EL JUGADOR

By Hanraaa

2.9M 256K 50.3K

TELAH DIBUKUKAN "Ini perasaan gue yang pacarnya, kenapa berasa jadi selingkuhan dah?" -Obelia Andara (End) Pu... More

New Story
⚠️WARNING⚠️
Cast
00 : Prolog
01 : El Jugador
02 : El Jugador
03 : El Jugador
04 : El Jugador
05 : El Jugador
06 : El Jugador
07 : El Jugador
08 : El Jugador
09 : El Jugador
10 : El Jugador
12 : El Jugador
13 : El Jugador
14 : El Jugador
15 : El Jugador
16 : El Jugador
17 : El Jugador
18 : El Jugador
19 : El Jugador
20 : El Jugador
21 : El Jugador
22 : El Jugador
23 : El Jugador
24 : El Jugador
25 : El Jugador
26 : El Jugador
27 : El Jugador
28 : El Jugador
29 : El Jugador
30 : El Jugador
31 : El Jugador
32 : El Jugador
33 : El Jugador
34 : El Jugador
35 : El Jugador
36 : El Jugador
37 : El Jugador
38 : El Jugador
39 : El Jugador
40 : El Jugador
41 : El Jugador
42 : El Jugador
43 : El Jugador
44 : El Jugador
45 : El Jugador
46 : El Jugador
47 : El Jugador
48 El Jugador
49 El Jugador
50 El Jugador
51 : El Jugador
52 : El Jugador
53 : El Jugador
54 : El Jugador
55 : El Jugador
56 : El Jugador
57 : Epilog
Info Harga + Spoiler novel El Jugador
PO EL JUGADOR
43-44 : El Jugador (What If)
43-44 (2) : El Jugador (What If)
43-44 (3) : El Jugador (What If)
RAJA SPECIAL CHAPTER : 01
RAJA SPECIAL CHAPTER : 02
RAJA SPECIAL CHAPTER : 03

11 : El Jugador

39.9K 3.7K 585
By Hanraaa



Jangan lupa play musik di atas ya^^
Happy Reading!!!




Brak!

Suara hantaman pintu yang berbenturan pada dinding cukup kasar menyebabkan sang empu, pemilik rumah menolehkan kepala. Karin dengan segera berlari kecil ke arah pintu utama.

Gadis itu agak trauma dengan kedatangan ayahnya yang tiba-tiba selalu mendobrak pintu seperti orang kesetanan.

Kedua kening Karin mengernyit, langkahnya perlahan memelan saat mendapati Sadewa adalah pelakunya.

"Sadewa?"

Sadewa memasuki rumah karin dengan langkah sempoyongan. Rambut lelaki itu sedikit berantakan, pandangannya pun nampak tidak fokus. Lelaki itu sesekali menggelengkan kepala dan memukulnya, menghilangkan rasa pusing yang membuat kepalanya terasa berat.

"Lo teler hah?"

Karin memandangi lelaki itu dari atas sampai bawah. Ia hapal betul bagaimana bentukan Sadewa ketika sedang mabuk. Apa lelaki itu baru saja minum-minum?

Sadewa mengangkat kepala, wajahnya tampak memerah.

"Gue boleh nginap?"

"Y-ya, of course. Why not? Lo habis clubbing?"

Melangkahkan kaki, Karin berjalan mendekat ke arah Sadewa. Kemudian membopong tubuh besar itu untuk membantunya masuk.

Sadewa menggeleng.

"So? Lo minum bareng anak-anak?"

"Enggak."

Karin mengernyitkan dahi ketika Sadewa berucap, sangat kentara bau alkohol menyeruak dari mulut sahabatnya itu. Lelaki itu menghabiskan berapa botol sampai bau alkohol dari napasnya sangat menyengat?

Tumben sekali Sadewa minum seorang diri, biasanya lelaki itu minum ketika sedang kumpul-kumpul bersama yang lainnya.

Apakah Sadewa melakukannya saat di rumah? Tidak mungkin. Karin sangat tahu bagaimana marahnya Doni jika tahu anaknya mabuk-mabukkan di dalam rumah. Sadewa tidak akan berani melakukannya.

Tunggu.

"Lo minum pas menuju ke sini?"

Lelaki itu mengangguk, membuat Karin memelototkan kedua matanya.

Plak!

"Akh!"

