Rewrite My Heart [TERSEDIA DI...

By esterspy

1.7M 163K 22.5K

SUDAH TERBIT DAN DAPAT DITEMUKAN DI TOKO BUKU! @id.akad @id.skuad @esterspy Ikut denganku membuka lembaran ce... More

prolog
01. Kiana-nya Saga
02. Saga-nya Kiana
03. Ada yang Suka
04. Orang Tua Sagara
05. di balik koridor
06. Takut Kehilangan
07. Pertandingan Basket
08. Kamu... lupa
09. Hangat | Drama Perkucingan
10. Rain Girlnya Sagara
11. Perkemahan SMA Tunas Bangsa
rewrite my heart bought some photos 4 u
12. Bus dan Zayara
13. Saga Suka Kiana?
14. Kamu Begitu Abu-Abu
15. Meramal Jadian
16. Kiana dan Pak Tio
17. Sagara, Kiana, dan Kuis
18. Mall
19. Ucapan Semangat
20. Lari Pagi Manis
21. Di Mobil
22. His Name
23. Kita Temanan Lagi, ya?
24. We? Grey.
25. Persiapan HUT SMA Tunas Bangsa
26. HUT SMA Tunas Bangsa
27. Tiga Senyum untuk Snow White-nya Sagara
28. Pulang
29. Tak Pernah dan Tidak Akan Pernah Terucap
30. Menyentuh Dunia Sagara
31. Unconditional
32. Mengalah, ya, Lagi
33. People Pleaser, Mengetahui
34. Apartemen Sagara
35. Ruang Musik || Sagara's Issue?
36. Hai, Ana; dari Saga
37. Zayara's Issue?
38. Young People Fall in Love, with the Wrong People Sometimes
39. Pukul 21.03
40. Menjadi Manusia
41. We All Lie
42. Air Mineral Untuk Sagara
43. Kiana Untuk Sagara
44. Jealousy
45. Delicate
46. Shake it off
47. Who will steal Sagara's last name?
48. Olympics Day | First Letter
49. Olimpiade
50. Visiting Hours
52. Good night, my Rain Girl
fun/sad/whateva facts of...
53. We Can't Handle Anything
54. saga, kiana, and a kiss
55. Sagara is home. Home is Sagara
56. Kiana-nya Saga, Saga-nya Kiana, Selamanya
57. Rewrite
58. My
59. Heart
60. Hai, Rain Girl
A BIG SURPRISE WE BROUGHT TO YOU OMG

51. Easy on Me

16K 1.9K 392
By esterspy


[ Kiss the Rain - Yiruma ]





яєωяιтє му нєαят




HARI ini libur sekolah satu hari. Tanggal sekarang di kalender berwarna merah, dan besok normal lagi.

"Mba tolong jaga rumah, yaa."

"Iya, pasti abang! Jangan lupain rumah ya, abang ganteng dan baik, kasihan bapak..," jawab pekerja yang sudah lama bekerja di rumah Raksa. Wanita umur 45 itu menyebut Raksa dengan kata 'Abang' karna dulu Raksa selalu dipanggil seperti itu. Namun sekarang tidak lagi.

Cowok itu terkekeh dan mengambil kunci mobilnya di gantungan khusus. "Jangan itu lagi, mba."

Maksud Raksa atas larangannya adalah sebab Mbak Narsih yang kerap memanggilnya dengan sebutan 'Abang' padahal ia sudah sering bilang panggil nama saja. Karena apa? Karena dia sekarang adalah anak tunggal, dan yang lalu... panggilan dari mamanya tidak usah diingat lagi.

"Hati-hati, Abang, jangan mau nyerah sama dunia ya! Mbak sayang kamu."

Mobil Raksa keluar dari gerbang tinggi rumahnya, ia melesat meninggalkan bangunan mewah itu selepas membunyikan klakson satu kali, tanda sampai jumpa.

Ketika rambu-rambu lalu lintas berganti warna menjadi warna hijau, sebuah panggilan telepon masuk dan tertera pada layar bluetooth mobilnya. Cowok itu pun menekan tombol hijau di layar yang dimodif di dekat kendali setir.

"Ya?"

"Halo?? Lagi lo di mana?!" Tampak darurat hingga kalimatnya terbalik.

"Di jalan, di mobil. Kenapa?" tanya Raksa. Suara Kiana terdengar terburu-buru seperti harus segera dapat pertolongan.

