponnya ga diangkat Obel. Dah pusing aja lu Wa😏.

Btw jangan lupa follow ig sama tiktokku ya ges. Aku suka post video sama foto di sana soalnya.

Continue Reading

You'll Also Like

JAGAT By Isabel

Teen Fiction

1.4M 90.9K 45
[ADA BEBERAPA CHAPTER YANG DI PRIVAT, FOLLOW DULU BARU BACA!!] Di kejar oleh ketua geng yang terkenal seantero kota tentang kebengisannya membuat Git...
Mom? [ch2] By yls

Fanfiction

108K 11.3K 33
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
159K 25.5K 47
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
519K 44.9K 48
Tinggal satu apartemen bersama dengan Ryxon Walsh menjadi sumber bencana bagi Ailee Dawson. Bagaimana penampilan lelaki tinggi itu terlihat begitu be...