Sadewa meringis ketika mendapat satu pukulan dari Karin yang mendarat di atas kepalanya.

"Lo gila hah? Lo nyetok alkohol di dalam mobil? Ngapain lo minum-minum sambil nyetir? Cari mati lo?"

Karin memarahi lelaki itu, kemudian membawanya ke dalam kamar. Kamar Karin. Sebenarnya rumah Karin memiliki dua kamar di lantai bawah, hanya saja kamar bekas ayahnya itu sekarang ia jadikan gudang.

Biasanya Sadewa akan tidur di kamar lantai atas. Tetapi tidak mungkin Karin memapah tubuh sebesar itu sendirian ke lantai dua. Karin tidak akan kuat.

"Sampai lo muntah di kamar gue, gue tabok lo Wa," ujar Karin sembari membaringkan tubuh Sadewa di atas ranjangnya.

"Ck." Karin berdecak kasar.

Kemudian gadis itu keluar dari dalam kamarnya, pergi ke arah dapur untuk mengambil susu kaleng di dalam kulkas.

Karin benar-benar tidak habis pikir dengan temannya itu. Bisa-bisanya Sadewa minum alkohol sambil berkendara. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirinya? Bagaimana jika Sadewa sampai tertangkap oleh polisi? Atau bagaimana jika terjadi kecelakaan?

Sial, Karin jadi pusing memikirkan jika Sadewa mengulanginya kelakuannya lagi.

"Duduk."

Karin duduk di tepi ranjang, menunggu Sadewa yang sedang mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Ia bersandar pada bantalan ranjang. Kemudian Karin memberikan susu kaleng yang ia sudah buka tadi kepada Sadewa.

Lantas Sadewa menerimanya, kemudian menegak cairan berwarna putih itu secara perlahan. Perutnya agak mual sekarang. Dia takut akan muntah dan berakhir mengotori ranjang Karin. Sadewa takut Karin akan mengamuk nanti.

Menghela napas pelan, Karin mendekatkan posisi duduknya. Gadis itu menatap Sadewa penuh khawatir, kemudian mengulurkan tangannya. Ia menyibak poni yang menutupi dahi Sadewa, merapikan sedikit rambut lelaki itu. Kemudian mengelap peluh yang membanjiri pelipis Sadewa.

"Lo ada masalah?" tanya Karin lembut.

Sadewa mengangkat kepalanya. Kedua mata sayu lelaki itu menatap lurus ke arah Karin. Kemudian ia menggeleng.

Setelahnya Karin hanya mengangguk. Berteman lama dengan Sadewa membuat Karin mengerti dan paham dengan sifat Sadewa. Lelaki itu tidak suka dipaksa. Meskipun Karin tahu, Sadewa terlihat seperti sedang memendam sesuatu yang membuatnya marah.

Saat menatap Karin pun, sorot lelaki itu tampak tajam. Namun Karin tahu Sadewa tak bermaksud untuk menatapnya seperti itu. Pasti ada orang lain yang membuat Sadewa merasa tak suka.

"Lo udah makan malam?" tanya Sadewa dengan suara paraunya.

"Udah. Tapi belum selesai, tadi gue langsung keluar pas dengar suara pintu kebuka. Ini mau lanjut makan."

Karin mengambil alih kaleng susu Sadewa yang telah tersisa sedikit. Setelahnya gadis itu bertanya, "kenapa ga diabisin?"

Ekspresi Sadewa seperti menahan sesuatu ketika menatap ke arah Karin. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk. "Mual, gue ga kuat."

"Mau makan bareng?" tawar Karin sebelum gadis itu meninggalkan kamarnya.

"Lo aja. Gue mau tidur," jawab Sadewa.

"Okay."

Kemudian lelaki itu kembali merebahkan tubuhnya, menutup kedua mata dengan lengan kanannya. Tepat setelah Karin keluar dan menutup pintu, Sadewa menghela napas berat.

Lelaki itu masih marah sampai sekarang, karena mengingat Laksewara bersama kekasihnya. Jika saja Laksewara tahu Obelia adalah pacarnya, lelaki itu pasti tak berani menyentuh gadis itu barang seinci, karena siapapun tahu Sadewa paling tidak suka jika miliknya disentuh oleh orang lain.



⭑*•̩̩͙⊱••••✩••••̩̩͙⊰•*⭑





Karin sudah menyelesaikan makan malamnya sekitar satu setengah jam yang lalu. Kini gadis itu tengah menonton televisi di ruang tengah dengan sebuah toples berada di atas pahanya.