"Ishhh!!"

"Kenapa? Lo lagi di mana? Lo butuh apa?" tanya Raksa berurut-urut karna suara Kiana semakin membuatnya panik.

"Lo lagi pake mobil yang waktu itu buat anter gue ke rumah bukan? Plis jawab iya!
Ya ya ya???!"

Raksa memperhatikan isi kendaraan roda empat yang sedang ia pakai. "Iya lagi pake ini, lo kenapa sih??"

"ARGGG, coba minggir dulu, berhenti dulu cepet!!" titah Kiana dari sana.

"Iya iyaaa!"

Raksa segera memberhentikan mobilnya di kiri jalan dengan khawatir. Dia tak mengerti apa yang membuat cewek yang punya banyak kucing itu histeris. Raksa pun jadi ikutan panik hingga mobilnya hampir mengenai kendaraan lain.

"God, udah terus??"

"Sekarang coba liat di laci pintu tempat duduk gue yang waktu itu, yang pertama kali lo anter gue ke rumah, kursi depan!!  Coba please liat di situ ada ikat rambut gue gak??!"

"Ikat rambut?!"

"Iyaa! Ada?!??"

Raksa sudah panik, ternyata Kiana menelepon seperti orang yang rumahnya terbakar hanya karna sebuah ikat rambut yang memang ada terselip di laci pintu mobil tempat duduk Kiana tempo waktu.

"Lo buat gue khawatir! Ini cuma ikat rambut, dan ada orang yang sekarang bakal di rumah sakit kalau gue tadi gak bener kendaliin mobil!"

"..."

Suara Kiana tidak terdengar lagi. Kiana baru sadar kalau dia seharusnya tidak boleh sepaksa ini. Kiana tidak berpikir jauh, bagaimana jika kepanikan dan intonasi suaranya dapat membuat orang lain cilaka.

"Sorry...," lirih Kiana. Dia baru pertama kali dimarahi kakak kelasnya itu, dan ini semua memanglah salahnya.

Raksa menghela napasnya lalu berkata, "ok, i'm sorry too." Entah kenapa cowok itu juga minta maaf. "Jadi sekarang apa?"

"...Itu penting banget, lo di jalan mana? Biar saya jemput...." Kiana sekarang jadi sedih dan ingin menangis saja.

Raksa jadi merasa bersalah mendengar suara Kiana yang mengecil dan ketakutan. Padahal Raksa tidak membentak, mungkin ikat rambut itu memang penting bagi Kiana, dan cewek itu sedang sensitif. "It's ok, gue minta maaf, jangan sedih, gue ke rumah lo aja. Sorry."


яєωяιтє му нєαят


"Makasih.."

Kiana mengambil ikat rambutnya dari kaca jendela mobil Raksa. Dia murung menyesali perbuatannya yang naif dan dapat merugikan orang lain.

"Muka lo buat gue jadi ikut sedih dan bersalah. Kan gue udah minta maaf  tentang yang tadi, gue tersiksa liat orang jadi sedih karna gue." Raksa memang dikenal buruk oleh siswa-siswi SMA Tunas Bangsa, namun tolong agar predikat itu jangan lagi disematkan cewek yang satu-satunya berani berbicara lama padanya ini. "Lo mau apa?"

Alis dan bibir Kiana luntur ke bawah karna dia benar-benar sedang sedih. Tentang ikat rambut yang hampir mencelakai orang itu adalah sangat penting baginya sebab itu pemberian Sagara waktu dia umur sebelas tahun. Tidak melar dan buruk sedikitpun karna Kiana baik menyimpannya, dia baru sadar salah satu benda pemberian Sagara itu tak ada dalam kamarnya ketika bangun tadi pagi.

Kiana sekarang semakin murung dan kesal lagi karena pembicaraannya dengan Sagara kemarin. Sagara tiba-tiba berkata bahwa cowok itu mau ke Australia--tempat kelahiran cowok itu.

Semalam tidak ada lagi pembicaraan setelahnya. Sagara diam, Kiana pun begitu.

Namun beberapa menit setelah Sagara berkata bahwa sahabat masa kecilnya itu ingin ke Aussie, Kiana beralih ke kontak Sagara dan mengechatnya.

Kiana Sharetta
lie
read.

Pesannya hanya dibaca Sagara dan telepon diputus sepihak oleh Kiana. Tanpa gulir membaca chat-chat Sagara di atas, Kiana langsung mematikan ponselnya dengan marah.

Belum pernah selama ini Sagara melihat pesannya tanpa membalas.

Kiana tahu bahwa omongan cowok itu yang berkata bahwa ia harus ke negara asalnya adalah tidak tepat. Sagara tidak mungkin meninggalkannya. Sedangkan saat SMP dulu, ketika keluarga Kiana akan pindah ke Indonesia, Sagara memilih untuk juga pindah ke Indonesia.

Sagara tak benar-benar mengatakannya. Sagara tidak pernah jauh dari Kiana. Sagara mengatakan kalimat tadi malam hanya karena sahabat masa kecilnya itu ingin liburan atau bercanda saja.

Kiana tidak suka hal bohong. Apalagi tentang Sagara, walaupun itu hanya canda. Kiana sekarang semakin marah pada Sagara.

"Halo?" panggil Raksa karna Kiana tak kunjung menyahut.

"Gak ada." Kiana tersadar dan menjawab. "Eh tapi kalau boleh, kalau ga boleh pun gue tetap minta, anter ke transmart, ya?"

"Oke," jawab Raksa tanpa kalimat panjang lagi. Sebenernya tujuan laju mobilnya sebelum ditelpon Kiana adalah ke supermarket juga untuk membeli bahan makanan sebelum ke apartemen. Jadi kebetulan cewek yang punya kucing banyak ini juga ingin ke sana--ya walaupun beda tujuan, Raksa akan tetap mengantar karna ia merasa bersalah.

"Makasih, Kak," ucap Kiana sambil balik ke rumahnya ingin mengambil dompet. Setelah itu, Kiana lalu ke mobil Raksa yang berhenti di depan gerbang rumah. Kiana duduk di samping kursi Raksa yang mengemudi.

Kiana memilih duduk di depan karna sekarang langit sedang aesthetic. Kiana suka melihat langit sore dengan jelas, apalagi ketika lagu Love You Like a Love Song karya Selena Gomez terdengar tepat dibagian no one compares you stand alone, to every record i own, yang beberapa menit lalu Kiana putar di radio mobil Raksa.

Ini orang memang suka-sukanya.

Raksa melihat Kiana yang duduk manis di kursi sampingnya. Kadang dia bingung lho sama cewek ini, kadang pake kata saya, kadang pakai gue, kadang pakai lo, kadang pakai kak. Jadi cowok itu selalu benar-benar fokus ketika mendengar kalimat yang akan diucapkan Kiana.

"Emm," gumam Kiana ketika merasa ada yang tinggal.

Kiana merogoh bagian luar celananya yang ternyata tak ada kantong. Kiana tidak membawa handphone, dan untungnya hal kelupaan itu tidak dipusingkan Kiana karna nanti dia belanja hanya sebentar.

Sebenarnya tentang tumpang menumpang ini, Kiana bisa saja menyuruh supir, namun saat ini dia ingin ditemani orang yang seumuran gitu. Ya, walau orang yang sedang mengendalikan mobil di sampingnya ini beda satu tahun dengannya.

Setelah melewati palang parkir dan mengambir karcis, mobil diparkirkan di basement khusus. Kiana membuka seat beltnya dan ingin keluar, namun gerakannya terhenti ketika Raksa juga membuka sabuk pengaman cowok itu.

"Ikut?" tanya Kiana.

"Gue juga perlu," jawab Raksa.

Duh, Kiana merasa bego dan tidak tahu diri sekarang. Sudah diantar, masa dia bisa berpikir Raksa akan berdiam diri saja di dalam mobil seperti supir.

"Hehe."

Setelah masuk ke dalam TransMart supermarket, mereka berdua bepencar menuju rak keinginan masing-masing. Kiana ke sebelah kanan yang dominan cemilan, dan Raksa ke sebelah kiri--tempat yang dominan bahan-bahan makanan untuk disimpan di apartemennya.

Kiana bawa trolley. Setelah memilih makanan yang ia suka, makanan yang hanya mau ia coba, dan makanan yang mau ia eksperimenkan sendiri, Kiana lalu beralih ke jejeran minuman.

Namun entah kenapa tiba-tiba Kiana perasaan Kiana tidak enak. Sesuatu seperti hilang dari tubuhnya dan itu tidak dapat Kiana tebak. Kiana tak merasa pusing, namun ia hanya mendadak merasa kosong.