Sejujurnya tidak ada yang bisa Karin lakukan jika ia sedang berada di rumah. Mengingat ia tinggal sendiri. Sebenarnya Karin sendiri pun tidak terlalu dekat dengan Rossy, Rachel, ataupun Vanessa. Dekat pun hanya dalam artian teman, bukan sahabat.

Sahabat Karin hanya Sadewa. Sisanya hanya sebatas teman, bukan untuk berbagi cerita ataupun saling berbagi rahasia. Susah bagi Karin untuk terbuka. Apalagi dengan latar belakang keluarganya yang kurang bagus, Karin takut mereka tidak bisa menerima Karin apa adanya.

Hanya Sadewa, satu-satunya teman yang bisa ia jadikan sebagai orang yang paling ia percaya, tempatnya bersandar ataupun bergantung. Terkadang Karin pernah merasa tak enak, karena merasa hanya menjadi beban untuk Sadewa.

Tetapi Sadewa selalu berhasil menenangkan hatinya dan membuang pemikiran itu jauh-jauh. Sadewa bilang dia melakukannya karena sudah menganggap Karin seperti saudaranya sendiri. Bahkan lelaki itu pernah mengatakan bahwa ia menyayangi Karin secara terang-terangan.

Awalnya Karin merasa senang karena ia merasa mempunyai keluarga dan tidak lagi kesepian. Sadewa benar-benar memperlakukannya dengan baik, jauh lebih baik dari keluarganya sendiri. Bagaimana Karin tidak merasa senang?

Tapi lama-kelamaan rasa yang seharusnya tidak ada perlahan tumbuh di hati Karin. Karin mengira perasaan nyamannya pada Sadewa normal. Setiap kali lelaki itu menatap atau menyentuhnya, ada rasa berdebar yang lama-kelamaan menjadi tidak terkendali.

Semenjak itu, Karin baru sadar bahwa ia menyukai Sadewa lebih dari seorang sahabat. Karin menginginkan lebih. Tapi ia terlalu takut, jika pertemanannya ini menimbulkan perasaan, yang pada akhirnya perasaan itu akan mengakhiri pertemanannya juga.

Alhasil Karin mencoba untuk memulai hubungan percintaannya dengan lelaki lain untuk membuang perasaannya pada Sadewa. Sialnya ia malah bertemu dengan Jibran. Lelaki brengsek yang ternyata hanya ingin main-main dengannya.

Saat Sadewa tahu, lelaki itu marah besar dan memaksa Karin untun putus dengan Jibran. Padahal tanpa disuruh pun, Karin akan memutusi Jibran. Karena ia memang tidak memiliki perasaan dengan lelaki itu.

Ego Karin yang terlalu besar memanfaatkan kondisi itu, ia berpura-pura tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Jibran. Dengan alasan, ia takut tidak memiliki siapa-siapa jika Sadewa memiliki kekasih nanti.

Hal itu pula yang membuat Sadewa berjanji padanya, tidak akan memiliki pacar sebelum Karin memiliki kekasih. Karena itu, sampai sekarang Sadewa tidak penah berhubungan spesial dengan perempuan manapun.

Karin mengernyit ketika mendengar suara nada dering telepon berkali-kali masuk yang berasal dari kamarnya. Pasti dari ponsel Sadewa, pasalnya ponsel Karin berada di sebelahnya sekarang.

Beranjak dari atas sofa, Karin mematikan televisinya kemudian berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Ahh!" Karin mengerang kecil saat bahu kanannya menabrak lemari hias yang terbuat dari kaca.

Sungguh, rasanya benar-benar ngilu karena ini bukan pertama atau kedua kalinya bahu Karin menabrak sesuatu. Memarnya pun membekas, susah untuk hilang. Gadis itu mendecak lalu merutuk kecil.

Dengan hati-hati gadis itu membuka gagang pintu agar tidak membangunkan lelaki yang kini tengah tidur di dalam kamarnya dengan posisi terlentang dan satu tangan sebagai bantalan. Dada Sadewa turun naik dengan napas teratur. Lelaki itu tampak pulas dengan tidurnya, buktinya ia tidak terbangun saat ponselnya berdering

Lagi-lagi suara telepon masuk dari ponsel Sadewa terdengar ketika Karin berdiri di sisi ranjang. Kemudian ia merunduk, dengan penuh hati-hati mengulurkan tangannya lalu merogoh ponsel Sadewa yang berada di dalam saku celananya.