Kiana mengambil banyak minuman dari lemari kaca pendingin. Cewek itu membuka salah satu tutup botol air mineral dan meminumnya langsung. Tentang hal yang baru saja ia lakukan ini, tidak perlu dikhawatirkan karna itu adalah hal normal menurutnya. Yang penting merk dan botolnya tetap ada dan pasti diserahkan Kiana ke kasir untuk dibayar.

"Hello, can you help me please?"

Seorang wanita yang Kiana yakin adalah pendatang dari luar negeri, berbicara padanya ketika Kiana ada di jejeran sayuran.

Sebenarnya banyak orang di sini, namun mungkin orang-orang tersebut sibuk atau kurang fasih berbahasa Inggris, jadi tentu Kiana akan membantu apa yang bisa dia bantu.

"Yes, of course, i'll help you, what is it?"

Wanita itu menunjukkan rempah-rempah seperti jahe atau kunyit, atau apa namanya Kiana tidak tahu. Aduh mampuslah dia, kalau ditanya yang mana jahe atau kunyit atau lengkuas, bagaimana Kiana menjawabnya! Apalagi ibu-ibu bule di depannya ini wajahnya sudah senang, berpikir bahwa kebingungannya akan segera dipecahkan Kiana.

"God bless, thank you. I've been here for 15 minutes. From these two, which one the Emprit Ginger? I can't see the different types of them, sorry can you show me? I ask the supermarket employee but they don't know what i am talking about and what i ask for.."

Suruh Kiana untuk menjadi diplomat Pak Jokowi jika ada kunjungan ke negara yang menggunakan Bahasa Inggris, namun matilah Kiana jika ditanya perbedaan jahe-jahe yang namanya tidak ada tertulis itu! Ini jahe yang harus ditimbang kembali, dan entah kenapa karyawan supermarket tidak ada yang muncul di lorong ini, bagaimana Kiana akan menjawabnya!

"Kak..." Kiana menarik-narik ujung kaos hitam Raksa yang syukurnya langsung datang dari ujung sana untuk membantunya.

Aduh biarlah dia tampak bodoh di mata Raksa--walau Kiana pun tak peduli--daripada tampak bodoh di penglihatan orang banyak, karna dia sudah diharapkan menjawab tourist yang satu ini.

"Kenapa?" tanya Raksa. Tangan Kiana masih memegang ujung kaosnya, seperti takut kalau dia bakal terbang dan kabur.

"Dia tanya yang mana jahe imprit yang mana jahe yang satu lagi di box itu. Gue aja gatau namanya, kayak mana ini yaa, kayak mana cara hilang dari bumi dulu semenit.."

"So you need Ginger Emprit? Ah, this one. You can weigh them over there," jelas Raksa pada wanita itu dengan tangan yang terbuka menunjuk ke arah tipe jahe emperit, setelahnya cowok itu menunjukkan letak timbangan.

"Owhh thank you, you are clever and help me a lot. I need Emprit Ginger for health medicine. Thank you very much."

"Welcomee!" Malah Kiana yang menjawab.

Wanita bule tadi sudah pergi untuk menimbang jahe yang dia muat sebelumnya ke dalam plastik sesuai kebutuhan.

"Udah?" tanya Raksa dan dijawab anggukan dari Kiana. "Sini."

Kiana tidak mengerti maksudnya, namun tak urung cewek itu tetap memberi trolley yang tadi ia dorong kepada Raksa. Oh, ternyata menyatukan belanjaan cowok itu yang tadi ditampung di keranjang belanja, menjadi ke trolley belanja Kiana.

Mereka berjalan ke jejeran kasir yang panjang antrian. Duh, Kiana malas banget.

Saat ini antrian di depan mereka tinggal satu orang saja. Raksa menaruh belanja-belanjaan di dalam trolley ke atas meja kasir yang bergerak pelan ketika giliran mereka bertransaksi.

Beberapa menit kemudian, semua barang, makanan, dan belanjaan Raksa dan Kiana sudah masuk ke dalam plastik berlogo TransMart. Yang mereka beli banyak, Kiana saja sih sebenarnya.

Bisa-bisanya di trolley tadi ada sebuah dot--yang menurut Raksa akan menjadi milik kucing Kiana--dan ada perasan jeruk yang bentuknya seperti alat memperbaiki ban mobil--Raksa pun yakin perasan jeruk itu cuma buat main-main penasaran.

Tapi terserah cewek itu lah. Raksa mengeluarkan cardnya dan memberi benda yang nominal isinya berdigit-digit itu.

"Eh, tunggu-tunggu!" Kiana memegang pundak Raksa dari belakang. Raksa tidak sadar kalau Kiana dari tadi tak ada di dekatnya, cowok itu melamun. Kiana lalu menunjukkan banyak kotak es krim dingin di tangannya. "Gue mau ice cream."

"Ya, buat di sini," ucap Raksa tanpa beban.

"Hehehe, tambahin ini ya, Mbak." Sangking banyaknya, Kiana sampai susah menjatuhkan kotak-kotak es krim itu ke meja kasir untuk dibayar.

Sebenarnya sebelum Kiana datang membawa es krim es krimnya, pembayaran seluruh belanjaan mereka baru saja selesai oleh Raksa. Kakak-kakak kasir jadi harus menambahkan item ulang. Kakak-kakak kasir tampak kurang enak, tapi ya namanya tuntutan pekerjaan, apa boleh buat.

Apalagi pelanggan yang pakai kaos hitam di hadapannya ini sangatlah tampan. Tapi nasib sajalah, pasti dua orang cewek cowok di depannya ini anak SMA yang berpacaran. Dari barang yang dikenakan di tubuh, sendal, dan jenis kartu yang tadi dipakai untuk transaksi belanja, sungguh sangat jauh untuk digapai.

Sekarang sudah lewat jam enam sore. Libur satu hari kali ini cukup membahagiakan bagi Kiana. Biasanya jika hanya ada satu hari merah seperti ini, Kiana pasti bosan.

"Ini gimana?" Kiana menunjukkan plastik-plastik belanjaannya pada Raksa ketika mereka keluar dari supermarket menuju basement parking. Maksud pertanyaan Kiana adalah tentang barang dan makan-makanan yang dibelinya, yang semuanya di bayar kakak kelasnya itu.

"Oh, gapapa," jawab Raksa. Tentu dia tidak keberatan tentang belanjaan mereka yang hampir menyentuh enam digit nol.

"Oke, makasih!!"

Sudut bibir Kiana mengembang, tersenyum manis.

яєωяιтє му нєαят

"Lho, kamu Sagara dijemput siapa?"

"Ah iya, Bu, ada kok nanti Kiana bawa supir. Duluan aja Bu, hati-hati."

"Serius?? Murid-murid udah pulang lho, kamu gapapa sendiri di ruang tunggu? Atau mau suami ibu antar dulu aja?"

"Gak papa, gausah repot-repot bu, trima kasih... bentar lagi dia datang, kok. Kasian nanti kalau saya pulang duluan, Kiananya capek sampe di bandara, tapi saya gak ada. Duluan aja bu, yaa...."

"Bener? Yaudah, saya duluan ya. Tapi coba kamu telepon lagi Kiananya, udah hampir satu jam lho kamu duduk di sini," saran guru kimia yang ikut juga ke Surabaya. Sagara pun mengangguk sopan.  "Langit udah gelap, kalau gitu saya duluan yaa."

"Iya, Bu, hati-hati."

Kali ini benar-benar tidak ada lagi murid peserta olimpiade ataupun guru SMA Tunas Bangsa di area Bandara Soekarno Hatta.

Sagara duduk di kursi tunggu tanpa teman. Barang dan koper ada di samping kakinya. Tidak ada ponsel atau musik untuk menghalau sepi. Ponsel Sagara lowbat tak tercharge setelah chat dari Kiana masuk, yang mengatakan bahwa Sagara berbohong, usai pembicaraan mereka tadi malam.

Apa memang dirinya berbohong tentang kepergiannya? Sagara harap begitu.

Powerbank tak terisi. Sagara tadi sudah menelepon Kiana berulang kali lewat telepon umum bandara, namun Kiana tidak juga mengangkatnya.

Apa hal yang mungkin jika Kiana lupa untuk menjemputnya?

Sagara segera mengusir pikiran buruk itu. Tidak mungkin, tidak mungkin. Tapi... bagaimana jika Kiana memang benar-benar melupakannya di sini?

Sagara melihat orang-orang di sekelilingnya yang tampak sibuk dengan urusan masing-masing.