Nomor tak dikenal. Karin melirikkan kedua bola matanya ke arah Sadewa. Tidak apa kan jika ia mengangkatnya?

Jempolnya bergerak, menggeser tanda hijau pada layar ponsel Sadewa, kemudian menempelkan benda pipih itu pada daun telinganya.

"Halo?"

Satu kening Karin terangkat karena tidak ada jawaban dari si penelpon.

"Halo?? Siapa ya??" ulangnya sekali lagi. Namun masih tak ada balasan dari sana.

Menjauhkan ponsel Sadewa, Karin menatap layar itu dengan ekspresi kesal. "Siapa sih anjir?" sungutnya pelan. Takut membangunkan Sadewa.

"Sorry, kalau lo cuma orang iseng yang gabut tengah malam, gue ga bisa ladenin. Yang punya hp lagi tidur."

Setelah berucap seperti itu, Karin langsung mematikan panggilannya secara sepihak.

"Njir, nelpon ga liat-liat jam. Kalau bisu mah chat aja bisa kali, gausah nelpon," bibirnya mencebik kesal.

Karin yang ingin mengembalikan ponsel Sadewa kembali merunduk. Gadis itu sampai menahan napasnya saat ingin memasukkan ponsel itu ke dalam saku celana Sadewa.

"!!"

Karin tersentak saat tangannya sudah berhasil memasukkan ponsel Sadewa, ia mendengar lelaki itu mengerang kecil lalu menggeliat, mengganti posisi tidurnya menjadi menyamping ke arah Karin.

Karin terdiam di tempatnya selama tiga detik, kemudian ia bernapas lega karena Sadewa tidak jadi terbangun.

Lihatlah wajah yang biasanya terlihat dingin dan menyeramkan ketika terbangun itu, kini Sadewa terlihat begitu menggemaskan ketika sedang tertidur.

Sebenarnya Sadewa tidak semenyeramkan itu. Mereka yang menganggap Sadewa dingin hanya tidak pernah melihat saja ketika kedua mata lelaki itu menghilang saat tersenyum. Manis, benar-benar manis.

Karin memiringkan kepalanya, menatap wajah tampan nyaris sempurna Sadewa lamat-lamat. Kedua alis lelaki itu tidak tipis, tapi tak juga terlalu tebal. Kedua mata yang tajam, hidungnya yang tinggi, dan juga garis bibir yang indah.

Sepanjang gadis itu memuja pahatan wajah Sadewa di dalam hati, tanpa sadar jari telunjuk Karin sudah menyentuh wajah Sadewa. Bergerak dari alis, kedua mata, hidung, bibir, hingga turun ke arah dagu.

Dagu lelaki itu tampak tegas, memiliki belahan samar di tengahnya. Bagaimana bisa Karin menampik perasaannya dan berpura-pura biasa saja?

Karin akan pastikan bahwa hanya dia yang bisa menyentuh wajah Sadewa seperti ini, tak boleh ada perempuan lain yang menempati ataupun menggantikan posisinya sekarang.

Suara kecupan singkat yang mendarat di pipi kiri Sadewa terdengar samar. Lelaki yang tertidur itu tidak menyadarinya sama sekali. Membuat Karin ingin melakukannya kembali. Sekali lagi, bibirnya mendarat di tempat yang sama.

She's obsessed with him.

Kedua bola mata legam perempuan itu bergulir ke arah bibir Sadewa. Bibir yang selalu ia perhatikan ketika lelaki itu berbicara.

Apa tidak apa-apa jika ia ... mencicipinya sedikit? Bukankah Sadewa tak pernah marah jika ia menyentuhnya?

Entah sadar atau tidak, Karin sudah berada di depan wajah Sadewa. Gadis itu sama sekali tidak melepaskan pandanganya. Tanpa ragu perempuan itu mendekat, mengikis jarak antara dirinya dan sahabat lelakinya.

Karin memundurkan kepala dengan tubuh sedikit tersentak, ia berdiri kembali ketika kedua kening Sadewa berkedut. Tiba-tiba kedua mata Sadewa terbuka.

Lelaki itu tampak linglung dengan kedua matanya yang mengerjap beberapa kali karena silau. Untuk informasi, Sadewa tidak bisa tidur jika lampunya dimatikan.