Dari tadi sebelum mereka masuk ke pesawat, badan Sagara sudah tidak terasa sehat. Apalagi sekarang, Sagara semakin merasa lelah, terlebih dalam keadaan menunggu seperti ini.

Teman-teman Sagara banyak yang tadi menawarkannya untuk pulang bersama. Dan Sagara pastinya menolak karna ia yakin bahwa Kiana akan datang bersama supir untuk menjemputnya. Sagara yakin bahwa sebentar lagi dia akan kembali merasa sehat ketika matanya melihat Kiana.

Sagara yakin, dan akan tetap yakin.

Ini sangat memalukan bagi seorang laki-laki, termasuk Sagara sendiri, yaitu sekarang Sagara merasa kedinginan. Padahal dia menggunakan jaket, dan AC bandara pun seharusnya terasa normal bagi tubuhnya, namun sekarang sangatlah tidak.

Di sela-sela aktivitas menunggu Kiana yang pasti akan datang menjemputnya, Sagara menumpukan dagu di koper. Dia kali ini tidak lagi bisa merasa malu karna kepalanya benar-benar butuh istirahat.

Murid SMA Tunas Bangsa keluar dari pesawat dan mengambil barang-barang di baggage claim bandara pada jam 5 sore. Bukan tidak terasa bagi Sagara bahwa sekarang sudah jam tujuh. Jika bertanya di mana Zayara? Sebagian anak kelas sepuluh termasuk Zara, memutuskan untuk menetap satu hari lagi di Surabaya, makanya mereka tidak ikut terbang ke Jakarta.

"Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA328 to Malang please boarding from door A12, Thank you." Pengunguman dari public information service yang mengatakan tentang penerbangan ke Malang.

Sagara melihat sebagian orang menangis karna keluarganya akan berangkat, sebagian lagi tertawa karna akhirnya jalan-jalan, sebagian lagi tersenyum karna anaknya pulang ke kota kelahiran. Setiap orang yang memegang koper di tangannya memiliki kisah dan tujuan masing-masing.

"..."

19.00 wib.

Sagara akan sanggup menunggu Kiana berjam-jam lagi jika tubuhnya sedang sehat. Namun sekarang jauh dari itu. Kepala Sagara pusing dan dia begitu merasa lelah.

Sagara menghela napasnya dalam.

Ia harus pulang, atau akan merepotkan petugas bandara karna semakin lelah.

Sagara merasa sedih. Sebelumnya dia tidak pernah sesedih ini tentang Kiana. Kiana benar-benar lupa dan tidak menghiraukannya.

Namun walau begitu, Sagara sengaja berjalan lambat dengan kopernya ... berpikir siapa tahu Kiana sudah datang.

Dan ternyata tidak.

Setelah sampai di area parkir, wajah menyedihkan Sagara mengetuk kaca jendela sebuah taxi yang semoga kosong.

Sagara menunggu lumayan lama akan respon dari supir yang sepertinya sedang tidur. Sagara tidak suka mengakuinya, namun karena lelahnya, Sagara sampai memegang erat besi pendorong kopernya agar Sagara tidak jatuh.

Perlahan kaca taxi terbuka. "Waduh mas, maaf, mas saya gak narik lagi. Maaf mas, udah kemalaman, mas."

"Tolong Pak.., tolong terakhir antar saya. Saya capek banget dari Surabaya sendiri, tolong ya pak? Nanti feenya saya kasih tiga kali lipat..."

Bapak supir taksi baru sadar kalau calon penumpangnya ini sangat tinggi, tampan, dan pucat. Dari matanya juga terlihat lelah dan merah, tampak benar-benar butuh untuk pulang.

"Wah oke oke, masuk mas. Biar koper dan barang-barangnya saya yang taro ke bagasi."

Sagara mengangguk cepat.

"Pucat banget mas, saya tadi sebenarnya takut, mikir hantu cowok. Maaf ya mas," ucap supir taksi tersebut sambil menjalankan mobil.

Sagara sangat ingin beristirahat dan berharap bahwa hari ini segera berlalu. Berharap bahwa ini semua adalah mimpi. Mimpi buruk yang menyesakkan karna sahabat masa kecilnya dari umur 3 tahun ... lupa akan kepulangannya.

Sagara duduk di kursi penumpang belakang. Badannya bersandar ke pintu, dan kepalanya bersandar ke jendela mobil, sambil memandangi langit gelap yang seakan berteriak bahwa dia sudah dilupakan Kiana, bahwa Sagara sendirian di dunia, bahwa semuanya akan menjadi buruk.