"Karin?" suaranya serak. Bingung mendapati Karin yang berdiri di sisi ranjang.

"L-lo udah bangun?" Karin tampak gelagapan.

Meski bingung dengan pertanyaan Karin yang tidak memerlukan jawaban itu, Sadewa tetap mengangguk sebagai jawaban.

"Lo mau tidur?" tanya Sadewa dengan mata sembabnya yang melirik ke arah jam dinding.

Karin menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sembari menghindari berkontak mata dengan Sadewa. Gadis itu tampak gugup.

"I-iya. Btw lo di sini aja gapapa. Biar gue yang tidur di kamar atas. Tadi gue cuma mau ngambil selimut." Gadis itu berkilah.

"Come here." Sadewa menggeser tubuhnya. "Biar gue yang pindah ke atas."

Karin diam sebentar sambil menatap Sadewa yang hendak berdiri. Lalu ia berucap, "boleh di sini aja?"

Sadewa tidak menjawab selama tiga detik, setelahnya lelaki itu mengangguk. Kemudian kembali merebahkan dirinya di ranjang, disusul dengan Karin yang tidur di sebelahnya.

Karin tidur membelakangi Sadewa, sementara itu Sadewa memejamkan matanya kembali karena memang lelaki itu sangat mengantuk.

"Sadewa."

"Hmm?"

"Kira-kira nanti ada ga ya cowok tulus yang mau sama gue?"

Mendengar pertanyaan Karin, spontan kedua mata Sadewa terbuka. Ia melirik ke arah gadis yang tengah memunggunginya itu.

Karena lampu kamar sengaja tidak dimatikan dan Karin yang mengenakan atasan sleeveless berwarna hijau lumut, Sadewa bisa melihat bekas memar yang begitu kontras di bahu putih perempuan itu.

"Pasti ada, gue sendiri yang mastiin ga ada yang boleh main-main sama lo. Ga ada yang perlu lo takutin. Lo pintar, cantik, nyaris sempurna. Cowok bakal datang sendiri. Tinggal lo lagi yang pintar-pintar milih, jangan sampai dapat modelan kemarin."

Terdengar suara hembusan napas samar dari gadis itu.

"Nyaris sempurna ... nyatanya gue cacat."

"Karin—"

"Gue takut," ujarnya pelan. "Gue takut kalau lo udah punya pacar lo bakal berubah. Gue takut ga punya siapa-siapa lagi, sedangkan selama ini lo yang selalu ada buat gue."

Suara Karin terdengar parau, nada biacaranya pun memelan. Sadewa peka, gadis itu sedang menangis.

"I'll never leave you."

Bagaimana bisa Sadewa meninggalkan perempuan yang selama ini selalu ada di saat dia susah maupun senang? Perempuan yang mengerti dirinya lebih dari ibunya sendiri. Bahkan pernah mempertaruhkan nyawa demi Sadewa hingga Karin kehilangan salah satu hal berharganya.

Sadewa menarik bed cover, menyelimuti tubuh gadis itu hingga bahu. Kemudian memeluk tubuh kurus itu ke dalam dekapannya.

"I promise."



  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉
  ҉

09 Januari 2022

Sorry telat update, soalnya kemarin aku lagi ada acara😭
Btw kalian masih kuat untuk baca chapter berikutnya?

Atau udah ada yang oleng ke kapal Sadewa Karin?

Continue Reading

You'll Also Like

31.1K 1.7K 35
#1 coldprince (090919) Yang menjadi takdirmu tak kan pernah melewatkanmu.. STORY OF DEVAN GEKAS Devan menemukan gadis itu club malam, gadis yang sela...
1.6M 142K 47
Kebosanan berujung tantangan. Lyvia Josephine harus memenangkan egonya dengan mendapatkan Alster Blais. Merasa tertantang untuk mendapatkan sosok yan...
2.6M 288K 76
[HARAP FOLLOW DULU, SEBELUM MEMBACA!] || END ... "Bangun, bisu!" "Bego, kena bola sedikit aja pake segala nangis." "Tatap mata gue sekarang, cewe...
2.9M 217K 60
Part Tidak Lengkap Hampir 3 tahun hubungan mereka terjalin. Tapi... Bian mana pernah memberikan buket bunga untuk Andrea. Bian mana pernah rela mener...