Jiwa Sagara terasa kosong kembali. Dia seperti tidak memiliki apa-apa. Sagara merasa tidak punya teman dan tidak punya siapa-siapa lagi untuk mengadu di dunia.

Selama ini semuanya itu ada di dalam diri Kiana sahabat masa kecilnya, namun entah kenapa kini Sagara merasa Kiana jauh darinya. Sagara merasa dia sendirian.

Namun seharusnya Sagara tidak boleh merasa seperti ini. Dia seharusnya bersyukur sebab Kiana mau berteman dengannya—si cowok yang keluarganya berantakan ini. Seharusnya Sagara bersyukur, dan tak menuntut lebih pada Kiana yang dari keluarga rukun.

Kiana sudah sangat baik karna mau bersahabat lama dengannya sejak umur 3 tahun. Sagara tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia merasa sedih karena Kiana lupa padanya, padahal Kiana sudah banyak membantunya.

Pikiran Sagara kacau. Dia sekarang menyalahi diri sendiri karna sempat kecewa pada sahabat masa kecilnya yang lupa akan kepulangannya.

Pernapasan Sagara sesak. Sagara tidak menangis, karna ia merasa tidak pantas untuk itu. Sagara benci diri sendiri. 

Kiana selalu membantunya, sedangkan Sagara tak pernah meringankan beban Kiana. Sagara selalu menyusahkan sahabat masa kecilnya itu.

Sagara ingin lari ke manapun itu, agar ia tidak menyusahkan Kiana lagi. Agar beban keluarga sahabat masa kecilnya itu tidak bertambah lagi karenanya.

Sagara menggigit kuat bibirnya untuk menghukum diri karna selama ini banyak menyusahkan sahabat masa kecilnya yang sangat ia sayang. Mata Sagara sudah basah dan merah, Sagara benar-benar merasa lebih sesak dari semua yang telah ia alami sebelumnya.

Namun ... entah mengapa otak Sagara masih tetap bertanya, apa sekarang ia pantas kecewa pada Kiana?


яєωяιтє му нєαят




3333 words!
i'm crying, sagara deserve better, sagara deserve world. he loves kiana more than himself. sampai susah nafas, ini menyiksa

They're not okay.
Kiana and Sagara literally in toxic relationship.
Hope kiana saga can handle it ... or not.

| mereka butuh jarak. mereka butuh jauh. kiana butuh waktu. kiana butuh ruang. kiana percaya bayangan sagara tetap akan ada di bola matanya. kiana yakin sagara tetap ada di sampingnya. sedangkan, sagara butuh pergi. saga butuh libur. |

Sagara butuh Kiana, sayangnya Kiana hanya mau Sagara. Sagara mengerti kiana, dan Kiana tidak. Semua perbuatan Sagara yang membuat Kiana marah... semua ada alasannya. Kiana marah ke Saga, maka Sagara tak pernah mengulangi hal itu lagi. Kiana tahu kalau diamnya sangat menyesakkan bagi Sagara, tapi Kiana tetap melakukan itu.

Sagara tidak pernah mau menyalahkan Kiana, karna Sagara merasa kalau dia tidak pantas untuk itu.

Author's notenya panjang karna setelah ini akan sedikit.

Mau update senin besok, selasa, atau kapan?

esterspy
i love sagara so much
no one compares you stand alone, to every record i own.

Continue Reading

You'll Also Like

581 209 6
SPIN OFF Traveler Kisah pendek ini hanya berfokus pada Liz (Elizabeth Donovan) yang berusaha mencari keberadaan sang kekasih Lorenzo Salvatore dan di...
1.2K 1K 23
di saat keharmonisan keluarga nya KANEISHA OLEANDRA AYYARA hancurr dan di saat itu pula ia dipertemukan dengan cinta pertamanya setelah ayah(?) nya...
98.9K 16.8K 34
Tujuan Javas hanyalah melihat Janna, sahabat yang dia cintai, senantiasa tersenyum karenanya dan lulus dengan nilai bagus. Namun, semuanya tak berjal...
Erlangga By Etni

Teen Fiction

2.8M 48.7K 11
#8 In teen fiction [25-05-2018] (Silahkan di follow dulu, yang jiplak karya saya, tenang aja akan saya pastikan saya tuntun kamu!!!) "Jangan pernah...